Strategi Pengelolaan
STRATEGI PENGELOLAAN
PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM)
DALAM MENYELENGGARAKAN PROGRAM KEAKSARAAN
BERBASIS SENI BUDAYA LOKAL
Wijayanti
Bambang Ismanto
Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
ABSTRAK
Penelitian tentang Strategi Pengelolaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Dalam Menyelenggarakan Program Keaksaraan Berbasis Seni Budaya Lokal adalah penelitian dengan pendekatan deskriptif kualitatif yang berusaha mengungkap bagaimana cara yang ditempuh PKBM Harmoni di Desa Kotayasa dalam menjalankan program Keaksaraan Seni Budaya lokal (sebagai salah satu program Dikmas) untuk memberdayakan masyarakat serta penilaian terhadap aspek-aspek penyelenggaraan program dengan pendekatan kontek, in put, proses dan produk. Subyek penelitian ini adalah pengelola, tutor, peserta didik program keaksaraan berbasis seni budaya lokal, serta warga masyarakat di sekitar PKBM Harmoni. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. dan trianggulasi untuk menjamin kebenaran data. Analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data dari berbagai sumber yang diperoleh. Adapun kegunaan penelitian secara teoritis diharapkan bisa dijadikan wacana dan informasi bagi penelitian selanjutnya, Sedangkan secara praktis diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan bagi PKBM Harmoni dalam penyelenggaraan program selanjutnya sebagai upaya mencapai tujuan yang lebih baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi atau cara yang ditempuh dalam menyelenggarakan program diawali dengan perencanaan, pendelegasian tugas, pelaksanaan program, pengarahan yang dilakukan oleh ketua penyelenggara selaku pimpinan lembaga. Pengembangan program berhasil dilakukan dengan membentuk Kelompok Belajar Usaha, Kelompok Seni dan kemitraan dengan DUDI dan Pepadi Kab. Banyumas. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa latar belakang diselenggarakannya program sudah tepat (aspek konteks).Aspek input yaitu warga belajar, motivasi warga belajar, pendanaan dan sarana prasarana sudah bagus, aspek yang perlu diperbaiki yaitu manajemen pengelola dan persiapan tutor dalam mengajar. Aspek proses secara umum berjalan cukup baik meskipun ada beberapa yang perlu ditinjau ulang sehubungan dengan waktu belajar karena ketika salah satu peserta datang terlambat atau tidak hadir akan mempengaruhi fungsi yang lain. Aspek produk sudah bagus, ditunjukkan dengan terbentuknya kelompok seni lokal sebagai perwujudan dari menghargai dan melestarikan seni budaya lokal dan peningkatan ketrampilan di bidang seni budaya lokal Banyumasan, yang pada gilirannya membantu keberdayaan warga belajar juga.
Kata kunci: strategi, pengelolaan, keaksaraan seni budaya lokal.
PENDAHULUAN
Penduduk niraksara tahun 2013 di atas usia 15 tahun berjumlah 7.557.344 jiwa, dan mereka sebagian besar (hampir 66%) perempuan, hidup di bawah kemis–kinan dan berdomisili di perdesaan terpen–cil dan daerah terluar. Mereka adalah buruh tani dan petani dengan lahan sempit, buruh, nelayan.
Bermacam program keaksaraan untuk mengurangi angka niraksara dan meningkatkan serta menjaga kelestarian kemampuan keaksaraan masyarakat dengan melalui berbagai macam pendekat–an, diantaranya adalah pendidikan keaksa–raan berbasis seni budaya lokal yang bertujuan untuk: pertama, pelestarian ke–mampuan keaksaraan; kedua, mengembangkan ekonomi masyarakat (peserta didik) untuk menjawab tantangan pemenuhan kebutuhan ekonomi, ketiga; pelestarian, menyangkut aspek kebertahanan identitas seni budaya lokal masyarakat yang menyokong integrasi nasional dan keempat; berkaitan dengan kemampuan masyarakat melaksanakan pengorganisasian potensi seni budaya lokal. (Direktorat Bindikmas, 2012).
Potensi dan aset seni budaya lokal masyarakat beragam, potensi SDM dan potensi kelembagaan lokal yang ada belum didayagunakan secara optimal. PKBM sebagai satuan pendidikan nonformal (UU Nomor 20 tahun 2003 Bagian kelima Pasal 26) menjadi salah satu alternatif ajang proses pemberdayaan masyarakat, karena lembaga tersebut juga bertanggungjawab terhadap pendidikan nasional dan sebagai lembaga pendidikan yang dibentuk dengan filosofi dari masyarakat, untuk masyarakat, dan oleh masyarakat. (Direktorat Bindikmas, 2013)
Masyarakat selayaknya ikut berkontribusi terhadap penyelenggaraan PKBM karena masyarakat merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari pendidikan yaitu sebagai objek bahkan subyek dari pendidikan itu sendiri. Keberhasilan PKBM tidak lepas dari dukungan semua pihak, baik penyelenggara, pengelola, tutor, warga belajar serta lingkungan dan masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan potensi lokal yang ada. Tapi disayangkan, banyak potensi yang dimiliki oleh masyarakat yang selama ini belum dikembangkan secara maksimal, termasuk potensi seni budaya lokal sebagai kekayaan budaya bangsa.
Penulis akan meneliti tentang pengelolaan program keaksaraan seni budaya lokal berserta pencapaian komponen program yang akan dianalisis dan dievaluasi dengan pendekatan context, input, process dan product (CIPP)
Berdasarkan latar belakang masalah dan hasil identifikasi awal tersebut di atas, maka diurai beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana strategi penyelenggaraan program keaksaraan seni budaya lokal oleh PKBM Harmoni di Desa Kotayasa Kec. Sumbang Kab. Banyumas?.
2. Bagaimana evaluasi context, input, process dan product dari program keaksaraan seni budaya lokal yang diselenggarakan PKBM Harmoni di Desa Kotayasa Kec. Sumbang Kab. Banyumas?
Strategi menurut beberapa ahli, yang dijelaskan oleh Rochaety dan Gusti Yanti (2005), diantaranya menurut Glueek, strategi adalah satu kesatuan rencana yang komprehensif dan terpadu yang menghubungkan kekuatan strategi organisasi dengan lingkungan yang dihadapinya, kesemuanya menjamin agar tujuan organisasi tercapai. Menurut Robson, strategi merupakan pola keputusan dari alokasi sumber yang dibuat untuk mencapai tujuan. Menurut Djamarah dan Zain (2006) strategi adalah suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan.
Ada tiga tahapan yang harus dilalui dalam melaksanakan suatu strategi sebelum melaksanakan strategi pendidikan yang akan dilakukan, yaitu: pimpinan lembaga mampu menganalisis terlebih dahulu strategi yang akan dilaksanakan dengan menganalisis lingkungan, baik internal maupun eksternal lembaga pendidikan., kemudian menganalisis buda–ya lingkungan dan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki, baik sumber daya alam, sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya. Setelah melakukan analisis strategi kemudian melakukan pemilihan strategi yang akan dilaksanakan dengan cara mengidentifikasi alternatif pilihan yang ada kemudian mempersiapkan evaluasi dan memilih salah satu strategi yang tepat. Tahap berikutnya adalah mengimplementasikan strategi yang telah dipilih dengan menetapkan sistem dan personil yang akan diberdayakan. Selanjutnya membuat struktur organisasi untuk kemudian merencanakan dan mengalokasikan sumber-sumber yang ada.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sebuah strategi merupakan: 1) satu kesatuan rencana yang komprehensif dan terpadu yang terpadu untuk mencapai tujuan; 2) untuk menyusun strategi diperlukan analisis lingkungan, karena lingkungan akan menentukan kekuatan dan kelemahan organisasi; 3) pencapian tujuan organisasi akan dihadapkan pada pilihan alternatif strategi yang harus dipertimbangkan; 4) strategi yang dipilih akan diimplementasi–kan oleh organisasi dan memerlukan evaluasi.
Evaluasi menurut Tyler, Stuffle–beam, dan Suchman yang dikutip Badrun Kartowangiran (2009) mendefinisikan evaluasi sebagai proses penentuan hasil yang dicapai oleh beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapai–nya tujuan. Sementara itu Stufflebeam dan Trespeces menjelaskan bahwa evaluasi adalah proses penggambaran, pencarian dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif keputusan. Dalam hal ini, Kartowangiran (2009) menjelaskan bahwa evaluasi adalah pencarian sesuatu yang berharga dari sesuatu; termasuk di dalamnya mencari informasi yang bermanfaaat untuk menilai keberadaan suatu program, produksi, prosedur, tujuan atau alternatif pendekatan yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. The Joint Committe on Standards of Evaluation (JCSE) menjelaskan evaluasi adalah penyelidikan yang sistematis mengenai kebermanfaatan dan keberhargaan suatu obyek. Sementara itu, Arikunto dan Cepi (2009) menyebutkan bahwa evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program. Pengertian program sendiri ada beberapa. Dalam kamus program adalah rencana kegiatan yang dilakukan dengan seksama. Melakukan evaluasi program adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari kegiatan yang direncana–kan. Menurut Tyler evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan telah terealisasikan. Menurut Cronbach dan Stufflebeam evalua–si program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi program adalah upaya mengukur dampak yang lebih menekankan pada hasil program dengan menilai seberapa baik program tersebut dilaksana–kan.
Menurut Arikunto (2009) ada 6 indikator untuk menilai suatu program pendidikan, yaitu: 1) Kurikulum. Kurikulum yang tepat akan berpengaruh terhadap kualitas pendidikan; 2) Tutor. Kompetensi dan kualifikasi tutor menentukan keberhasilan suatu program pembelajaran; 3) Sarana prasarana merupakan faktor pendukung untuk kegiatan belajar meng–ajar; 4) Peserta didik yang diolah dalam pembelajaran dengan baik akan menghasil–kan peserta didik yang berhasil sesuai tujuan program; 5) Kegiatan belajar mengajar merupakan kunci pokok dalam mencapai keberhasilan program pendidik–an. Oleh karena itu dibutuhkan tutor yang kompeten sesuai standar kompetensi yang ada, sehingga berhasil mengelola pembelajatran dengan baik; dan ke 6) Pengelola. Kualitas pengelola berpengaruh juga terhadap mutu program. Kunci pokok pengelolaan program terletak pada bagaimana ketua penyelenggara selaku manager lembaga memimpin program untuk pencapaian tujuan.
Untuk mengetahui keberhasilan program dilakukan evaluasi dengan pende–katan pendekatan CIPP (Context, Input, Process, and Product), yang masing-masing tahap akan mengamati aspek yang berbeda yaitu aspek Context, akan mengidentifikasi latar belakang perlunya mengadakan perubahan atau munculnya program dari beberapa subjek yang terlibat dalam pengambilan keputusan (Endang Mulyatiningsih, 2011). Evaluasi konteks bermanfaat untuk mengetahui apakah tujuan program benar-benar sudah sesuai dengan kebutuhan atau belum. Dengan temuan ini dapat disarankan agar tujuan program yang telah dirumuskan diperta–hankan, disempurnakan atau diganti. Evaluasi input dilakukan untuk mengidenti–fikasi dan menilai kapabilitas sumber daya bahan, alat, manusia dan biaya, untuk melaksanakan program yang telah dipilih. (Endang Mulyatiningsih, 2011) Manfaat dari evaluasi input adalah dapat diketahui apakah masukan baik yang berupa peralatan, strategi dan sumber daya sudah sesuai dengan tuntutan atau belum, artinya apakah masukan ini sudah benar-benar dapat mengantarkan program menuju tujuan yang telah ditentukan atau belum. Dengan temuan ini dapat disarankan seawal mungkin agar masukan disesuaikan dengan tujuan program yang telah ditentukan dapat dicapai dengan baik. Evaluasi proses bertujuan untuk mengidentifikasi atau memprediksi ham–batan-hambatan dalam pelaksanaan kegi–atan atau implementasi program. Evaluasi dilakukan dengan mencatat atau mendoku–mentasikan setiap kejadian dalam pelaksa–naan kegiatan, memonitor kegiatan-kegiatan yang berpotensi menghambat dan menimbulkan kesulitan yang tidak diharapkan, menemukan informasi khusus yang berada diluar rencana; menilai dan menjelaskan proses secara aktual. Selama proses evaluasi, evaluator dituntut berin–teraksi dengan staf pelaksana program secara terus menerus. (Endang Mulyati–ningsih, 2011). Evaluasi produk bertujuan untuk mengukur, menginterprestasikan dan memutuskan hasil yang telah dicapai oleh program, yaitu apakah telah dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan tujuan yang diharapkan atau belum (Endang Mulyatiningsih, 2011).
Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi mengatakan bahwa kebudayaan merupakan semua hasil karya, rasa, dan cipta manusia. Sedangkan Koentjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan merupa–kan seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidup–an masyarakat yang dimiliki manusia melalui belajar. (Sutardi, 2007). Budaya lokal dikaitkan dengan langsung dengan kewilayahan atau terkait langsung dengan daerah. Budaya lokal meliputi berbagai kebiasaan dan nilai bersama yang dianut masyarakat tertentu. Sedangkan pengerti–an seni adalah suatu karya yang bisa dinikmati oleh alat indra manusia.
Seni budaya lokal adalah salah satu karya manusia yang dapat dinikmati oleh alat indra dan di dalamnya terdapat pengetahuan, moral, dan perilaku hidup manusia serta adat istiadat yang berkem–bang di masing-masing daerah yang perlu dikembangkan dan dilestarikan. Pendidikan Keaksaraan Berbasis Seni Budaya Lokal merupakan pendidikan paska keaksaraan dasar untuk memberikan kemampuan melestarikan seni budaya lokal melalui pembelajaran dan pelatihan guna mening–katkan keberaksaraan dan keberdayaan masyarakat di bidang seni budaya lokal (www.paudni.kemdikbud.go.id). Secara umum tujuan yang diharapkan dari penye–lenggaraan program pendidikan keaksara–an berbasis seni budaya lokal ini adalah:
1. meningkatnya kemampuan keberaksa–raan peserta didik;
2. meningkatnya pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta didik di bidang seni budaya lokal;
3. meningkatnya kesadaran untuk meng–hargai dan melestarikan seni budaya lokaal sebagai bagian dari jati diri dan kekayaan budaya bangsa;
4. terpeliharanya seni budaya/kearifan lokal di suatu daerah yang diapre–siasikan melalui pementasan seni bu–daya, sebagai bekal untuk bekerja atau berusaha mandiri dalam rangka mengurangi pengangguran, mengen–taskan kemiskinan dan buta aksara, yang pada akhirnya mampu mening–katkan kualitas hidupnya.
Melalui prinsip Lifelong Education pemberdayaan yang diarahkan untuk kepentingan kehidupan ekonomi masyara–kat menjadi penting dilaksanakan. Menurut Kindervatter yang dikutip oleh Kusmiadi (2007) pendekatan pemberdayaan dalam pendidikan luar sekolah meliputi pendekat–an berdasarkan kebutuhan (need oriented) pendekatan berdasarkan keadaan setem–pat (indigenous), pendekatan mengutama–kan aspek lingkungan (ecological sound) dan pendekatan yang berorientasi transformasi struktural-perubahan struktur sistem (based on structural transformation)
Menurut Sudjana (2000), agar pendidikan nonformal dapat memberda–yakan masyarakat maka harus didasarkan pada lima strategi dasar yaitu: 1) pendekatan kemanusiaan (humanistic approach), masyarakat dipandang sebagai subjek pembangunan dan masyarakat diakui memiliki potensi untuk berkembang sedemikian rupa ditumbuhkan agar mampu membangun dirinya, 2) pendekatan partisipatif (participatory approach), me–ngandung arti bahwa masyarakat, lemba–ga-lembaga terkait dan atau komunitas dilibatkan dalam pengelolaan dan pelak–sanaan pemberdayaan masyarakat, 3) pendekatan kolaboratif (collaborative ap–proach), dalam melaksanakan pemberda–yaan masyarakat perlu adanya kerjasama dengan pihak lain (terintegrasi) dan terkoordinasi dan sinergi, 4) pendekatan berkelanjutan (continuing approach), yaitu pemberdayaan masyarakat harus dilakukan secara berkesinambungan dan untuk itulah pembinaan kader yang berasal dari masyarakat menjadi hal yang paling pokok, dan 5) pendekatan budaya (cultural approach), penghargaan budaya dan ke–bisaan, adat istiadat yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat dalam pember–dayaan masyarakat adalah hal yang perlu diperhatikan.
PKBM sebagai lembaga kemasya–rakatan lokal, secara filosofis merupakan lembaga bentukan masyarakat lokal (dari masyarakat, untuk masyarakat dan oleh masyarakat), kiranya wajar apabila PKBM mampu berperan ikut memberdayakan masyarakat.
Dalam penelitian ini penulis akan mengkaji sejauh mana peran semua unsur (tutor, penyelenggara, pengelola, masyara–kat, mitra dan p[eserta didik) dalam penyelenggaraan program keaksaraan berbasis seni budaya lokal apakah menyentuh dan mengangkat masyarakat/ warga belajar menjadi lebih baik dalam kehidupannya yang ditandai dengan meningkatnya pendapatan (ekonomi), kesadaran akan lingkungan sosialnya atau apakah warga belajar/masyarakat mengerti dan memahami bagaimana membangun dirinya (memberdayakan dirinya).
PKBM sebagai lembaga pendidikan nonformal memiliki potensi untuk menyelenggarakan layanan pendidikan nonformal informal yang berada di masyarakat dan didirikan dengan maksud untuk membelajarkan masyarakat, yang berarti berpotensi juga untuk memberdayakan masyarakat, termasuk di dalamnya membantu kelompok marginal, masyarakat yang kurang beruntung (miskin, menganggur, tingkat keaksaraan rendah, kemampuan vokasional terbatas) agar mampu memiliki posisi yang seimbang dengan kelompok lain yang lebih mapan secara ekonomi sosial bahkan politik.
Melalui potensi sumber daya lokal termasuk potensi SDM dan budaya lokal serta membaca peluang pasar, (marketable kesenian lokal), PKBM memiliki potensi menyelenggarakan program tersebut. Ada–pun tujuan program pendidikan keaksaraan berbasis seni budaya lokal adalah untuk a) meningkatkan kemampuan keberaksaraan; b) meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta didik di bidang seni budaya lokal; c) meningkatkan kesadaran untuk menghargai dan melestarikan seni budaya lokal sebagai bagian dari jati diri dan kekayaan budaya bangsa; d) memelihara seni budaya/kearifan lokal di daerah yang diapresiasikan melalui pementasan seni budaya, sebagai bekal untuk bekerja atau berusaha mandiri dalam rangka mengurangi pengangguran, dan meningkatkan penghasilan untuk menumbuhkan keberdayaan peserta didik.
Strategi pelaksanaan program di–kembangkan melalui perencanaan, pelak–sanaan dan evaluasi. Perencanaan program dikembangkan atas dasar kondisi empirik di lapangan. Strategi proses belajar mengajar dilakukan dalam bentuk pelatihan dengan memadukan keaksaraan, pekerjaan dan seni lokal dengan pendekatan andragogi. Dengan dukungan tutor, peserta didi, sarana prasarana, pendanaan, kurikulum dan pengembangan bahan ajar, dikelola untuk mencapai tujuan program yaitu: meningkatnya kemampuan keberaksaraan peserta didik; meningkatnya pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta didik di bidang seni budaya lokal; meningkatnya kesadaran menghargai dan melestarikan seni budaya lokal. Strategi evaluasi pembelajaran dilaksanakan ketika sebelum pembelajaran, ketika proses pembelajaran dan akhir pembelajaran untuk mengukur hasil belajar peserta didik.
Untuk mengukur capaian keberha–silan program maka dilakukan evaluasi program, meliputi komponen konteks, input, proses dan produk.
METODE PENELITIAN
Pendekatan penelitian adalah des–kriptif kualitatif dengan alat bantu evaluasi CIPP. Subyek penelitian adalah pengelola, tutor, peserta didik program keaksaraan berbasis seni budaya lokal, serta warga masyarakat di sekitar PKBM Harmoni. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi, serta trianggulasi untuk menjamin kebenaran data. Analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data dari berbagai sumber yang diperoleh, kemudian mereduksi data, dengan memilah data yang relevan, untuk disajikan dalam bentuk deskipsi dengan kata-kata sehingga mudah dipahami.
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITI–AN
Sepintas tidak ada yang istimewa dari desa Kotayasa, kecuali jumlah angkatan usia kerja produktif dan jumlah penduduk niraksara dsn berkeaksaraan rendah cukup tinggi. Data penduduk usia kerja diketahui sebagai berikut: bahwa usia kerja muda, 15-24 tahun ada 1305 (16%) dan usia kerja produktif, 25-44 tahun ada 2179 (26%) dari seluruh penduduk berjumlah 8416 jiwa. Hal tersebut menunjukkan bahwa usia angkatan kerja produktif di desa Kotayasa cukup tinggi 42%, dan sebagian besar bekerja di sektor informal sebagai petani, buruh pedagang dan sopir. Bahkan sebagian dari mereka belum mendapat pekerjaan atau sedang mencari kerja.
Gambaran pendidikan warga desa diperoleh data sebagai berikut: usia prasekolah berjumlah 2572, tidak tamat SD 895, tamat SD atau sederajad 3907orang , tamat SMP atau sederajad 672 orang, tamat SMA atau sederajad 296 orang, dan tamat akademi atau perguruan tinggi 74 orang. Hal ini menunjukkan bahwa prosentase angka melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi tidak berimbang dan angka tidak tamat SD masih tinggi, meskipun Kab. Banyumas mencanangkan program pendidikan dasar 9 tahun. hal tersebut sama artinya dengan di Kotayasa terdapat warga yang berkeaksaraan rendah bahkan niraksara (buta aksara)
Potensi sumberdaya lokal yang belum digarap maksimal. Baik potensi sumber daya manusia, potensi alam, maupun potensi seni dan budaya. Terbukti dari hasil identifikasi ternyata ada 4 orang tokoh seni lokal kotayasa dan kelompok seni lokal yang keberadaannya mati suri, hidup enggan mati tak mau, antara lain kelompok seni dengglung laras, rodat, lengger, karawitan, ebeg dan calung banyumasan.
Dari kondisi lapangan tersebut diatas, PKBM Harmoni kemudian mengada–kan inisiatif untuk menyelenggarakan pro–gram untuk mengangkat seni budaya lokal agar masyarakat melek (literate) terhadap seni lokal Kotayasa pada khususnya dan seni Banyumas pada umumnya dengan strategi sebagai berikut:
Merencanakan Program
Analisis Kebutuhan, dilakukan dengan cara mengidentifikasi masalah yang dihadapi masyarakat desa Kotayasa, potensi seni lokal, dan kebutuhan program. Masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan, minat adalah ketertarikan individu terhadap sesuatu dan kebutuhan adalah sesuatu yang harus dipenuhi. Disamping itu kegiatan identifikasi yang dilakukan adalah identifikasi terkait dengan kebutuhan program antara lain: calon sasaran, tutor, pengelola, sarana prasarana, waktu belajar, tempat belajar, dan dana belajar. Sosialisasi dilaksanakan kepada seluruh lapisan masyarakat melalui pimpinan lingkungan seperti aparat desa, ketua RT, ketua RW serta tokoh masyara–kat melalui kegiatan rutin yang biasa diselenggarakan di tingkat RW dan RW. Disamping itu sosialisasi juga dilakukan dengan spanduk di tempat yang strategis agar mudah dibaca oleh masyarakat. Identifikasi Calon Tutor/Nara Sumber Kriteria yang harus dimiliki oleh tutor adalah: memiliki pengalaman di bidang seni, sesuai dengan jenis seni budaya yang diajarkan; bersedia membelajarkan dan mengarahkan peserta didik sampai selesai dan mengarahkan sampai mendapat membentuk klub sebagai ajang bekerja. Dari hasil identifikasi ditetapkan 5 orang tutor untuk membantu penyelenggaraan program KSBL. Mereka adalah para praktisi seni lokal Banyumas, yaitu personil Persatuan pedalangan Indonesia (Pepadi) Kab. Banyumas dan seorang anggota seni ebeg yang masih aktif di desa Kotayasa. Warga belajar dalam program pendidikan keaksaraan seni budaya lokal adalah individu heterogen yang memiliki perbedaan usia, pendidikan, pengalaman, pekerjaan, latar belakang, minat, motivasi motivasi dan kemampuan. Berkembang tidaknya proses penyelenggaraan program keaksaraan seni budaya lokal erat kaitannya dengan warga belajar. Penyelenggara dibantu dengan pengelola keaksaraan melaksanakan identifikasi calon warga belajar. Dari hasil ident tersebut kemudian diseleksi 50 orang yang sesuai dengan syarat yang telah ditentukan.
Penyelenggaraan program KSBL dilaksanakan dalam bentuk pembelajaran dan pelatihan. Proses pembelajaran dilak–sanakan untuk membantu peserta didik agar belajar keberaksaraan, sedangkan pelatihan diberikan untuk meningkatkan ketrampilan kesenian lokal sehingga bisa menunjang pekerjaannya, yang pada gilirannya akan mampu meningkatkan kemampuan ekonomi. Jadwal dan waktu pembelajaran dan pelatihan ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama antara tutor dan warga belajar. Waktu pelatihan untuk satu kali angkatan adalah 66 jam, dilaksanakan seminggu sekali selama 2 jam. Sarana yang digunakan untuk mendukung pembelajaran KSBL yang sifatnya langsung adalah antara lain: ATK untuk warga belajar, white board, seperangkat gamelan seperangkat alat musik calung, 1 buah organ, sound system, 10 buah kuda lumping, seperangkat alat rodat, seperangkat alat make up, 10 stel pakaian ebeg lengkap untuk pertunjukan. Karena sarana belajar ini jumlah nya cukup banyak dan memerlukan ruang yang cukup luas, maka sarana pembelajaran diletakkan di rumah salah seorang warga. Sedangkan prasarana yang mendukung pelatihan seni budaya lokal yaitu ruang kelas, lapang–an/halaman PKBM (out door) meja kursi, karpet. Mengingat peralatan pembelajaran KSBL cukup banyak, maka kegiatan pembelajaran dan pelatihan dilakukan di lapangan (out door) PKBM Harmoni dan di salah satu rumah warga belajar yang memenuhi kriteria dan bersedia menjadi tempat belajar. Metode pembelajaran menggunakan cara demonstrasi, ceramah, diskusi, tanya jawab, dan kunjungan lapangan. Metode demonstrasi digunakan ketika memperagakan permainan kesenian/ alat musik dan ketika menguji kemampuan ketrampilan berkesenian warga belajar. Kunjungan lapangan dilakukan dengan cara mengajak warega belajar ke suatu tempat untuk melihat secara langsung praktek pembuautan alat seni Sedangkan proses pelatihan ketrampilan vokasional seni budaya lokal dilakukan secara berkelompok, dengan tetap memperhati–kan karakteristik individu agar tujuan pembelajaran tercapai. Tutor memperlaku–kan individu sebagai orang dewasa yang unik yang mempunyai latar belakang sendiri, pengalaman hidup dan kemampu–an pun berbeda berbeda sehingga peserta didik merasa nyaman dalam belajar, khususnya ketika belajar keaksaraan. Belajar keaksaraan mereka padukan dengan pekerjaan dan seni budaya yang dipelajari. Artinya unsur-unsur teknis dalam pekerjaaan dan seni diajarkan secara simultan dengan keaksaraan.
Kecakapan vokasional yang dipela–jari dalam program keaksaraan seni budaya lokal adalah:
1. Karawitan gagrag banyumas dan ca–lung yaitu karawitan dengan warna khas yang lebih rancak yang dilatar–belakangi oleh budaya masyarakat setempat yang bernafaskan kerakyat–an
2. Tari lengger Banyumas yaitu tarian dengan iringan alat musik calung yang dimainlan oleh 3 orang atau lebih penari putri di tengah pertujukan hadir seorang badhor pria.
3. Dengglung Laras yaitu perpaduan antara musik dangdut dan campur sari ala banyumasan
4. Ebeg Banyumasan yaitu seni pertunjukan kuda lumping khas Banyumas yang diiringi gamelan bendhe dan calung
5. Make up panggung, para penari, pesinden dibelajarkan merias diri sendiri untuk pertunjukan
6. Anyam ebeg yaitu membuat replika kuda lumping
Kurikulum disusun berdasarkan kesepakatan antara tutor, nara sumber teknis, penyelenggara dan pengelola berdasarkan kebutuhan warga belajar yang mengacu pada standar kompetensi yang harus dicapai dalam keaksaraan berbasis seni budaya lokal yang diterbitkan direktorat Bindikmas. Berda–sarkan diskusi dan hasil identifikasi aspek yang perlu dikuatkan adalah: a) keku–rangmampuan warga belajar memahami kemampuan/potensi yang dimiliki; b) kekurangmampuan warga belajar meme–cahkan masalah yang dimiliki; c) keterba–tasan warga belajar tentang informasi dan pengetahuan yang berhubungan pengembangan seni budaya lokal yang sudah mereka miliki, dan d) keterbatasan vokasional yaitu kebutuhan warga belajar untuk memiliki ketrampilan usaha dan mengelolanya sebagai kegiatan usaha.
Implementasi di lapangan, silabus dan RPP program KSBL tidak disusun secara detail. dijabarkan dalam rencana pembalajaran, Hal tersebut terbukti dari hasil observasi administrasi tutor, Tutor sebagai penanggungjawab keberhasilan pembelajaran lebih mengutamakan hasil belajar ketrampilan berkesenian, daripada menyusun administrasi pembelajaran. Bahan ajar tersebut antara lain: seri belajar karawitan, ketrampilan jaran ckepang, Lengger dan Calung Banyumasan, Seni ebeg Banyumasan.
Warga belajar pada kelompok belajar Keaksaraan Seni Budaya Lokal tidak dipungut biaya. Pendanaan berasal dari aliran dana sosial Kemendiknas melalui Direktorat Bindikmas tahun 2012. Dana lainnya diperoleh dari kelompok seni yang mendapat job sebesar 10% yang sudahmenjadi kesepakatan antara warga belajar dan penyelenggara berupa sumbangan wajib kelompok seni setiap kali mengadakan pertunjukan (performance). Ada juga bantuan tidak mengikat dari mitra dan donatur. Warga belajar gratis tidak dipungut biaya. Evaluasi pembelajaran dilakukan ketika proses pembelajaran berlangsung sedangkan evaluasi akhir dilakukan ketika periode pembelajaran berakhir.
Data yang ada dan dari hasil wawancara ternyata tutor tidak melaksana–kan evaluasi secara tertulis, mereka mengevaluasi peserta didik dengan praktek langsung untuk para nayaga mereka nabuh, para waranggana akan nembang dan untuk para penari ebeg mereka nari. Berakhirnya proses pembelajaran dan pelatihan dalam program keasaraan berba–sis seni budaya lokal, warga belajar diberi STSB (Surat Tanda Serta Belajar).
Implementasi penyelenggaraan keaksaraan seni budaya lokal mengasumsi–kan Literacy as the necessity foundation for higher quality of life, yaitu sebagai dasar penting untuk mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik, melalui ketrampilan seni budaya lokal.
Agar program KSBL membawa dampak pemberdayaan bagi masyarakat dalam hal ini warga belajar sebagai entitas dalam program KSBL maka dilakukan dengan pendekatan pendidikan masyarakat melalui prinsip lifelong education dalam rangka pencapaian tujuan program, maka PKBM Harmoni melaksanakan prosedur merencakan, melaksanakan, dan mengem–bangkan program (plan,do,and improve–ment).
Strategi yang dilaksanakan PKBM Harmoni dalam menyelenggarakan KSBL adalah:1) perencanaan 2) pengorganisa–sian 4) melakasanakan program, dan 5) mengarahkan 6) mengembangkan pro–gram. Adapun pembahasannya sebagai berikut:
Perencanaan program diawali de–ngan identifikasi kebutuhan , identifikasi potensi, baik potensi sumber daya alam, potensi budaya, maupun potensi sumber daya manusianya yang mendukung untuk pelaksanaan program.
Perencanaan program KSBL di PKBM Harmoni dilaksanakan dengan memperhatikan
1. konteks lokal, program yang dikem–bangkan berdasarkan pada konteks sosial lokal dan kebutuhan khusus warga belajar dan masyarakat sekitar
2. desain lokal, rancangan kegiatannya dirancang dengan memperhatikan minat, kebutuhan, masalah, kenyata–an, dan potensi atau sumber-sumber setempat
3. fungsionalitas hasil belajar, hasil belajar dirancang dapat difungsikan untuk memecahkan masalah kehidup–an sehari-hari, khususnya masalah ekonomi dan keaksaraan yang diha–dapi warga belajar.
Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengatur, menata, dan membagi kewenangan dan tugas sumber daya manusia yang tergabung dalam organisasi penyelenggara program meliputi ketua, sekretaris, bendahara, bagian kemitraan, bagian pembelajaran, dan bagiaan kewira–usahaan serta koordinator program.
Keberhsilan penyelenggaraan kegi–atan pembelajaran dan pelatihan KSBL erat hubungannya dengan kemampuan tutor, motivasi peserta didik dalam mengikuti program KSBL, dan kinerja para pengelola.
Tutor adalah para praktisi seni. Mereka berperan sebagai fasilitator. Pe–ngembangan pembelajaran dan pelatihan KSBL berdasarkan pada kurikulum yang telah direncanakan bersama pengelola (ketua penyelenggara dan bagian pembelajaran) dengan mengacu pada standar kompetensi yang harus dicapai dalam penyelenggaraan program KSBL, karena memang tbelum ada kurikulum baku dari Direktorat Bindikmas.
Motivasi peserta didik lebih didasarkan atas persamaan hoby-kese–nangan terhadap kesenian lokal, sehingga memudahkan dalam proses kegiatan pelatihan. Sarana prasarana kesenian mempu mendukung proses belajar dan latihan peserta didik. waktu pelatihan cukup mendukung untuk menyelesaikan program KSBL. Dan pendanaan berasal dari bantuan Direktorat Bindikmas, donator tidak tetap, hasil pertunjukan.
Pengarahan dilakukan oleh ketua PKBM dalam bentuk monitoring langsung ke kelompok belajar seni budaya lokal, agar pencapaian visi misi PKBM tercapai melalui program KSBL.
Membangun jaringan Kemitraan yang dilakukan PKBM merupakan bentuk kerja sama dengan lembaga baik pemerin–tah, swasta maupun perorangan. Adapun lembaga mitra yang dimaksud adalah: 1) Direktorat Dikmas, mensuport dana untuk penyelenggaraan; 2) Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas dan SKB Purwokerto bekerjasama dalam bentuk monitoring dan pendampingan, 3) Pepadi Kab. Banyumas bermitra dalam bidang SDM yaitu sumber dan tutor KSBL serta menyalurkan waranggana/penabuh dan sinden alumni warga belajar KSBL kepada dalang di wilayah Banyumas; 4) bentuk kerjasama tidak mengikat dengan warga masyarakat yang dengan sukarela menjadi donator atas penyelenggaraan program KSBL
Evaluasi CIPP Penyelenggaraan Pro–gram Keaksaraan Seni Budaya Lokal
Terdapat 4 (empat) alasan yang dapat dikemukakan mengapa PKBM Harmoni menyelenggarakan program keak–saraan seni budaya lokal. Pertama yaitu jumlah penduduk tidak tamat SD di Desa Kotayasa cukup besar, notabene mempu–nyai kemampuan keaksaraan rendah. Kedua, jumlah penduduk usia angkatan kerja produktif cukup tinggi dan belum mempunyai pekerjaan tetap, Ketiga, potensi seni budaya lokal yang belum digarap maksimal. Keempat, visi misi PKBM Harmoni sejalan dengan tujuan penyeleng–garaan program KSBL yang merupakan salah satu program kerja Bindikmas. Berdasar 4 alasan tersebut diatas diharapkan penyelenggaraan program keaksaraan seni budaya lokal mampu meningkatkan keberdayaan masyarakat baik dalam segi ekonomi, sosial, politik maupun budaya masyarakat. Jadi kontek program KSBL sesuai dengan latar belakang dan tujuan yang akan dicapai dari program KSBL
Kinerja dan peran pengelola/peng–urus kurang maksimal dalam menjalankan tugas dan fungsinya seperti yang telah disepakati bersama, karena yang dominan dalam pengelolaan program keaksaraan seni budaya lokal adalah ketua penyelenggara yang kebetulan juga seorang praktisi seni lokal banyumasan. Termasuk yang membangun kemitraan dengan pihak luar (loby, promosi dan pelaksanaannya). Untuk itu pembagian tugas dan wewenang dalam struktur kepengurusan perlu ditegaskan kembali kepada para pengelola agar pencapaian tujuan berjalan sesuai dengan yang direncakan. Meskipun tutor sudah memenuhi syarat dan secara akademik sudah memenuhi kompetensi, namun salah satu bagian pencapaian kompetensi pedagogik tutor tidak dipenuhi yaitu membuat persiapan pembelajaran dan pelatihan (RPP) sebelum melaksanakan KBM. Sasaran peserta didik untuk program KSBL dipandang baik karena sudah sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, motivasi belajar pun dipandang baik karena mereka belajar berdasarkan kebutuhan dan keinginan mereka terbukti dari banyaknya persamaan kesenangan dan latar belakang peserta didik mengikuti program KSBL. Ketersediaan fasilitas sarana prasarana dana belajar dan jaringan kemitraan telah memenuhi kriteria. Fasilitas yang sudah ada dirawat dan perlu ditingkatkan jenis dan jumlahnya sehingga dukungan dana perlu digali dan jaringan kemitraan perlu diperluas lagi agar seni budaya lokal bisa berkembang dan dikenal oleh masyarakat luas.
Warga belajar cukup sesuai dengan kriteria sasaran program KSBL, motivasi belajar yang utama adalah karena persamaan kesenengan, hoby dan tujuan sehingga warga belajar lebih mudah untuk menguasai ketrampilan berkesenian
Ketersediaan fasilitas sarana prasa–rana sangat berpengaruh terhadap kelan–caran pelaksanaan pembelajaran dan pelatihan. Fasilitas yang sudah ada dirawat dan perlu ditingkatkan jenis dan jumlahnya sehingga dukungan dana perlu digali dan jaringan kemitraan perlu diperluas lagi agar seni budaya lokal bisa berkembang dan dikenal oleh masyarakat luas.
Pada dasarnya evaluasi input yang perlu dkuatkan adalah: 1) Tupoksi pengelo–la dalam struktur organisasi tidak berjalan sesuai dengan rencana yang sudah ditentukan sebelumnya; 2) kualifikasi pendidikan tutor sudah memenuhi standar minimal dan tutor sudah memenuhi kriteria yang telah ditentukan, tapi kecakapan pedagogik dalam hal administrasi peran–cangan pembelajaran dan kemampuan melaksanakan evaluasi pembelajarannya masih kurang sesuai dengan rencana program.
Evaluasi proses secara umum bertujuan untuk menilai proses Pembelajar–an KSBL waktu pembelajaran/jadwal pembelajaran, aktivitas warga belajar, faktor penghambat kegiatan, faktor pendorong, kegiatan belajar mengajar dan evaluasi Jadwal ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama antara tutor dan warga belajar. Waktu pelatihan untuk satu kali angkatan adalah 66 jam, dilaksanakan seminggu sekali selama 2 jam dimulai jam 15.30-17.00 WIB. Kesepakatan setiap pertemuan sering dilanggar, hal ini dise–babkan karena kedatangan warga belajar yang tidak tepat waktu dan ketika proses pelatihan (nabuh maupun nembang) mereka lupa waktu. Metode pembelajaran dan pelatihan yang dilakukan oleh tutor menggunakan pendekatan partisipatif kare–na dalam rancangan dan proses pembela–jaran warga belajar, penyelenaggara dan tutor terlibat secara langsung. Desain lokal menjadi dasar dari pengembangan materi pelatihan seni budaya karena yang dipelajari adalah karawitan gagrag Banayumasan, calung, ebeg, lengger dan dengglung laras yang merupakan kesenian lokal daerah Banyumas. Warga belajar memilih kelompok seni sesuai dengan minat dan kebutuhan mereka sehingga hasil belajarnya bisa difungsionalisasikan untuk menambah penghasilan yang pada gilirannya bisa meningkatkan kesejahtera–an warga belajar. Aktivitas warga belajar dalam mengikuti proses pelatihan sudah baik, karena mereka terlibat aktif secara langsung memperagakan fasilitas yang ada dalam proses pembelajaran dan pelatihan keaksaraan senin budaya lokal. Tutor berperan sebagai fasilitator yang memfasi–litasi berlangsungnya proses pelatihan. Kegiatan belajar mengajar keaksaraaan secara harfiah yaitu meningkatkan kemampuan membaca, menulis, berhitung dan berkomunikasi mengguanakan bahasa Indonesia kurang mendapat perhatian, karena hanya terdapat 6 warga belajar berkeaksaraan rendah yang pembelajaran–nya dilakukan dengan pendekatan individual. Evaluasi pembelajaran oleh tutor adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai kemampuan warga belajar. Ada 3 macam evaluasi pembelajaran yang seharusnya dilakukan, yaitu evaluasi pra pembelajaran (pre test) , evaluasi proses pembelajaran, dan evaluasi akhir (post test). Rupanya tutor hanya melaksanakan evaluasi proses saja karena untuk mengukur kemampuan warga belajar tutor menilainya ketika berpartisipasi memainkan seni lokal dalam kelompok masing-masing. Untuk pengembangan program dilaksana–kan sosialisasi dan promosi, menjalin kemitraan dan membentuk kelompok seni dan kelompok usaha bersama. Diperlukan perbaikan pelaksanaan evaluasi pembela–jaran oleh tutor. Karena tutor hanya melaksanakan evalusi untuk kemampuan motorik saja, yaitu tentang ketrampilan berkesenian. Evaluasi lain tidak dilaksana–kan untuk mengukur keberhasilan warga belajar. Disamping itu tutor juga tidak mempersiapkan secara administrasi sebelum pembelajaran dimulai, artinya tutor tidak membuat RPP Pendidikan dan Pelatihan KSBL.
Diukur dari hasil yang timbul adanya program KSBL, program dapat dikategorikan berhasil, karena, terbentuk kelompok seni baru sebagai wujud terpeliharanya kearifan seni budaya lokal di desa Kotayasa yang diapresiasi melalui pementasan seni, berarti pula tumbuh kesadaran masyarakat untuk menghargai seni lokal daerah sendiri. Dan terbentuk pula Kelompok belajar usaha anyam ebeg banyumasan yang produknya layak jual sehingga bisa menambah penghasilan ang–gota kelompoknya. Saran untuk perbaikan penyelenggaraan program keaksaraan seni budaya lokal di PKBM Harmoni adalah sebagai berikut: 1) Prioritaskan sasaran pada warga masyarakat berkeaksaraan rendah/paska keaksaraan dasar dan atau lulusan kelompok belajar kesetaraan sehingga ketepatan sasaran cukup tinggi (adekuat); 2) Pengelolaan pembelajaran tidak melulu pada pencapaian kompetensi bidang seni saja, tapi kompetensi keaksaraan lanjutan juga dibelajarkan kepada semua peserta didik; 3) Ketua penyelenggara hendaknya mendelegasikan tugas kepada yang bersangkutan agar berjalan sesuai dengan fungsinya; 4) Kompetensi profesional tutor perlu ditingkatkan, mengingat secara administra–si hampir semua tutor kurang mempersiap–kan rencana pembelajaran ; 5) Pengelola dan lembaga mitra hendaknya melaksana–kan monitoring dan evaluasi untuk perbaikan program selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adi Rukminto Isbandi (1994) Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan, Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Arikunto, Suharsimi & Cepi Safruddin A.J.(2007) Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Badrun Kartowangiran (2009) Makalah evaluasi program disampaiakan pada Pelatihan evaluasi program di UNY
Bindikmas, Kemendikbud (2013) Pedoman pembentukan dan penyelenggaraan PKBM
Bungin, B. (2000). Analisis Data Penelitian Kualitatif:Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta:Rajawali Pers
Ditjen Bindikmas. (2012) Juknis Program Pendidikan Keaksaraan Berbasis Seni Budaya Lokal. Ditjen Bindikmas
Entoh Tohani. Evaluasi Kelembagaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Sebagai Agent Pengembangan Masyarakat di Kab. Bantul, Provinsi DIY
Halliday, T.J (2006) , The Development of New Zeland Reading Test, Thesis of University of Waikato, New Zeland. (diunduh di http://researchcommons.waikato.ac.nz, 12 Sept 2013)
Kusmiadi, Ade (2005) Model Program Pembelajaran Pasca-keaksaraan untuk Pemberdayaan Perempuan Pedesaan.
Lidya Freyani Hawadi, Psikolog dalam acara “ International Seminar on the Development of Media Literacy for the Remote Area” http://www.p2pnfisemarang.org (diakses 18 februari 2014)
Marzuki, Saleh (2010) Pendidikan Noformal, Dimensi Da;lam Kdeaksaraan Fungsional, Pelatihan, dan Andragogi, Bandung:Remaja Rosdakarya
Panjaitan Merphin (2009) Memberdayakan Kaum Miskin, Jakarta:BPK Gunung Mulia
Sarbini, (2009) Makalah evaluasi program disampaiakan pada Pelatihan evaluasi program di UNY
Sudjana, D, 2000. Pendidikan Luar Sekolah, Wawasan, Sejarah Perkembangan, Falsafah, Teori Pendukung, Asas. Bandung: Falah Production.
Sugiyono. (2008) metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan RD. Bandung: Alfabeta.
Sutardi (2009) Makalah evaluasi program disampaiakan pada Pelatihan evaluasi program di UNY
Tim peneliti: Rofiq, Widodo,Yani dan Romdin. (2005). Pemberdayaan Pesantren: Menuju Kemandirian dan Profesionalisme Santri dengan Metode Daurah Kebudayaan, Jogjakarta: LkiS Pelangi Aksara.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan (2007) Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Imperial Bhakti Utama.
Umbertus Sihombing, (1999) Pendidikan luar sekolah: kini dan masa depan, Jakarta: Mahkota.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional
Wrihatnolo & Dwijowijoto. (2007). Managemen Pemberdayaan: Sebuah Pengantar dan Panduan untuk Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta: Gramedia.
Widiaputranti, C dan Eko S (2005). Pemberdayaan Kaum Marginal, Jogjakarta: APMD Press
Wahyudi Ruwiyanto (1994) Peranan pendidikan dalam pengentasan masyarakat miskin: pengaruh faktor-faktor dinamika organisasi lembaga pendidikan karya terhadap manfaat sosioekonomi warga belajar, Jakarta: RajaGrafindo Persada
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan (2007) Ilmu dan Aplikasi Pendidikan fip-upn, penerbit: PT. Imperial bhakti utama