UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN KOMPETENSI GURU

KELAS IV GUGUS KARTINI DALAM MENYUSUN PROPOSAL PTK MELALUI BIMBINGAN KELOMPOK DI KKG KECAMATAN TANON KABUPATEN SRAGEN SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 2019/2020

 

Ngatini

Gugus Kartini Kecamatan Tanon

 

ABSTRAK

Tujuan Penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah bimbingan kelompok dapat meningkatkan motivasi dan kompetensi guru dalam menyusun proposal PTK bagi guru, untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi guru dalam menyusun PTK dan sekaligus mencari jalan keluarnya dan untuk memberikan pemahaman dan merubah paradigma bahwa penyusunan PTK itu penting dan mudah.Subjek dalam penelitian ini adalah guru-guru Kelas 3, Kelas 4 dan Kelas 5 Sekolah Dasar yang ada di Gugus Kartini Kecamatan Tanon Kabupaten Sragen. Berikut adalah nama-nama sekolah yang dijadikan subjek penelitian: SDN Gabugan 1 , SDN Gabugan 2, SDN Gabugan 3, SDN Jono 1, SDN Jono 2, SDN Padas 2, SDN Tanon 1. Penelitian ini dilaksanakan di SD Gugus Kartini Kecamatan Tanon Kabupaten Sragen. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa bimbingan kelompok dapat meningkatkan motivasi guru dalam menyusun Proposal Penelitian Tindakan Kelas. Guru menunjukkan keseriusan dalam memahami dan menyusun Proposal Penelitian Tindakan Kelas apalagi setelah mendapatkan bimbingan penyusunan Proposal Penelitian Tindakan Kelas dari peneliti. Informasi ini peneliti peroleh dari hasil pengamatan pada saat mengadakan wawancara dan bimbingan penyusunan Proposal Penelitian Tindakan Kelas kepada para guru. Bimbingan kelompok dapat meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun Proposal Penelitian Tindakan Kelas. Hal itu dapat dibuktikan dari hasil observasi /pengamatan yang memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan kompetensi guru dalam menyusun Proposal Penelitian Tindakan Kelas dari siklus ke siklus. Pada siklus I nilai rata-rata Proposal Penelitian Tindakan Kelas 76% dan pada siklus II 89%. Jadi, terjadi peningkatan 13% dari siklus I. Telah terbukti bahwa dengan bimbingan berkelompok dapat meningkatkan motivasi dan kompetensi guru dalam menyusun Proposal Penelitian Tindakan Kelas.

Kata Kunci: Motivasi, Kompetensi dan Bimbingan Kelompok

 

PENDAHULUAN

Dalam kegiatan pembelajaran, seorang guru sudah pasti akan berhadapan dengan berbagai persoalan baik menyangkut peserta didik, subject matter, maupun metode pembelajaran. Sebagai seorang profesional, guru harus mampu membuat prefessional judgement yang didasarkan pada data sekaligus teori yang akurat. Selain itu guru juga harus melakukan peningkatan mutu pembelajaran secara terus menerus agar prestasi belajar peserta didik optimal disertai dengan kepuasan yang tinggi.

Dalam Permendiknas Nomor 17 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru, dalam kompetensi profesional guru dituntut untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif dan melakukan penelitian tindakan kelas untuk peningkatan keprofesionalan.

Untuk mewujudkan hal tersebut guru harus dibekali dengan kemampuan meneliti, khususnya Penelitian Tindakan Kelas. Dalam hal ini peran pengawas sebagai pembina dan pembimbing para guru tentu sangat dibutuhkan. Pengawas tidak hanya berperan sebagai resources person atau konsultan, bahkan secara kolaboratif dapat bersama-sama dengan guru melakukan penelitian tindakan kelas bagi peningkatan pembelajaran.

Masalah yang terjadi di lapangan masih ditemukan adanya guru yang tidak bisa memperhatikan berbagai persoalan baik menyangkut peserta didik, subject matter, maupun metode pembelajaran, sehingga guru kurang mamahami untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas sekaligus mencari jawaban ilmiah mengapa hal tersebut dapat dipecahkan melalui tindakan yang akan dilakukan, hal ini peneliti temui pada saat mengadakan supervisi akademik (supervisi kunjungan kelas) pada sekolah binaan.

Berdasarkan kenyataan diatas maka dimungkinkan penyebab terjadinya beberapa guru kurang mampu mamahami untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas sekaligus mencari jawaban ilmiah antara lain:

  1. Kurangnya perhatian terhadap berbagai persoalan baik menyangkut peserta didik, subject matter, maupun metode pembelajaran
  2. Kurangnya pelatihan tentang PTK
  3. Kurangnya tenaga yang dapat memberikan bimbingan dalam pelaksanaan PTK
  4. Adanya anggapan bahwa PTK adalah seusuatu yang sulit dan tidak semua guru mampu melakukan

Permasalahan tersebut berpengaruh besar terhadap pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan khususnya guru kelas 3, kelas 4 dan kelas 5. Guru akan menemui kesulitan untuk memperoleh informasi tentang bagaimana guru mengajar dan siswa belajar serta melakukan tindakan untuk memperbaikinya. Guru tidak melakukan upaya menyelesaikan permasalahan kelas yang monoton yang membuat peserta didik menjadi malas untuk datang ke kelas dan tidak adanya sebuah ide atau motivasi untuk membuat kelas yang hidup dan tidak berkesan kaku dan membosankan.

Motivasi merupakan suatu proses atau kegiatan pada seseorang yang memberikan semangat, arah dan kegigihan prilaku, dengan dorongan sebagai keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan (moves), dan mengarah atau menyalurkan perilaku kearah mencapai kebutuhan. Motivasi kerja merupakan salah satu indikator keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu kegiatan atau pekerjaan. Masing-masing pihak bekerja menurut aturan atau ukuran yang ditetapkan dengan saling menghormati, saling membutuhkan, saling mengerti, serta menghargai hak dan kewajiban masing-masing dalam keseluruhan proses kerja opersional. Gibson (Winardi, 2008:4-5). Motivasi merupakan sebuah konsep yang kita gunakan, yang apabila kita menerangkan kekuatan yang mempengaruhi seseorang individu atau yang ada di dalam diri individu tersebut, yang menginisiasi serta mengarahkan lahirnya prilaku-prilaku yang berbeda menurut intensitas-nya, dimana prilaku tersebut yang lebih intens kita anggap sebagai hasil dari tingkat-tingkat motivasi yang lebih intensif. Yasin (Usman, 2012: 75) mendefinisikan motivasi sebagai serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu. Sikap dan nilai tersebut merupakan sesuatu yang invisible (tidak kelihatan) yang memberikan kekuatan untuk mendorong individu bertingkah laku dalam mencapai tujuan. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa, seorang manajer atau pemimpin sangat berperan dalam meningkatkan kemampuan kerja para bawahannya. Aspirasi, dorongan dan semangat yang diberikan oleh pemimpin sebagai motivasi sangat mendukung kinerja para bawahan, begitu juga dengan seorang guru, motivasi dari kepala sekolah adalah kunci keberhasilan dalam proses belajar mengajar.

KAJIAN PUSTAKA

Motivasi

Pengajaran tradisional menitik beratkan pada metode imposisi, yakni pengajaran dengan cara menuangkan hal-hal yang dianggap penting oleh guru bagi murid (Hamalik, 2002:157). Cara ini tidak mempertimbangkan apakah bahan pelajaran yang diberikan itu sesuai atau tidak dengan kesanggupan, kebutuhan, minat, dan tingkat kesanggupan, serta pemahaman murid. Tidak pula diperhatikan apakah bahan-bahan yang diberikan itu didasarkan atas motif-motif dan tujuan yang ada pada murid.

Sejak adanya penemuan-penemuan baru dalam bidang psikologi tentang kepribadian dan tingkah laku manusia, serta perkembangan dalam bidang ilmu pendidikan maka pandangan tersebut kemudian berubah. Faktor siswa didik justru menjadi unsur yang menentukan berhasil atau tidaknya pengajaran berdasarkan “pusat minat” anak makan, pakaian, permainan/bekerja. Kemudian menyusul tokoh pendidikan lainnya seperti Dr. John Dewey, yang terkenal dengan “pengajaran proyeknya”, yang berdasarkan pada masalah yang menarik minat siswa, sistem perekolahan lainnya. Sehingga sejak itu pula para ahli berpendapat, bahwa tingkah laku manusia didorong oleh motif-motif tertentu, dan perbuatan belajar akan berhasil apabila didasarkan pada motivasi yang ada pada murid. Murid dapat dipaksa untuk mengikuti semua perbuatan, tetapi ia tidak dapat dipaksa untuk menghayati perbuatan itu sebagaimana mestinya. Seekor kuda dapat digiring ke sungai tetapi tidak dapat dipaksa untuk minum. Demikian pula juga halnya dengan murid, guru dapat memaksakan bahan pelajaran kepada mereka, akan tetapi guru tidak mungkin dapat memaksanya untuk belajar dalam arti sesungguhnya. Inilah yng menjadi tugas yang paling berat yakni bagaimana caranya berusaha agar murid mau belajar, dan memiliki keinginan untuk belajar secara kontinyu.

Motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu (Usman, 2001:28).

Sedangkan menurut Djamarah (2002:114) motivasi adalah suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang kedalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Nur (2001:3) bahwa siswa yang termotivasi dalam belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan menyerap dan mengendapkan materi itu dengan lebih baik. Jadi motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.

Kompetensi

Depdiknas (2004:4) kompetensi diartikan, ”sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak”. “Secara sederhana kompetensi diartikan seperangkat kemampuan yang meliputi pengetahuan, sikap, nilai dan keterampilan yang harus dikuasai dan dimiliki seseorang dalam rangka melaksanakan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawab pekerjaan dan/atau jabatan yang disandangnya” (Nana Sudjana 2009:1).

Nurhadi (2004:15) menyatakan, “kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak”. Selanjutnya menurut para ahli pendidikan McAshan (dalam Nurhadi 2004:16) menyatakan, ”kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai seseorang sebagai pengetahuan,keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga dapat melakukan perilaku-perilaku koqnitif, afektif, dan psikomotor dengan sebaik-baiknya.”

Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak (Dalam Suparlan). Arti lain dari kompetensi adalah spesifikasi dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki seseorang serta penerapannya di dalam pekerjaan, sesuai dengan standar kinerja yang dibutuhkan oleh lapangan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan kompetensi adalah sebagai suatu kecakapan untuk melakukan sesuatu pekerjaan berkat pengetahuan, keterampilan ataupun keahlian yang dimiliki untuk melaksanakan suatu pekerjaan.

Undang-Undang Guru dan Dosen No.14 Tahun 2005 Pasal 8 menyatakan, ”guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.” Dari rumusan di atas jelas disebutkan pemilikan kompetensi oleh setiap guru merupakan syarat yang mutlak harus dipenuhi oleh guru. Dengan demikian, kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya.

Selanjutnya Pasal 10 menyebutkan empat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yakni (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi sosial, dan (4) kompetensi profesional. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan, maupun sikap profesional dalam menjalankan fungsi sebagai guru.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan standar Kompetensi guru adalah suatu pernyataan tentang kriteria yang dipersyaratkan, ditetapkan dalam bentuk penguasaan perangkat kemampuan yang meliputi pengetahuan, sikap, nilai dan keterampilan bagi seorang tenaga kependidikan sehingga layak disebut kompeten. Standar kompetensi guru dipilah kedalam tiga komponen yang kait-mengait, yakni: 1) pengelolaan pembelajaran, 2) pengembangan profesi, dan 3) penguasaan akademik. Komponen pertama terdiri atas empat kompetensi, komponen kedua memiliki satu kompetensi, dan komponen ketiga memiliki dua kompetensi. Dengan demikian, ketiga komponen tersebut secara keseluruhan meliputi tujuh kompetensi dasar, yaitu: 1) penyusunan rencana pembelajaran, 2) pelaksanaan interaksi belajar mengajar, 3) penilaian prestasi belajar peserta didik, 4) pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik, 5) pengembangan profesi, 6) pemahaman wawasan kependidikan, dan 7) penguasaan bahan kajian akademik (sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan).

Abdurrahman Mas’ud (dalam Suparlan 2005:99) menyebutkan tiga kompetensi dasar yang harus dimiliki guru, yakni: (1) menguasai materi atau bahan ajar, (2) antusiasme, dan (3) penuh kasih sayang (loving) dalam mengajar dan mendidik.

Bimbingan Kelompok

Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang ahli kepada seseorang atau beberapa individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. agar orang yang dibimbingan dapat mengembangkan kemampun dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku. Kelompok adalah layanan yang membantu klien atau peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karier dan pengambilan keputusan serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok.

Bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang diberikan dalam suasana kelompok. Gazda mengemukakan bahwa bimbingan kelompok di sekolah merupakan kegiatan informasi kepada sekelompok peserta didik untuk membantu mereka menyusun rencana dan keputusan yang tepat.

Gazda juga menyebutkan bahwa bimbingan kelompok diselenggarakan untuk memberikan informasi yang bersifat personal, vokasional, dan sosial. Menurut Winkel dan Sri Hastuti, bimbingan kelompok merupakan salah satu pengalaman melalui pembentukan kelompok yang khas untuk keperluan pelayanan bimbingan kelompok. Thantawy menjelaskan pengertian bimbingan kelompok merupakan salah satu upaya yang diberikan kapada beberapa individu dalam stuasi kelompok, dengan sasaran kelompok tetap adalah individu yang memiliki masalah yang sama.

Sitti Hartinah mengemukakan bahwa bimbingan kelompok merupakan bimbingan yang dilaksanakan secara kelompok terhadap sejumlah individu sekaligus agar individu tersebut dapat menerima bimbingan yang dimaksudkan. Hal tesebut mengindikasikan bahwa dalam kegiatan bimbingan kelompok pelaksanaanya dilakukan secara bersama-sama terhadap sejumlah individu sehingga masing-masing individu dapat memahami kegitan bimbingan kelompok pelaksanaannya dilakukan secara bersama-sama terhadap sejumlah individu dapat memahami kegiatan bimbingan yang tengah diterapkan. Sitti Hartinah juga mengemukakan bahwa kriteria bimbingan kelompok yang baik yaitu “bila didalam kelompok diwarnai semangat tinggi, dinamis, hubungan yang harmonis, kerjasama yang baik dan saling mempercayai antara kelompok.”

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok adalah kegiatan bimbingan yang diberikan kepada sejumlah individu yang dilakukan secara bersam-sama, guna dapat membantu peserta didik dalam menyusun rencana dan pengambilan keputusan yang tepat, bimbingan kelompok diselenggarakan untuk memberikan informasi yang bersifat propesional, vokasional, dan sosial. Proses pemberian bantuan yang diberikan kepada individu untuk meningkatkan dan mengembangkan potensi yang ada pada dirinya secara maksimal dengan memberikan informasi, diskusi, tanya jawab dengan memanfaatkan dinamika kelompok.

Adapun tujuan layanan bimbingan kelompok menurut beberapa para ahli. Menurut Halena tujuan dari layanan bimbingan kelompok yaitu untuk mengembangkan langkah-langkah bersama untuk menangani permasalahan yang dibahas di dalam kelompok, dengan demikian dapat menumbuhkan hubungan yang baik antar anggota kelompok, kemampuan berkomunikasi antar individu, pemahaman berbagai situasi dan kondisi lingkungan, dapat mengembangkan sikap dan tindakan nyata untuk mencapai hal-hal yang diinginkan sebagaimana terungkap didalam kelompok.

Sedangkan menurut Bennet tujuan layanan bimbingan kelompok adalah sebagai berikut:

  1. memberikan kesempatan-kesempatan pada peserta didik belajar hal-hal penting yang berguna bagi pengarahan dirinya yang kaitan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi dan sosial;
  2. memberikan layanan-layanan penyembuhan melalui kegiatan kelompok;
  3. bimbingan secara kelompok lebih ekonomis dari pada melalui kegiatan bimbingan individual; dan
  4. untuk melaksanakan layanan konseling individu secara lebih efektif. denganmemepelajari masalah-masalah yang umum dialami oleh individu dan dengan meredakan atau menghilangkan hambatan-hambatan emosional melalui kegiatan kelompok, maka pemahaman terhadap masalah individu menjadi lebih mudah.

Dari beberapa tujuan layanan bimbingan kelompok menurut beberapa ahli dapat disimpulkan, bahwa layanan bimbingan kelompok merupakan sebuah layanan bimbingan konseling yang bertujuan untuk membentuk pribadi individu yang dapat hidup secara harmonis, dinamis, produktif, kreatif dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara optimal. Pelaksanaan dilakukan dengan cara berkelompok dengan memperhatikan norma-norma yang belaku dengan memanfaatkan dinamika kelompok

Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teori di atas, maka dalam menyusun Proposal PTK melalui bimbingan kelompok oleh pengawas sekolah diyakini benar akan meningkatkan motivasi dan kompetensi guru dalam menyusun Proposal PTK Gugus Kartini Kecamatan Tanon Kabupaten Sragen. Hal ini hanya mungkin akan terjadi apabila antara pengawas sekolah, kepala sekolah dan guru SD Gugus Kartini Kecamatan Tanon Kabupaten Sragen mau bersinergis untuk saling berkontribusi secara positif. Untuk itu, semua pihak yang terlibat perlu lebih dulu merencanakan segala sesuatunya dengan matang. Perencanaan yang dibuat tentunya didasarkan pada prinsip-prinsip bimbingan dari pengawas sekolah dengan mempertimbangkan upaya strategis yang akan diterapkan (dalam hal ini peningkatan motivasi dan kompetensi guru).

Adapun pelaksanaannya, tidak boleh menyimpang dari yang sudah direncanakan. Selama proses bimbingan sedang berlangsung, pengawas sekolah dan guru berkolaborasi menciptakan iklim pembelajaran yang memungkin seluruh siswa belajar secara aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan. Sejak awal hingga akhir proses bimbingan kelompok berlangsung, pengawas sekolah mencatat dan menilai kinerja guru, yang hasilnya akan dijadikan bahan diskusi untuk menentukan langkah tindak lanjut ke depan supaya lebih berhasil mencapai sasaran.

METODOLOGI PENELITIAN

Subjek yang akan di bimbing adalah Guru Kelas 3, Kelas 4 dan Kelas 5 di Sekolah Dasar Gugus Kartini Kecamatan Tanon, adapun sasaran utama dilakukannya bimbingan kelompok adalah Hasil Evaluasi Diri Guru tentang kemampuan menyusun Proposal Penelitian Tindakan Kelas yang sudah dibuat guru.

Subyek pada penelitian ini adalah Guru Kelas 3, Kelas 4 dan Kelas 5 di Sekolah Dasar Gugus Kartini Kecamatan Tanon, yang terdiri dari 7 SD Negeri yaitu SDN Gabugan 1, SDN Gabugan 2, SDN Gabugan 3, SDN Jono 1, SDN Jono 2, SDN Padas 2, SDN Tanon 1.

Lokasi Penelitian ini penulis lakukan di Sekolah Dasar Gugus Kartini Kecamatan Tanon Kabupaten Sragen. Waktu Penelitian dalam penelitian ini penulis melakukan selama 4 bulan yaitu bulan Januari s/d April 2020.

Penelitian tindakan sekolah ini akan dilaksanakan dalam dua siklus di mana kegiatan setiap siklusnya meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, tindakan, observasi, evaluasi dan refleksi.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah Wawancara dipergunakan untuk mendapatkan data atau informasi tentang pemahaman guru terhadap Proposal Penelitian Tindakan Kelas, Observasi dipergunakan untuk mengumpulkan data dan mengetahui kompetensi guru dalam menyusun Proposal Penelitian Tindakan Kelas dengan lengkap, Diskusi dilakukan antara peneliti dengan guru.

Alat pengumpulan data dalam PTS ini adalah Wawancara menggunakan panduan wawancara untuk mengetahui kemampuan awal yang dimiliki guru tentang Proposal Penelitian Tindakan Kelas, Observasi menggunakan lembar observasi untuk mengetahui komponen Proposal Penelitian Tindakan Kelas yang telah dibuat dan yang belum dibuat oleh guru, Diskusi dilakukan dengan maksud untuk sharing pendapat antara peneliti dengan guru.

Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Sekolah (School Action Research), yaitu sebuah penelitian yang merupakan kerjasama antara peneliti dan guru, dalam meningkatkan kemampuan guru agar menjadi lebih baik dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, dengan menggunakan teknik persentase untuk melihat peningkatan yang terjadi dari siklus ke siklus. ”Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/ melukiskan keadaan subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 1985:63). Dengan metode ini peneliti berupaya menjelaskan data yang peneliti kumpulkan melalui komunikasi langsung atau wawancara, observasi/pengamatan, dan diskusi yang berupa persentase atau angka-angka.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kesulitan-kesulitan yang dialami oleh guru dalam menyusun Proposal Penelitian Tindakan Kelas. Selanjutnya peneliti memberikan alternatif atau usaha guna meningkatkan kemampuan guru dalam membuat rencana pelaksanaan pembelajaran.

Dalam penelitian ini mengharapkan secara rinci indikator pencapaian hasil paling rendah 80%, guru yang tergabung dalam kelompok mampu menyusun Proposal Penelitian Tindakan Kelas sesuai buku pedoman penilaian kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan 2010.

HASIL PENELITIAN

Penelitian Tindakan Sekolah dilaksanakan di SD Gugus Kartini Kecamatan Tanon Kabupaten Sragen merupakan sekolah binaan peneliti berstatus negeri dan swasta, terdiri atas dua belas guru yang dibagi dalam 3 kelompok guru kelas, dan dilaksanakan dalam dua siklus. Kedua belas guru tersebut menunjukkan sikap yang baik dan termotivasi dalam menyusun Proposal Penelitian Tindakan Kelas dengan lengkap. Hal ini peneliti ketahui dari hasil pengamatan pada saat melakukan wawancara dan bimbingan penyusunan Proposal Penelitian Tindakan Kelas. Selanjutnya dilihat dari kompetensi guru dalam menyusun Proposal Penelitian Tindakan Kelas, terjadi peningkatan dari siklus ke siklus.

Pada siklus I semua kelompok guru kelas menyusun Judul Proposal Penelitian Tindakan Kelas sesuai dengan indikator penyusunan judul Proposal Penelitian Tindakan Kelas. Jika dipersentasekan maka kelompok 1 memperoleh skor 80% (baik) pada siklus 1, dan tetap dengan skor 80% (baik) pada siklus 2. Kelompok 2 memperoleh skor 80% (baik) pada siklus 1, dan tetap dengan skor 80% (baik) pada siklus 2, dan Kelompok 3 memperoleh skor 80% (baik) pada siklus 1, dan meningkat pada skor 100% (sangat baik) pada siklus 2. Secara keseluruhan untuk 3 kelompok memperoleh skor 80% (baik) pada siklus I dan meningkat pada skor 87% (baik) pada siklus II.

Dalam dimensi Latar belakang Masalah semua kelompok guru kelas menyusun deskripsi latar belakang masalah Penelitian Tindakan Kelas sesuai dengan indikator penyusunan latar belakang permasalahan. Jika dipersentasekan maka kelompok 1 memperoleh skor 60% (kurang) pada siklus I, dan meningkat dengan skor 93% (sangat baik) pada siklus II. Kelompok 2 memperoleh skor 60% (kurang) pada siklus 1, dan meningkat dengan skor 93% (sagat baik) pada siklus 2, dan Kelompok 3 memperoleh skor 67% (kurang) pada siklus 1, dan meningkat pada skor 87% (baik) pada siklus 2. Secara keseluruhan untuk 3 kelompok memperoleh skor 62% (kurang) pada siklus 1 dan meningkat pada skor 91% (sangat baik) pada siklus 2.

Dalam dimensi Perumusan Masalah yang disusun oleh kelompok guru kelas dalam Proposal Penelitian Tindakan Kelas sesuai dengan indikator penyusunan Perumusan Masalah. Jika dipersentasekan maka kelompok 1 memperoleh skor 73% (kurang) pada siklus 1, dan meningkat dengan skor 87% (baik) pada siklus 2. Kelompok 2 memperoleh skor 80% (baik) pada siklus 1, dan meningkat dengan skor 87% (baik) pada siklus 2, dan Kelompok 3 memperoleh skor 73% (kurang) pada siklus 1, dan meningkat pada skor 87% (baik) pada siklus 2. Secara keseluruhan untuk 3 kelompok memperoleh skor 76% (kurang) pada siklus 1 dan meningkat pada skor 87% (baik) pada siklus 2.

Dalam dimensi Tujuan penelitian dipaparkan secara jelas dan konsisten dengan hakikat permasalahan yang dikemukakan dibagian sebelumnya. Jika dipersentasekan maka kelompok 1 memperoleh skor 60% (kurang) pada siklus 1, dan meningkat dengan skor 100% (sangat baik) pada siklus 2. Kelompok 2 memperoleh skor 60% (kurang) pada siklus 1, dan meningkat dengan skor 80% (baik) pada siklus 2, dan Kelompok 3 memperoleh skor 80% (baik) pada siklus 1, dan meningkat pada skor 100% (sangat baik) pada siklus 2. Secara keseluruhan untuk 3 kelompok memperoleh skor 67% (kurang) pada siklus 1 dan meningkat pada skor 93% (sangat baik) pada siklus 2.

Dalam dimensi Manfaat penelitian dipaparkan secara jelas dan memungkinkan hasil penelitian sangat bermanfaat untuk siswa, sekolah dan peneliti sendisi. Jika dipersentasekan maka kelompok 1 memperoleh skor 80% (baik) pada siklus 1, dan tetap dengan skor 80% (baik) pada siklus 2. Kelompok 2 memperoleh skor 80% (baik) pada siklus 1, dan tetap dengan skor 80% (baik) pada siklus 2, dan Kelompok 3 memperoleh skor 100% (sangat baik) pada siklus 1, dan skor 100% (sangat baik) pada siklus 2. Secara keseluruhan untuk 3 kelompok memperoleh skor 87% (baik) pada siklus 1 dan skor 87% (baik) pada siklus 2.

Dalam dimensi kajian Pustaka diuraikan landasan substantif dalam arti teoritik dan/atau metodologik yang dipergunakan peneliti dalam menentukan alternative, yang akan diimplementasikan. Untuk keperluan itu, dalam bagian ini diuraikan kajian baik pengalaman peneliti pelakju PTK sendiri nyang relevan maupun pelaku-pelaku PTK lain disamping terhadap teori-teori yang lazim termuat dalam berbagai kepustakaan. Argumentasi logik dan teoretik diperlukan guna menyusun kerangka konseptual.

Jika dipersentasekan maka kelompok 1 memperoleh skor 73% (kurang) pada siklus 1, dan meningkat dengan skor 87% (baik) pada siklus 2. Kelompok 2 memperoleh skor 80% (baik) pada siklus 1, dan tetap dengan skor 80% (baik) pada siklus 2, dan Kelompok 3 memperoleh skor 67% (kurang) pada siklus 1, dan meningkat pada skor 87% (baik) pada siklus 2. Secara keseluruhan untuk 3 kelompok memperoleh skor 73% (kurang) pada siklus 1 dan meningkat pada skor 84% (baik) pada siklus 2.

Dalam dimensi Metode Penelitian ini penyusun Proposal Penelitian Tindakan Kelas menjelaskan secara lengkap setiap langkah penelitian dari setting penelitian sampai dengan prosedur penelitian yang akan dilakukan. Jika dipersentasekan maka kelompok 1 memperoleh skor 72% (kurang) pada siklus 1, dan meningkat dengan skor 84% (baik) pada siklus 2. Kelompok 2 memperoleh skor 72% (kurang) pada siklus 1, dan meningkat dengan skor 84% (baik) pada siklus 2, dan Kelompok 3 memperoleh skor 60% (kurang) pada siklus 1, dan meningkat dengan skor 88% (baik) pada siklus 2. Secara keseluruhan untuk 3 kelompok memperoleh skor 68% (baik) pada siklus 1 dan meningkat dengan skor 85% (baik) pada siklus 2.

Dalam dimensi Jadwal yang tertuang dalam Proposal Penelitian Tindakan Kelas tertulis secara mengikuti prosedur penelitian yang akan dilakukan. Jika dipersentasekan maka kelompok 1 memperoleh skor 80% (baik) pada siklus 1, dan meningkat dengan skor 100% (sangat baik) pada siklus 2. Kelompok 2 memperoleh skor 80% (baik) pada siklus 1, dan meningkat dengan skor 100% (sangat baik) pada siklus 2, dan Kelompok 3 memperoleh skor 60% (kurang) pada siklus 1, dan meningkat dengan skor 80% (baik) pada siklus 2. Secara keseluruhan untuk 3 kelompok memperoleh skor 73% (kurang) pada siklus 1 dan meningkat dengan skor 93% (sangat baik) pada siklus 2.

Dalam Penulisan daftar pustaka telah mengikuti kaidah penulisan sebagaimana penyusunan karya ilmiah lainnya. Jika dipersentasekan maka kelompok 1 memperoleh skor 80% (baik) pada siklus 1, dan meningkat dengan skor 100% (sangat baik) pada siklus 2. Kelompok 2 memperoleh skor 80% (baik) pada siklus 1, dan tetap dengan skor 80% (baik) pada siklus 2, dan Kelompok 3 memperoleh skor 80% (baik) pada siklus 1, dan meningkat dengan skor 100% (sangat baik) pada siklus 2. Secara keseluruhan untuk 3 kelompok memperoleh skor 80% (baik) pada siklus 1 dan meningkat dengan skor 93% (sangat baik) pada siklus 2.

Dalam dimensi pemakaian bahasa penyusunan Proposal Penelitian Tindakan Kelas semua kelompok telah menggunakan Bahasa Indonesia yang sudah baku dan mengacu pada pedoman EYD. Jika dipersentasekan maka kelompok 1 memperoleh skor 80% (baik) pada siklus 1, dan tetap dengan skor 80% (baik) pada siklus 2. Kelompok 2 memperoleh skor 100% (sangat baik) pada siklus 1, dan tetap dengan skor 100% (sangat baik) pada siklus 2, dan Kelompok 3 memperoleh skor 100% (sangat baik) pada siklus 1, dan tetap dengan skor 100% (sangat baik) pada siklus 2. Secara keseluruhan untuk 3 kelompok memperoleh skor 93% (sangat baik) pada siklus 1 dan meningkat dengan skor 93% (sangat baik) pada siklus 2.

Berdasarkan pembahasan di atas terjadi peningkatan kompetensi guru dalam menyusun Proposal Penelitian Tindakan Kelas. Pada siklus I nilai rata-rata Proposal Penelitian Tindakan Kelas 76% (kurang), pada siklus II nilai rata-rata meningkat menjadi 89% (baik), terjadi peningkatan 13% dari siklus I.

Saran-saran

Berdasarkan kesimpulan di atas penulis menyampaikan saran-saran sebagai berikut: Motivasi yang sudah tertanam khususnya dalam penyusunan Proposal Penelitian Tindakan Kelas hendaknya terus dipertahankan dan ditingkatkan/ dikembangkan. Proposal Penelitian Tindakan Kelas yang disusun/dibuat hendaknya mengandung komponen-komponen / dimensi Proposal Penelitian Tindakan Kelas secara lengkap dan baik karena Proposal Penelitian Tindakan Kelas merupakan acuan / pedoman dalam melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas. Dokumen Proposal Penelitian Tindakan Kelas hendaknya dibuat satu kali dalam satu semester sebagai pedoman untuk melakukan Penelitian Tindakan kelas sebagai upaya meningkatkan kualitas pelaksanaan melaksanakan proses pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

A, Hallen. 2005. Bimbingan dan Konseling. Edisi Revisi. Jakarta: Quantum Teaching.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Dewa Ketut Sukardi, Desak P.E. Nila Kusumawati. 2008. Proses Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Dewi, Kurniawati Eni. 2009. Pengembangan Bahan Ajar Bahasa Dan Sastra Indonesia Dengan Pendekatan Tematis. Tesis. Surakarta: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

Djannah Wardatul, Yulita, Ayom,Juli 2012, Teknik Sosiodrama Untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Tersedia Jurnal (Http://Www.Jurnal.Fkip.Uns.Ac.Id/Index.