UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN

DAN HASIL BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN MATEMATIKA MATERI PERSAMAAN GARIS LURUS

DENGAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVITAS

PADA SISWA KELAS VIII – D SMP NEGERI 2 TRANGKIL

SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN 2015/2016

 

Suyanto

Guru Matematika SMP Negeri 2 Trangkil Kabupaten Pati

 

ABSTRAK

Pada dasarnya Matematika adalah pelajaran yang mengasikkan, menyenangkan, didalamnya banyak tantangan-tantangan yang selalu menjadi penasaran untuk dipecahkan, tetapi ada sebagian anak menganggap matematika merupakan mata pelajaran yang sangat sulit untuk dipelajari, bahkan tidak menarik dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain, hanya sedikit sekali siswa yang menyukainya, ini terbukti dengan hasil pembelajaran yang diperoleh siswa selalu rendah. Untuk mengubah pandangan tersebut diperlukan suatu cara yang bisa membuat siswa tertarik untuk mempelajari matematika. Belajar merupakan proses yang membuat seseorang mengalami perubahan tingkah laku baik dalam bentuk pengetahuan dan sikap sebagai hasil dari pengalaman yang diperolehnya, dengan demikian orang yang belajar merupakan orang yang mengalami sendiri proses pembelajaran tersebut. Pembelajaran matematika harus dapat dikemas dalam bentuk yang menyenangkan dan melibatkan semua siswa secara aktif, sehingga siswa memperoleh sendiri pengetahuan yang harus dimilikinya. Penelitian ini bertujuan untuk meminimalkan kesulitan belajar siswa dalam bidang studi matematika, kegiatannya dilaksanakan dalam proses pembelajaran, dengan memaksimalkan keaktifan siswa, guru hanya sebagai fasilitator dan motivator. Dalam pembelajaran konstruktivitas siswa belajar dengan mengalami sendiri dan membangun pengetahuan sendiri dari pengalaman yang dialaminya, dan pada akhirnya belajarnya bermakna, bila belajarnya bermakna maka kesulitan belajar siswa teratasi. Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus, masing-masing siklus terdiri atas tahap Perencanaan, Tindakan, Pengamatan, Refleksi. Sedangkan pendekatan pembelajaran dalam penelitian ini menggunakan pendekatan konstruktivis melalui Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang peneliti buat secara berstruktur sehingga siswa bisa membangun pengetahuannya sendiri dengan jalan menyelesaikan LKS secara berkelompok. Kriteria keberhasilan penelitian tindakan ini penulis tentukan sebagai berikut: Siswa dinyatakan berhasil dalam pembelajaran yang peneliti lakukan jika: (1) Nilai hasil test mencapai ≥ 71.00, (2) Nilai afektif dari hasil observasi terhadap proses pembelajaran mencapai ≥ 18, (3) Nilai angket untuk mengetahui respons siswa dalam pembelajaran mencapai ≥ 20. Penelitian ini dinyatakan berhasil jika terjadi siswa yang dinyatakan berhasil dalam pembelajaran dari siklus I s.d. siklus III pada tiga penilaian yang penulis tetapkan terhadap penelitian tindakan ini mengalami peningkatan (jumlahnya semakin banyak). Dari hasil peneleitian diperoleh gambaran, siswa memperoleh ≥ 71.00 pada silus I sebesar 13 siswa (46.43%), siklus II sebesar 18 siswa (64.28%) dan siklus III sebesar 25 siswa (89.29%). Dari hasil observasi diperoleh gambaran adanya peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran yaitu pada siklus I sebesar 11 siswa (39.29%), siklus II sebesar 18 siswa (64.29%) dan siklus III sebesar 26 siswa (92.86%). Adapun hasil dari angket tentang respoons siswa terhadap pembelajaran diperoleh gambaran pada siklus I sebesar 11 siswa (39.29%), siklus II sebesar 19 siswa (67.86%) dan siklus III sebesar 23 siswa (83.14%). Dalam pembelajaran persamaan garis lurus dengan pendekatan kostruktivis dapat meminimalkan kesulitan belajar siswa terbukti dengan meningkatnya hasil belajar dari siklus I s.d. siklus III hasilnya selalu meningkat dengan kata lain anak yang mengalami kesulitan belajar berkurang, sedangkan dari hasil observasi yang diperoleh peningkatan aktivitas, siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Adapun dari angket diperoleh hasil bahwa pembelajaran dengan pendekatan kostruktivis meningkatkan respons siswa dalam pembelajaran, dan memacu siswa untuk belajar mengkonstruksi sendiri materi pelajaran yang sedang dipelajari dan bila mengalami kesulitan siswa dibantu teman sekelompoknya yang terlebih dahulu memahami materi yang dipelajari dan bila dalam suatu kelompok tidak ada yang bisa menyelesaikan kesulitan yang dihadapi langsung bertanya pada guru.

Kata kunci: kesulitan belajar; pendekatan konstruktivitas; persamaan garis lurus

 

PENDAHULUAN

Saat ini pelajaran matematika masih dianggap sebagai pelajaran yang amat sulit untuk dipelajari, sehingga hasil yang diperoleh siswa masih sangat jauh dari yang diharapkan. Sebagai gambaran dari hasil ulangan harian materi sebelumnya siswa yang memperolah nilai ≥ 71.00, sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal. sebesar 25% (7 siswa dari 28 siswa). Penyebab kesulitan belajar yang dihadapi siswa sangatlah komplek, yang datang dari siswa sendiri misalkan kurangnya pengetahuan prasyarat yang dimiliki siswa, masalah sosial dan lain-lain. Adapun kesulitan belajar siswa disebabkan oleh guru misalnya, guru dalam proses pembelajaran tidak mengikutsertakan siswa dalam pembelajaran secara aktif, siswa hanya disuruh menghafal rumus-rumus, menerima konsep-konsep yang ada tidak melakukan sendiri. Sehingga hasilnya kurang bermakna dan tidak terekam dengan baik pada otak siswa.

Peneliti mengambil materi persamaan garis lurus, karena kebanyakan siswa selama peneliti menyampaikan materi ini banyak mengalami kesulitan, dengan hasil yang kurang membanggakan. Padahal banyak soal-soal yang berhubungan dengan materi telah dibahas, setelah konsep-konsep yang berhubungan dengan materi penulis berikan.

Untuk mengantisipasi permasalahan di atas, perlu diupayakan suatu pembelajaran yang meminimalkan kesulitan belajar siswa. Kesulitan belajar siswa dapat diupayakan dengan cara menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga belajarnya bermakna. Bila belajarnya bermakna diharapkan kesulitan belajar siswa berkurang dan pada akhirnya ada peningkatan hasil belajarnya.

Adapun usaha yang akan dilakukan untuk mengupayakan belajar bermakna pada mata pelajaran matematika dengan Pembelajaran Konstruktivis. Pembelajaran Konstruktivis memungkinkan siswa untuk membangun pengetahuaannya sendiri yang diperoleh dari pengalaman yang dialaminya dan dapat pula menghubungkan dengan pengalaman yang lalu (Pengetahuan Prasyarat) yang dimilikinya.

Masalah yang diangkat dari penelitian ini adalah bagaimanakah penggunaan Pendekatan Konstruktivis dapat meminimalkan kesulitan belajar materi persamaan garis lurus pada siswa kelas VIII – D SMP Negeri 2 Trangkil pada semester 1 tahun pelajaran 2015/2016. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika di SMP Negeri 2 Trangkil yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah siswa yang memperoleh hasil belajar matematika yang optimal, meningkatnya respon siswa dalam aktivitas dan kreativitasnya dalam pembelajaran, dan sekurang-kurangnya 65% perolehan hasil belajar matematika individu siswa kelas VIII – D SMP Negeri 2 Trangkil di atas KKM yang telah ditentukan.

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi siswa dengan mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya dan bagi guru dengan menambah wawasan dan informasi untuk memilih bentuk-bentuk pendekatan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi siswa.

Adapun difinisi operasional yang dipergunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

  • Hasil belajar artinya hasil yang diperoleh dari nilai belajar yang dialami oleh siswa dalam memahami materi yang dipelajari dalam proses pembelajaran.
  • Keaktifan artinya kegiatan siswa dalam mengikuti pelajaran yang disampaikan
  • Pendekatan konstruktivis artinya suatu cara yang dipergunakan dalam proses pembelajaran dengan membangun sendiri pengetahuan yang akan diperoleh siswa melalui pengalaman belajar yang dialaminya.
  • Persamaan garis lurus adalah suatu persamaan dalam matematika yang variabelnya mempunyai pangkat 1 dan grafiknya berupa garis lurus.

LANDASAN TEORI

Makna Pembelajaran Matematika

Belajar merupakan kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Istilah belajar berarti suatu proses perubahan sikap dan tingkah laku setelah terjadinya interaksi antara siswa dengan sumber belajar. Sumber belajar ini dapat berupa buku (sumber informasi lainnya), lingkungan (alam, sosial, budaya), guru atau sesama teman (Depdikbud, 1994b: 25).

Tujuan pembelajaran matematika menurut DepPenNas 2003 adalah:

  1. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsistensi.
  2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba.
  3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
  4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan (DepPenNas, 2003).

Pembelajaran matematika akan bermakna bagi siswa apabila mereka aktif dalam proses pembelajaranan membangun (mengkonstruksi) sendiri materi pembelajaran yang mereka perlukan. Menurut Zakorik (dalam CTL, 2003: 7) ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran konstruktivis.

  1. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (ACTIVATING KNOWLEDGE)
  2. Memperoleh pengetahuan baru (ACQUIRING KNOWLEDGE) dengan cara mempelajari secara keseluruhan data, kemudian memperhatikan detailnya.
  3. Pemahaman pengetahuan (UNDERSTANDING KNOWLEDGE) yaitu dengan cara menyusun (a) konsep sementara (hipotesis), (b) melakukan SHARING kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu, (c) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
  4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (APPLYING KNOWLEDGE).
  5. Melakukan refleksi (REFLECTING KNOWLEDGE) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.

Dalam pembelajaran matematika pengaruh konstruktivisme menurut Lambas, dkk, (2004: 14) meliputi:

  1. Pengaruh konstruktivisme terhadap proses pembelajaran siswa.

Bagi konstruktivisme, belajar adalah kegiatan aktif siswa dalam membangun pengetahuan barunya, siswa mencari sendiri arti dari yang mereka pelajari dan bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya, mereka sendiri yang membuat penalaran dengan apa yang dipelajarinya dengan cara mencari makna, membandingkan apa yang telah diketahui dengan pengalaman dan situasi baru.

  1. Pengaruh konstruktivisme terhadap proses mengajar guru.

Mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi merupakan kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mempertanyakan kejelasan, bersifat kritis dan mengadakan justifikasi.

Kesulitan belajar siswa merupakan suatu hal yang harus segera dapat diatasi, dicari penyebab dan jalan keluarnya. Kegagalan siswa dalam pembelajaran adalah kegagalan guru dalam pendidikan. Karena pengetahuan bukannya seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah-kaidah yang siap diambil dan diingat sejalan dengan itu.

Piaget (dalam Nurhadi, dkk., 2003: 36) berpendapat, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti kotak-kotak yang masing-masing berisi informasi bermakna yang berbeda-beda. Pengalaman sama bagi beberapa orang akan dimaknai berbeda-beda oleh masing-masing individu dan disimpan dalam kotak yang berbeda. Setiap pengalaman baru dihubungkan dengan kotak-kotak (struktur pengalaman) dalam otak manusia tersebut.

Sejalan dengan pendapat di atas, dalam pembelajaran agar siswa diberi kesempatan membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Dalam buku CTL yang disusun oleh Departemen Pendidikan Nasional (2002: 11) siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa, siswa harus mengkonstruksi pengetahuan di benak mereka sendiri.

Pendapat di atas diperkuat oleh Nurhadi (2002: 26) menyatakan landasan filosofi CTL adalah konstruktivis, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahan belajar tidak hanya sekedar menghafal, siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan ketrampilan yang dapat diterapkan.

Pengetahuan terus berkembang, penemuan-penemuan baru banyak yang ditemukan sehingga pembelajaran tidak pernah berakhir dan harus selalu diikuti perkembangannya. Nurhadi, Burhanudin Yasin, Agus Gerrad Senduk (2003: 10) berpendapat teori konstruktivis memandang secara terus-menerus memeriksa informasi-informasi baru yang berlawanan dengan aturan-aturan lain dan memperbarui aturan-aturan tersebut jika tidak sesuai lagi. Teori konstruktivis menuntut siswa berperan aktif dalam pembelajaran mereka sendiri. Karena penekanannya pada siswa yang aktif maka strategi konstruktivis sering disebut pengajaran yang berpusat pada siswa (STUDENT-CENTERED INSTRUCTION). Di dalam kelas yang pengajarannya berpusat pada siswa, peran guru adalah membantu siswa menemukan fakta, konsep atau prinsip bagi diri mereka sendiri, bukan memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan di kelas.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran dapat mengoptimalkan pengalaman belajar. Siswa menemukan konsep-konsep atau dalil matematika sendiri, maupun melalui diskusi kelompok dengan guru sebagai fasilitator, sehingga dapat meminimalkan kesulitan belajar siswa.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Trangkil, yang pelaksanaannya dimulai 11 September 2016 sampai dengan 11 Nopember 2016 yang melibatkan seorang guru matematika sebagai peneliti, 2 guru (teman sejawat) untuk membantu mengambil data sebagai observator dalam pelaksanaan penelitian. Adapun subyek penelitian adalah 28 siswa kelas VIII – D yang keadaan siswa dalam kelas tersebut heterogen.

Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus dengan rincian sebagai berikut: siklus I, dengan dalam 3 x Tatap Muka (TM); siklus II dengan 2 x TM, siklus III dengan 2 x TM. Adapun materi yang dibahas dalam 3 siklus tersebut adalah:

  1. Siklus I membahas materi: mengenal persamaan garis lurus dalam berbagai bentuk dan variabel, mengenal pengertian dan menentukan gradien persamaan garis lurus dalam berbagai bentuk.
  2. Siklus II membahas materi: menentukan persamaan garis lurus pada sebuah titik dengan gradien tertentu dan persamaan garis melalui dua titik.
  3. Siklus III membahas materi: menentukan syarat dua garis sejajar, dua garis berpotongan tegak lurus, dan menentukan koordinat titik potong dua garis yang berpotongan.

Penelitian tindakan kelas ini menggunakan rancangan penelitian tindakan yang dilaksanakan di kelas, sehingga disebut Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini terdiri dari 3 siklus masing-masing siklus meliputi: perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Hal ini sesuai pendapat Suharsimi A, Suhardjono, Supardi (halaman 73) PTK dilaksanakan dalam bentuk siklus berulang yang di dalamnya terdapat empat bahasan utama kegiatan yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.

 

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian Siklus I

Dari hasil pemeriksaan test yang dilakukan oleh peneliti diperoleh gambaran ada 13 siswa dari 28 siswa (46.43%) telah tuntas dalam memahami materi dalam pembelajaran dengan rata-rata hasil test yang telah dicapai 62.36. Dari hasil pengamatan yang peneliti lakukan beserta observator terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran, tampak pada tabel hasil observasi siklus I tentang keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis berikut.

No. Bentuk Keterlibatan Siswa Frekuensi Prosentase%
1

2

3

4

Tidak aktif

Kurang aktif

Aktif

Sangat aktif

7

10

8

3

25

35,71

28.57

10.71

 

Dari tabel tampak bahwa dari 28 siswa kelas VIII – D yang aktif dalam pembelajaran 11 siswa (39,29%). Dari hasil pemeriksaan angket yang dikerjakan oleh siswa dalam akhir siklus I tentang respons siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis tampak pada tabel angket siklus I respons siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis berikut.

No. Respons Siswa Frekuensi  Prosentase (%)
1

2

3

4

Tidak menyenangkan

Kurang menyenangkan

Menyenangkan

Sangat menyenangkan

7

10

7

4

25

35,71

25

14,29

 

Dari tabel tampak bahwa respons siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis sebesar 11 siswa dari 28 siswa (39,29%) kelas VIII – D.

Hasil Penelitian Siklus II

Dari hasil pemeriksaan test yang dilakukan oleh peneliti diperoleh gambaran ada 18 siswa dari 28 siswa (64,28%) telah tuntas dalam memahami materi pada pembelajaran pada siklus II dengan rata-rata hasil test yang telah dicapai 69,14. hasil pengamatan yang dilakukan peneliti bersama kolaborator terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran, tampak siswa yang terlibat aktif dalam pembelajaran 18 siswa (64,29%) pada tabel hasil observasi siklus II keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis berikut.

No. Bentuk Keterlibatan Siswa Frekuensi Prosentase%
1

2

3

4

Tidak aktif

Kurang aktif

Aktif

Sangat aktif

4

6

12

6

14,29

21,43

42,86

21,43

 

Dari hasil pemeriksaan angket yang dikerjakan oleh siswa dalam akhir siklus II tentang respons siswa pada pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis tampak bahwa respons siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis sebesar 19 siswa (67,86%) pada tabel berikut:

No. Respons Siswa Frekuensi  Prosentase (%)
1

2

3

4

Tidak menyenangkan

Kurang menyenangkan

Menyenangkan

Sangat menyenangkan

4

5

10

9

14,29

17,86

35,71

32,14

 

Hasil Penelitian Siklus III

Dari hasil pemeriksaan test yang dilakukan oleh peneliti diperoleh gambaran ada 25 siswa dari 28 siswa (89,29%) telah tuntas dalam memahami materi pada pembelajaran pada siklus III dengan rata-rata hasil test yang telah dicapai sebesar 76,43. Dari hasil pengamatan yang peneliti laksanakan bersama kolaborator terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran, tampak hasil observasi siklus III keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis pada tabel tampak bahwa siswa yang terlibat aktif dalam pembelajaran 26 siswa (92,86%) berikut:

No. Bentuk Keterlibatan Siswa Frekuensi Prosentase%
1

2

3

4

Tidak aktif

Kurang aktif

Aktif

Sangat aktif

1

1

15

11

3,57

3,57

53,57

39,29

 

Dari hasil pemeriksaan angket yang dikerjakan oleh siswa dalam akhir siklus III tentang respons siswa pada pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis tampak pada tabel tampak bahwa respons siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis sebesar 23 siswa (82,14%)berikut:

No. Respons Siswa Frekuensi  Prosentase (%)
1

2

3

4

Tidak menyenangkan

Kurang menyenangkan

Menyenangkan

Sangat menyenangkan

5

10

13

17,86

35,71

46,43

 

Dari data hasil penelitian tindakan kelas nampak bahwa semua unsur yang penulis teliti yaitu, nilai test matematika akhir siklus, nilai afektif dari observasi tentang keterlibatan secara aktif dalam proses pembelajaran maupun dari nilai angket semua mengarah pada peningkatan hasil yang semakin lama semakin baik dari siklus I ke siklus II kemudian ke siklus III. Hal itu menunjukkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan kostruktivis materi persamaan garis lurus pada siswa kelas VIII – D SMP Negeri 2 Trangkil, dapat meminimalkan kesulitan belajar siswa.

PENUTUP

Simpulan

Dari hasil pengamatan lapangan di SMP Negeri 2 Trangkil ditemukan bahwa hasil belajar individual siswa kelas VIII – D rendah (sekitar 23% s.d 46,43%). Siswa yang hasil belajarnya memperoleh nilai ≥ 71,00 sesuai dengan SKBM yang ditetapkan. Untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa, tindakan yang dipakai adalah pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis.

Setelah penelitian tindakan kelas ini berlangsung selama tiga siklus diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

  • Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar kelompok.
  • Terdapat peningkatan rata-rata hasil ulangan akhir siklus.
  • Adanya peningkatan jumlah siswa yang mendapat nilai ≥ 71,00 dari satu siklus ke siklus yang lain.
  • Adanya peningkatan respons siswa terhadap pembelajaran.
  • Pembelajaran dengan pendekatan konstuktivis dapat meminimalkan kesulitan belajar siswa
  • Secara klasikal, peningkatan hasil belajar matematika siswa sangat bergantung dari keterlibatan guru dalam malakukan analisis materi pelajaran dan bagaimana guru berperan dalam mendampingi siswa ketika proses pembelajaran berlangsung.

Saran

Terhadap Guru sehubungan dengan hasil penelitian ini diharapkan kepada guru-guru untuk dapat melanjutkan kegiatan serupa dengan mengajak guru-guru lain baik pada sekolah yang sama maupun pada sekolah yang lain guna meningkatkan mutu pendidikan. Pada suatu proses pembelajaran hendaknya guru menggunakan metode/pendekatan yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan dan melakukan analisis materi pelajaran yang akan disampaikan serta berperan dalam mendampingi siswa ketika proses pembelajaran berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto S, Suhardjono, Supardi. 2003. Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara.

Kurikulum Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). 1994. Garis-garis Besar Program Pengajaran, Jakarta: Depdikbud.

Kurikulum Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). 1994. Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Depdikbud.

Kurikulum 2004 Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. 2003. Standar Kompetensi, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Lambas, dkk, 2004. Materi Pelatihan Terintegrasi Buku 3, Modul 25, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.

Nurhadi. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL), Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Nurhadi, Yasin B, Senduk, A.G. 2003. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) dan Penerapannya dalam KBK, Malang: Penerbit UM.

Sungkowo. 2003. Pendekatan Kontekstual, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.