Upaya Meningkatkan Partisipasi Aktif Dan Kemandirian Belajar IPA

melalui Model Pembelajaran Group Investigation pada siswa Kelas V SD Negeri 02 Paseban

Jumapolo Kabupaten Karanganyar Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

Sri Sunarsih, S.Pd.

Guru SD Negeri 02 Paseban Jumapolo Kabupaten Karanganyar

Abstrak : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan partisipasi aktif dan kemandirian belajar IPA tentang materi batu-batuan melalui Model Pembelajaran Group Investigation pada siswa Kelas V SD Negeri 02 Paseban Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas dengan subjek penelitian adalah siswa kelas V. Teknik pengumpulan data dengan tes, observasi, dan dokumentasi. Data yang terkumpul dianalisis dengan teknik deskriptif komparatif, yaitu membandingkan setiap hasil tes persiklus. Hasil perbaikan pembelajaran dengan PTK ini adalah diperolehnya skor partisipasi siswa tinggi sebanyak 6 siswa (25%), sedang 19 siswa (75%) dan rendah tidak ada. Skor partisipasi siswa adalah sebesar 83 %. Untuk indikator kinerja yang harus dicapai, skor minat harus mencapai 88 %. Ini berarti target keberhasilan dalam upaya meningkatkan minat siswa sudah tercapai.

Kata kunci : partisipasi aktif dan kemandirian belajar IPA, Model Pembelajaran Group Investigation

PENDAHULUAN

Pemerintah memprogramkan wajib belajar 9 tahun sebagai salah satu upaya tersebut untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Usaha penyempurnaan dan pembaruan di atas tidak selalu dapat berjalan dengan lancar, akan tetapi seringkali mengalami hambatan dan tantangan. Untuk mengantisipasi terjadinya hambatan-hambatan yang muncul kita perlu memahami dan memecahkan hambatan itu secara sistematis, logis dan berkesinambungan. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hambatan-hambatan itu diantaranya latar belakang ekonomi orang tua, faktor lingkungan, kualitas tenaga pendidik, dan kondisi siswa terhadap minat belajar keefektifan pembelajaran belum terpenuhi secara maksimal. Oleh sebab itu, dalam kegiatan pembelajaran perlu dilakukan inovasi guna meningkatkan prestasi yang baik bagi siswa.

Penggunaan strategi pembelajaran khususnya pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada setiap jenjang pendidikan telah berkembang dengan pesatnya. Upaya tersebut dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Namun permasalahan dalam pembelajaran IPA pada setiap jenjang pendidikan termasuk di tingkat pendidikan dasar hingga saat ini juga belum dapat diatasi. Salah satu permasalahan yang sangat krusial dan seolah tak ada titik akhirnya dalam pendidikan IPA adalah rendahnya daya serap siswa atau tingkat pemahaman siswa pada materi IPA. Suatu langkah yang bijaksana jika semua pendidik dan pemerhati pendidikan IPA di Indonesia untuk kembali mengevaluasi setiap langkah dalam konteks upaya mengatasi permasalahan dalam pendidikan IPA pada setiap jenjang pendidikan. Hal ini penting untuk mengidentifikasi sumber permasalahan yang sebenarnya dan efektivitas dalam upaya mengatasinya. Menurut Kirkwood dan Symington (dalam Wahyu, 2010), ada tiga faktor penyebab kesulitan siswa dalam belajar IPA, yaitu: (1) Siswa, (2) Guru, dan (3) Buku dan kurikulum. Oleh karena itu, guru diharapkan dapat menggunakan strategi yang tepat dan membantu siswa meningkatkan kemampuan berpikirnya.

Pemilihan model pembelajaran IPA yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan potensi siswa merupakan kemampuan dan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru. Hal ini didasari oleh asumsi, bahwa ketepatan guru dalam memilih model dan metode pembelajaran akan berpengaruh terhadap keberhasilan dan hasil belajar siswa, karena model dan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru berpengaruh terhadap kualitas KBM yang dilakukannya.

Sampai sekarang pembelajaran IPA masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan IPA sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Hal tersebut juga terjadi pada siswa SD Negeri 02 Paseban Jumapolo Karanganyar. Berdasarkan informasi dari guru dapat diketahui siswa beranggapan untuk materi pelajaran globe, peta, dan atlas merupakan pelajaran hafalan sehingga timbul kejenuhan siswa pada siswa yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Di sisi lain guru juga merasa kesulitan dalam menyampaikan materi karena keterbatasan waktu dan banyaknya materi yang tercakup dalam kompetensi dasar. Luasnya cakupan materi tersebut dengan hanya diterapkan metode ceramah saja menjadikan siswa sangat sulit memahami materi tersebut. Siswa yang kurang memahami juga berdapak pada prestasi belajar.

Untuk itu diperlukan sebuah strategi belajar baru yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkontruksikan di benak mereka sendiri. Siswa belajar dari pengalaman sendiri, mengkonstruksi pengetahuan kemudian memberi makna pada pengetahuan itu. Melalui proses belajar yang mengalami sendiri, menemukan sendiri, secara berkelompok seperti bermain, maka anak menjadi senang, sehingga tumbuhlah minat untuk belajar. Sehubungan dengan itu, maka upaya peningkatan kualitas KBM dalam pendidikan IPA merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk dilakukan. Salah satu model pembelajaran yang direkomendasikan untuk dapat menjembatani keresahan tersebut adalah model cooperative learning.

Model pembelajaran cooperative learning banyak macamnya, salah satu jenisnya yaitu model pembelajaran Group Investigation (GI). Model pembelajaran (GI) merupakan model pembelajaran yang termasuk rumpun interaksi sosial, menekankan hubungan antara individu dengan masyarakat dan dengan individu lainnya. Fokus model ini terletak pada proses di mana dengan proses ini realitas dinegosiasi memberikan prioritas pada perbaikan kemampuan individu untuk berhubungan dengan yang lainnya, serta berhubungan dengan proses demokratik dan bekerja secara produktif dalam masyarakat. Dengan demikian maka peneliti mengangkat judul : Upaya Meningkatkan Partisipasi Aktif Dan Kemandirian Belajar IPA Materi Batu-batuan melalui Model Pembelajaran Group Investigation pada siswa Kelas V SD Negeri 02 Paseban Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

Rumusan Masalah

Rumusan masalah Penelitian Tindakan Kelas ini adalah “Apakah melalui Model Pembelajaran Group Investigation dapat meningkatkan Partisipasi Aktif Dan Kemandirian Belajar IPA materi Batu-batuan pada siswa Kelas V di SD Negeri 02 Paseban Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015” ?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan partisipasi aktif dan kemandirian belajar IPA materi Batu-batuan melalui Model Pembelajaran Group Investigation pada siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 02 Paseban Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015.

LANDASAN TEORI

Partisipasi Aktif Siswa dalam Proses Pembelajaran IPA

Aktivitas siswa dalam pembelajaran penting untuk diperhatikan. Siswa hendaknya tidak selalu menggantungkan diri kepada guru, melainkan hendaknya siswa berkemauan keras mencari sendiri dengan catatan bahwa fasilitas, buku pelajaran, sumber IPA, konteks IPA, dan alat-alat yang mendukung proses pembelajaran dengan memanfaatkan alam sekitar siswa sebenarnya tersedia konteks dan media matematika yang memadai untuk belajar (Hamalik, 2008: 17).

Semua siswa diharapkan mempunyai partisipasi dan terlibat dalam pembelajaran. Siswa mampu menetapkan interpretasi sendiri pada apa yang dipresentasikan untuk menciptakan suatu yang dipelajari. Siswa tidak belajar secara sederhana hanya mendengarkan keterangan guru, melainkan juga aktif untuk bertanya dan menjawab pertanyaan dari guru (Turmudi, 2008: 45).

Pembelajaran IPA yang membangun konsep tentang fenomena atau proses yang terjadi pada makhluk hidup. Pelajaran IPA berisi ide-ide yang masih bersifat umum tentang proses pembelajaran Sains yang dikaitkan dengan pengalaman anak dan kehidupannya sehari-hari menarik minat anak belajar sains secara nyata.

Salah satu materi yang diajarkan dalam pembelajaran IPA untuk kelas V yaitu tentang batu-batuan. Azmiyawati dkk., (2008: 124) berpendapat bahwa batuan banyak sekali jenisnya. Setiap jenis batuan mempunyai tingkatan pelapukan yang berbeda-beda. Setiap jenis batuan mempunyai sifat yang berbeda. Sifat batuan tersebut meliputi bentuk, warna, kekerasan, kasar atau halus, dan mengilap atau tidaknya permukaan batuan. Setiap batuan memiliki sifat dan ciri khusus. Hal ini disebabkan bahan-bahan yang terkandung dalam batuan berbeda-beda. Ada batuan yang mengandung zat besi, nikel, tembaga, emas, belerang, platina, atau bahan-bahan lain. Bahan-bahan seperti itu disebut mineral. Tiap jenis batuan mempunyai kandungan mineral yang berbeda.

Kemandirian

Monks (2001: 37) mengemukakan bahwa kemandirian meliputi perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan atau masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. Kemandirian adalah hasrat untuk melakukan segala sesuatu bagi diri sendiri. Secara singkat dapat dipahami bahwa kemandirian mengandung pengertian :

a. Suatu keadaan dimana seseorang yang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya.

b. Mampu mengambil keputusan dan berinisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi.

c. Memiliki kepercayaan diri dalam menyelesaikan tugas- tugasnya.

d. Bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya.

Robert Havinghurst (Nursaid, 2009) menambahkan bahwa kemandirian terdiri dari beberapa aspek, yaitu :

a. Aspek emosi, aspek ini ditujukan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya emosi pada orangtua.

b. Aspek ekonomi, aspek ini ditujukan dengan kemampuan mengatur ekanomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orangtua.

c. Aspek intelektual, aspek ini ditujukan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.

d. Aspek sosial, aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung dari orang lain.

Kemandirian merupakan suatu sikap yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan, dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan, sehingga individu pada akhirnya akan mampu bertindak dan berpikir sendiri. Untuk dapat mandiri, dukungan dan dorongan dari keluarga serta lingkungan disekitarnya, agar dapat mencapai otonomi atas diri sendiri. Peran orangtua dan respon dari lingkungan sangat diperlukan bagi anak sebagai “penguat” bagi setiap perilakunya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Rober (dalam Santrock, 2003: 59) bahwa kemandirian merupakan suatu sikap otonomi dimana seseorang relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat, dan kenyakinan orang lain. Dengan otonomi tersebut seorang diharapkan akan lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.

Kemandirian seperti halnya kondisi psikologis yang lain, dapat berkembang dengan baik apabila diberikan kesempatan untuk berkembang melalui latihan yang dilakukan secara terusmenerus dan dilakukan sejak dini. Latihan tersebut dapat berupa pemberian tugas-tugas tanpa bantuan, dan tentu saja tugas-tugas tersebut disesuaikan dengan usia dan kemampuan anak. Mengingat kemandirian banyak memberikan dampak yang positif bagi perkembangan individu, maka sebaiknya kemandirian diajarkan pada anak sedini mungkin sesuai dengan kemampuannya. Seperti telah diakui segala sesuatu yang dapat diusahakan sejak dini akan dapat dihayati dan akan semakin berkambang menuju kesempurnaan. Latihan kemandirian yang diberikan kepada anak harus disesuaikan dengan usia anak. Contoh: untuk usia anak 3-4 tahun, latihan kemandirian berupa membiarkan anak memasang kaos kaki dan sepatu sendiri, membereskan mainan setiap kali selesai bermain, dll. Sementara untuk anak remaja berikan kebebasan misalnya dalam memilih jurusan atau mata pelajaran yang diminatinya, atau memberikan kesempatan pada remaja untuk memutuskan sendiri jam berapa ia pulang ke rumah jika remaja tersebut keluar malam bersama temannya (tentu saja orangtua perlu mendengarkan argumentasi yang disampaikan anak tersebut sehubungan dengan keputusannya). Dengan memberikan latihan- latihan tersebut (tentu saja dengan unsur pengawasan dari orangtua untuk memastikan bahwa latihan tersebut banar-benar efektif), berfikir secara objektif, tidak mudah dipengaruhi, berani mengambil keputusan sendiri, tumbuh rasa percaya diri, tidak tergantung pada orang lain dan dengan demikian kemandirian akan berkembang dengan baik.

Model Pembelajaran Group investigation

Cooperative learning merupakan satu model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam sebuah kelompok kecil di mana dalam kelompok tersebut terdapat suatu tujuan bersama untuk mengoptimalkan kemampuan menguasai suatu materi pembelajaran dengan menggunakan teknik dan metode yang disenangi/sesuai dengan masing-masing kelompok siswa tersebut sehingga tercapai proses pembelajaran yang mengoptimalkan kecerdasan (kognitif) dan komunikasi (sosial) dan kemampuan kerjasama, saling menghormati dan menghargai satu sama lainnya, dalam satu kelompok terdapat kemajemukan baik dari unsur kognitif maupun aspek lainnya.

Implikasi dari cooperative learning menuntut adanya suatu kerjasama tim yang solid dalam persaingan secara sehat di kelas guna menjadi yang terbaik sehingga prinsip reward and punishment dapat terlaksana. Guru harus mampu mengkondisikan proses pembelajaran yang dilakukan agar tujuan dan proses pembelajaran yang dikehendaki dapat tercapai. Sebaliknya, hal-hal di luar rencana yang seharusnya tidak terjadi dapat diantisipasi bersama seperti persaingan yang brutal dan tidak sehat.

Kegiatan yang paling mendasar dalam cooperative learning ini adalah adanya kelompok/tim solid yang saling menghargai dan menghormati antar anggota dan kelompok dalam kelas cooperative learning tersebut. Beberapa kajian telah menemukan bahwa ketika para siswa bekerja bersama-sama untuk meraih sebuah tujuan kelompok, membuat mereka mengekspresikan norma-norma yang baik dalam melakukan apapun yang diperlukan untuk keberhasilan kelompok. Jelasnya tujuan kooperatif menciptakan norma-norma yang pro-akademik diantara para siswa, dan norma-norma pro-akademik memiliki pengaruh yang amat penting bagi pencapaian siswa

Terdapat 4 prinsip dasar cooperative learning yaitu prinsip ketergantungan positif (positive interdependence), tanggung jawab perseorangan (individual accountability), interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), partisipasi dan komunikasi (participation communication). (1) Ketergantungan Positif (Positive Interdependence). Keberhasilan penyelesaian tugas kelompok ini ditentukan oleh kinerja masing-masing dari anggota kelompok tersebut, jadi akan ada rasa saling membutuhkan antara satu sama lain. Agar tercipta kelompok yang efektif  diperlukan adanya pembagian tugas sesuai dengan tujuan kelompok Tugas yang diberikan harus sesuai dengan kemampuan setiap anggota kelompok. (2) Pada hakikatnya Ketergantungan Positif ini berarti bahwa tugas kelompok tidak dapat diselesaikan mana kala ada anggota kelompok yang tidak bisa menyelesaikan tugasnya, dengan begitu diperlukan adanya kerjasama yang baik dalam kelompok tersebut. Jika ada salah satu anggota kelompok yang diaanggap mempunyai kemampuan lebih, diharapkan dia bisa membantu untuk menyelesaikan tugas temannya yang kurang. (3) Interaksi Tatap Muka (Face to Face Promotion Interaction). Pembelajaran ini memberikan ruang atau kesempatan dimana anggota dari setiap kelompok dapat saling mengenal dan bertatap muka untuk bertukar informasi, gagasan atau ide dan saling berdiskusi. Interaksi ini akan memberikan pengalaman yang berharga pada setiap anggota kelompok untuk saling bekerjasama dan juga memanfaatkan kelebihan dan kekurangan masing-masing. (4) Tanggung Jawab Perseorangan (Individual Accountability). Prinsip ini merupakan konsekuensi dari ketergantungan positif, yang mana setiap anggota mempunyai tanggungjawab masing-masing sesuai dengan tugas yang diberikan dengan begitu setiap anggota kelompok berusaha memberikan yang terbaik untuk keberhasilan kelompoknya. Di sisi lain guru haruslah memperhatikan penilaian terhadap individu dan kelompok. Penilaian individu bisa saja berbeda tetapi penilaian kelompok tentu harus sama.

Group investigation memiliki akar filosofis, etis, psikologi penulisan sejak awal abad ini, diantara tokohnya dari orientasi ini adalah Dewey (2001: 6). Pandangannya terhadap cooperative di dalam kelas sebagai sebuah prasyarat untuk bisa menghadapi berbagai masalah kehidupan yang kompleks dalam masyarakat demokrasi. Kelas merupakan tempat cooperative creativity di mana guru dan siswa membangun proses pembelajaran yang didasarkan pada perencanaan mutual dari berbagai pengalaman, kapasitas, dan kebutuhan masing-masing.

Dalam group investigation, para siswa bekerja dalam 6 tahap. Hal yang perlu diperhatikan di sini adalah perlunya adaptasi pedoman keenam tahap ini dengan latar belakang, umur, kemampuan siswa secara umum, maupun hal yang menyangkut penekanan waktu. Keenam tahap ini antara lain:

Tahap 1: mengidentifikasikan topik dan mengatur siswa ke dalam kelompok Siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik, dan mengkategorikan saran-saran. Siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik-topik yang telah dipilih. Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat heterogen. Guru membantu dalam pengumpulan informasi dan memfasilitasi pengaturan.

Tahap 2: merencanakan tugas yang akan dipelajari Siswa merencanakan bersama mengenai; apa yang kita pelajari?; bagaimana kita mempelajarinya?; siapa yang melakukan apa?(pembagian tugas); untuk tujuan atau kepentingan apa kita menginvestigasi topik ini?

Tahap 3: melaksanakan investigasi. Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan. Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan kelompoknya. Siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi, dan mensintesis semua gagasan.

Tahap 4: menyiapkan laporan akhir. Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari proyek mereka. Anggota kelompok merencanakan apa yang akan dilaporkan, dan bagaimana mereka akan membuat presentasi mereka. Wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk mengkoordinasikan rencana-rencana presentasi.

Tahap 5: mempresentasikan laporan akhir. Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk. Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarnya (audience) secara aktif. Pendengar mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumya oleh seluruh anggota kelas.

Tahap 6: evaluasi. Para siswa saling memberikan umpan balik (feed-back) mengenai topik yang sedang dibahas, tentang tugas yang telah diselesaikan, tentang keefektifan pengalaman-pengalaman mereka. Guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa. Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi.

Hasil Belajar

Winkel (1991:98) menyatakan bahwa hasil adalah bukti keberhasilan usaha yang dapat dicapai. Di dalam pengertian tersebut hasil merupakan suatu usaha yang telah dilaksanakan menurut batas kemampuan dari pelaksanaan suatu usaha tersebut. Menurut Arifin (1998:61), hasil yang dimaksud tidak lain adalah kemampuan ketrampilan dan sikap seseorang dalam menyelesaikan suatu hal. Dalam hal ini hasil hanya dibatasi dalam bidang pendidikan, khususnya pengajaran.

Hasil adalah hasil yang di capai dari yang telah dilakukan atau dikerjakan. Hasil belajar mempunyai arti penguasaan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, yang ditunjukkan dengan nilai tes, angka aktivitas belajar dalam menerima, memahami dan menguasai materi yang dipelajari, baik berupa angka atau huruf serta tindakannya yang mencerminkan hasil belajar yang dicapai masing-masing anak dalam periode tertentu (Ahmadi dan Supriyono, 2001:45). Sementara itu, Rusyan, Kusdinar, dan Arifin (1998:77) menjelaskan bahwa belajar dalam arti yang luas ialah proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian terhadap atau mengenai sikap dan nilai-nilai, pengetahuan, dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang setudi atau, lebih luas lagi, dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang terorganisasi.

Ahmadi dan Supriyono (2001:99) menjelaskan, hasil belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu. Pengalaman terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar pentinga sekali dalam rangka membantu siswa dalam mencapai hasil belajar yang sebaik-baiknya.

Menurut Roijakker (dalam Winkel, 1991:88) untuk mengetahui hasil belajar maka perlu digunakan suatu alat untuk mengukur hasil belajar biasanya menggunakan suatu alat tes atau ujian sebagai alat untuk mengadakan penilaian atau evaluasi alat ujian ini dapat berupa ujian terbuka dan ujian tertutup. Ujian terbuka yaitu pengajaran menyusun berbagai macam pertanyaan untuk keprluan ujian atau testing, siswa harus merumuskan sendiri jawaban atas soal atau pertanyaan ujian, misalnya ujian lesan, ujian essai. Sedangkan ujian tertutup adalah jenis ujian dimana siswa dapat memperoleh kemungkinan jawaban yang telah disediakan, misalnya ujian menjodohkan.

Kesimpulan hasil belajar adalah hasil atau tingkat penguasaan yang telah dicapai oleh siswa didalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan.

METODE PENELITIAN

Tempat, Subjek, dan Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini adalah di SD Negeri 02 Paseban Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar semester II tahun pelajaran 2014/2016 yang berjumlah 24 siswa. Penelitian ini dimulai dari tahap persiapan sampai pelaporan hasil penelitian dilakukan selama 3 bulan, yaitu mulai bulan Februar 2015 sampai dengan bulan April 2015

Prosedur Penelitian

Prosedur yang akan dilakukan dalam penelitian ini mencakup empat tahap yang meliputi kegiatan sebagai berikut ; perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Berikut ini adalah bagan prosedur penelitian tindakan kelas sebagai berikut.

Refleksi

Pelaksanaan

Pelaksanaan

Pengamatan

SIKLUS II

Perencanaan

Pengamatan

SIKLUS I

?

Gambar 2. Alur Penelitian Tindakan

(Disadur dari Suharsimi Arikunto dalam Suharsimi Arikunto, Suhadjono,

dan Supardi. 2006: 16)

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Tes

Tes adalah serentetan pertanyaan dan latihan atau alat yang digunakan untuk mengukur ketrampilan intelektual, kemampuan bakat yang dimiliki individu atau kelompok. Dalam penelitian ini tes yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar IPA siswa melalui model pembelajaran group investigation dengan tes tertulis..

2. Observasi

Teknik ini digunakan untuk mengamati peningkatan partisipasi aktif dan kemandirian belajar IPA dengan menggunakan model pembelajaran group investigation yang dilakukan oleh guru dan siswa. Pengamatan yang dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan proses belajar mengajar IPA dengan menggunakan model pembelajaran group investigation siklus I sampai dengan siklus berikutnya hingga mencapai hasil di atas rata-rata KKM 70. Observasi proses pembelajaran dilakukan oleh peneliti untuk data kegiatan guru dan siswa dalam pembelajaran serta memperoleh kebaikan dan kelemahan dalam pembelajaran sehingga dapat digunakan untuk refleksi.

3. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang daftar nama siswa, silabus IPA dan profil sekolah. Dokumentasi ini digunakan untuk mengetahui nama siswa, nilai hasil belajar siswa sebelumnya, RPP, Silabus dan Kurikulum yang digunakan serta perangkat lainnya.

Teknik Analisis Data

Setelah data yang diperlukan terkumpul segera diolah untuk diadakan analisis. Untuk menganalisis data yang telah terkumpul peneliti menggunakan analisis deskriptif komparatif. Teknik ini mendeskripsikan data setiap siklus dan membandingkannya sehingga akan diketahui peningkatan kinerja yang diharapkan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Siklus I

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada pertemuan pertama siklus I tampak bahwat minat belajar dalam diri siswa masih kurang. Siswa kurang berminat ketika dihadapkan pada masalah baru yang membutuhkan penyelesaian.

Lebih rincinya beberapa aktivitas siswa tersebut di antaranya; saat dimulai pelajaran terdapat 2 siswa (8%) tidak masuk kelas dengan alasan ijin ke kamar mandi. Terdapat 3 siswa (12.5%) datang terlambat. Tidak membawa buku IPA 7 siswa (29%). Mengerjakan tugas lain 2 siswa (8%). Bertanya pada guru saat guru menerangkan sebanyak 4 siswa (16%). Siswa yang menjawab pertanyaan guru 5 siswa (21%). Tidak memperhatikan saat guru menerangkan sebanyak 8 siswa (33 %). Siswa yang mengantuk saat guru menerangkan sebanyak 2 siswa (8 %), dan ramai pada saat guru menerangkan sebanyak 2 siswa (8%).

Pada siklus I pertemuan I guru menggunakan teknik bertanya kepada siswa untuk membantu siswa dalam memahami materi. Pada kegiatan ini terdapat 2 siswa bertanya dengan sukarela, 2 siswa yang mengungkapkan pendapatnya secara sukarela dan sebanyak 4 siswa yang menjawab pertanyaan dengan ditunjuk guru.

Dari kegiatan tanya-jawab ini, masih banyak siswa yang sulit mengemukakan pendapat dengan berani. Siswa cenderung masih merasa malu dan kurang percaya diri. Ada juga siswa yang tidak memperhatikan sehingga saat guru memberi pertanyaan kepada siswa dengan nomor absen 5 dan 17, guru harus mengulangi pertanyaan lagi karena siswa tersebut pada kondisi tidak memperhatikan.

Nilai Tes Siswa

Nilai tes siswa pada kegiatan pembelajaran siklus I ini diperoleh dari pemberian soal tes kepada siswa saat pembelajaran siklus I selesai. Dari tes tersebut diketahui bahwa jumlah siswa yang mencapai ketuntasan nilai adalah sebesar 62,5 %, siswa yang belum tuntas dalam pencapaian nilai sebesar 37,5 %. Untuk mencapai keberhasilan siklus I, ketuntasan nilai tes siswa harus mencapai indikator yang telah ditetapkan yaitu sebesar 75 % dari 24 siswa, berarti tujuan dari pembelajaran dengan model pembelajaran group investigation pada siklus I belum berhasil.

Tabel 2. Ketuntasan Belajar Siswa Kelas V pada Siklus I

Kategori

Jumlah

Frekuensi

Presentase

Tuntas

15

62,5 %

Belum Tuntas

9

37,5 %

Jumlah

24

100 %

Tabel 3. Perolehan Nilai Tertinggi dan Nilai Terendah Siklus I

Kategori

Jumlah Nilai

Jumlah Siswa

Nilai Tertinggi

80

3

Nilai Terendah

42

2

Rata-rata

60

Tabel 4. Kategori Partisipasi Siswa Kelas V Pada Siklus I

Ketentuan

Frekuensi

Prosentase

Tinggi (Nilai antara 77 – 90)

3

12,5%

Sedang (Nilai antara 61 -75)

12

50 %

Rendah (Nilai antara 46 – 60)

9

37,5 %

Dari hasil KBM pada siklus I, untuk mengetahui partisipasi siswa diperoleh dari hasil pengukuran dengan menggunakan observasi. Pada hasil pengukuran tersebut diperoleh siswa yang memiliki partisipasi tinggi sebanyak 3 siswa (12,5%), partisipasi sedang sebanyak 12 siswa (50%) dan partisipasi rendah sebanyak 9 siswa (37,5%), jadi indikator kinerja yang baru diperoleh sebagian besar tingkat sedang dengan rata-rata sebesar 60%. Untuk mencapai indikator kinerja yang telah ditetapkan, skor partisipasi harus mencapai 75 %. Ini berarti target pencapaian skor minat siswa balum tercapai.

Siklus II

Dari hasil observasi diperoleh aktivitas siswa diantaranya; siswa yang tidak masuk kelas sebanyak 1 siswa (4%), tidak membawa buku pelajaran IPA sebanyak 3 siswa (12,5%). Siswa yang bertanya pada guru saat guru menerangkan sebanyak 11 siswa (46%). Siswa yang menjawab pertanyaan guru sebanyak 9 siswa (37,5%). Siswa yang tidak memperhatikan guru menerangkan sebanyak 4 siswa (17%).

Dari hasil pengumpulan tugas siklus II mengalami peningkatan kesadaran siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan guru. Siswa lebih bertanggung jawab dengan mengumpulkan tugas tepat pada waktu yang ditentukan.

Pada siklus II pertemuan, guru menggunakan teknik bertanya kepada siswa untuk membantu siswa dalam menyusun hipotesis. Pada kegiatan ini terdapat 6 siswa bertanya dengan sukarela, 5 siswa yang mengungkapkan pendapatnya secara sukarela dan sebanyak 7 siswa yang menjawab pertanyaan karena ditunjuk guru.

Nilai Tes Siswa

Nilai tes siswa pada kegiatan pembelajaran siklus II ini diperoleh dari pemberian soal tes obyektif kepada siswa saat pembelajaran siklus II selesai. Dari tes tersebut diketahui bahwa jumlah siswa yang mencapai ketuntasan nilai adalah sebesar 87,5 %, siswa yang belum tuntas dalam pencapaian nilai sebesar 12,5 %. Untuk mencapai keberhasilan siklus II, ketuntasan nilai tes siswa harus mencapai indikator yang telah ditetapkan yaitu sebesar 75 % dari 24 siswa, ini berarti tujuan dari pembelajaran dengan model pembelajaran group investigation pada siklus II sudah berhasil.

Tabel 5. Nilai Tes Siswa Kelas V pada Siklus II

Kategori

Jumlah

Siswa

Persen

Tuntas

21

87,5%

Belum Tuntas

3

12,5%

Jumlah

24

100 %

Tabel 6. Perolehan Nilai Tertinggi dan Nilai Terendah Siklus II

Kategori

Jumlah Nilai

Jumlah Siswa

Nilai Tertinggi

90

3

Nilai Terendah

63

3

Rata-rata

75

Partisipasi Siswa Kelas V

Dari hasil KBM pada siklus I, untuk mengetahui partisipasi siswa diperoleh dari hasil pengukuran dengan menggunakanobservasi. Pada hasil pengukuran tersebut diperoleh skor partispasi siswa tinggi sebanyak 6 siswa (25%), sedang 18 siswa (75%), dan rendah sebanyak tidak ada. Maka skor partispasi siswa yang telah diperoleh adalah sebesar 83 %. Untuk indikator kinerja yang harus dicapai, skor minat harus mencapai 80 %. Ini berarti target keberhasilan dalam upaya meningkatkan minat siswa sudah tercapai. Berikut ini adalah tabel yang diperoleh dari hasil penghitungan angket.

Tabel 7. Kategori Partisipasi Siswa Kelas V pada Siklus II

Ketentuan

Frekuensi

Presentase

Tinggi

6

25%

Sedang

19

75%

Rendah

Analisis dan Refleksi

Secara umum semua kelemahan yang ada dalam proses pembelajaran pada siklus sebelumnya telah dapat di atasi. Guru telah berhasil membangkitkan semangat siswa untuk mengikuti kegiatan belajar-mengajar dengan tertib. Guru telah mampu memancing siswa dengan stimulus yang diberikannya. Siswa terlihat sangat antusias mengikuti pembelajaran IPA yang sedang berlangsung. Meskipun, ada diantara mereka yang masih pasif ketika mengikuti pelajaran maupun saat kegiatan tanya jawab.

Dari uraian pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan metode pembelajaran group investigation yang melibatkan siswa dalam menggunakan media pembelajaran dalam meningkatkan partisipasi siswa terhadap pelajaran IPA dan hasil belajar siswa berupa tes dengan ketuntasan nilai tes sebesar 83%.

Perolehan skor partisipasi siswa juga mengalami peningkatan setelah di ukur dengan menggunakan observasi partisipasi siswa hingga mencapai indikator kinerja 83% yang terdi5i dari 6 siswa (25%) mempunyai partisipasi tinggi dan 19 siswa (76%) partisipasi sedang.

Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan pada permasalahan yang dirumuskan dalam bagian pendahuluan serta paparan hasil penelitian, berikut ini dijabarkan pembahasan hasil penelitian yang meliputi kualitas pembelajaran dan minat siswa kelas V di kelas V SD Negeri 02 Paseban, Jumapolo terhadap pelajaran IPA.

Berdasarkan hasil pengamatan tindakan dapat dinyatakan bahwa terjadi peningkatan kualitas pembelajaran (baik proses maupun hasil) pembelajaran IPA melalui pendekatan group investigation dari siklus I sampai dengan siklus berikutnya.

Guru menyusun rencana guna melaksanakan siklus I. siklus pertama merupakan tindakan awal untuk memperbaiki pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran group investigation. Dalam siklus ini guru telah menggunakan model pembelajaran group investigation. Berdasarkan siklus I ini dapat dideskripsikan hasil pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran group investigation. Dari deskripsi tersebut ternyata masih dapat beberapa kekurangan atau kelemahan dalam pelaksanaannya.

Siklus II merupakan siklus yang dilaksanakan untuk mengatasi kekurangan atau kelemahan yang terjadi selama proses IPA dengan menggunakan model pembelajaran group investigation. Berdasarkan pelaksanaan siklus II dapat dilihat peningkatan proses dan hasil jika dibandingkan siklus I.

Berdasarkan tindakan tersebut, guru berhasil melaksanakan pembelajaran yang mampu menarik minat siswa, yang berakibat pada meningkatkan proses dan hasil kemampuan menulis pengalaman siswa. Selain itu, peneliti ini juga bermanfaat untuk meningkatkan kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran yang efektif dan menarik memancarkan energi positif siswa di kelas.

Partispasi siswa terhadap pembelajaran IPA dapat dikatakan mengalami peningkatan. Hal ini dapat terlihat dari sikap siswa saat mengikuti kegiatan belajar mengajar. Siswa terlihat antusias dan semangat. Penerapan model pembelajaran group investigation dengan menerapkan keenam tahap dalam model pembelajaran group investigation mampu memancarkan energi positif pada diri siswa. Misalnya banyak siswa yang mengacungkan tangan menjawab pertanyaan dari guru apabila menemukan hal yang belum siswa pahami.

Siswa juga selalu menunggu-nunggu untuk mengikuti pelajaran IPA dengan model pembelajaran group investigation. Siswa merasa kegiatan belajarnya menjadi semakin menyenangkan karena siswa bebas memilih topik menulis pengalaman sesuai dengan kemampuan dirinya sendiri tanpa harus ada tekanan dari guru. Siswa juga merasa sangat terhibur karena adanya suasana baru dalam pembelajaran.

Ketuntasan belajar siswa melalui kegiatan pada siklus I ke siklus II ada peningkatan sebanyak 6 siswa (25%).

Keterangan

Siklus I

Siklus II

Siswa

Presentase

Siswa

Presentase

Tuntas belajar

15

62,5%

21

87,5%

Belum Tuntas

9

37,5%

3

12,5%

PENUTUP

Simpulan

Simpulan dari hasil penelitian adalah bahwa Pelajaran 2014/2015. Hal ini ditandai hasil perolehan nilai rata-rata siswa peningkatan partisipasi aktif dan kemandirian belajar dapat dilakukan melalui model pembelajaran group investigation dalam belajar IPA materi batu-batuan pada siswa kelas V SDN 02 Paseban Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar Semester II Tahun 2014/2015. Hasil tersebut adalah pada hasil pembelajaran tersebut diperoleh skor partispasi siswa tinggi sebanyak 6 siswa (25%), sedang 19 siswa (75%) dan rendah tidak ada. Skor partispasi siswa adalah sebesar 83 %. Untuk indikator kinerja yang harus dicapai, skor minat harus mencapai 88 %. Ini berarti target keberhasilan dalam upaya meningkatkan minat siswa sudah tercapai.

Saran

Berkaitan dengan simpulan di atas, maka peneliti dapat mengajukan saran-saran sebagai berikut:

1. Kepada Guru

  1. Guru hendaknya lebih inovatif dalam menerapkan metode-metode dan strategi yang tepat untuk digunakan dalam menyampaikan materi pembelajaran.
  2. Guru harus menggunakan fasilitas, khususnya alat peraga dan media yang dapat mendukung kelancaran kegiatan belajar mengajar.
  3. Guru yang belum menerapkan model pembelajaran group investigation dalam pembelajaran dapat mencoba menerapkan model pembelajaran tersebut agar prestasi siswa siswa meningkat.

2. Kepada Sekolah

1. Sekolah diharapkan memberikan fasilitas pembelajaran kepada guru agar proses pembelajaran dapat bermakna sehingga tujuan dapat tercapai.

2. Sekolah diharapkan memberikan kesempatan kepada guru untuk mengikuti workshop, diklat, seminar sehingga kemampuan guru dapat meningkat dan keprofesionalan guru juga meningkat.

3. Kepada Peneliti Lain.

a. Penelitian ini diharapkan menjadi acuan untuk penelitian sejenis meskipun waktu, tempat lokasi, kontkes berbeda.

b. Penelitian ini diharapkan menjadikan sumbangan bagi peneliti lain dalam melaksanakan penelitian berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Brown, H.D. 1997. Principles of Language Learning and Teaching. London: Prentice- Hall International Limited.

Cornet. C.E. 1989. Whole Language = Whole Learning. Fastback. Vol, 207.

Depdikbud, 2003. Penilaian Berbasis Kelas, Jakarta: Pusat Kurikulum Bada Penelitian dan pengambangan Depdikbud.

Frosse, F.G. 1990. Whole Language: Teaching Language. //http://www.google.co.id.//pendidikan_pembelajaran_bahasa// Diakses 3 Mei 2008 Pukul 18.32.

M. Umar Muslim. 2007. “KTSP dan Pendekatan Whole Language dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD). Jurnal Penelitian Bahasa dan Seni, Jilid 25, No 3. http://www.google.com.pendidikanbahasa. Diakses 9 Mei 2009. Pukul. 21.30.

Mohammad Harefa. 2003. Menulis Itu mudah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Miles, Matthew B, dan A. Michael Hubermen. 1992. Qualitative Data Analysis. Sage Publication, Inc

Piaget, Jean. 1995. Structurlism. Routledge and Kegan Paul: London

Tantra DK. 2005. Konsep Dasar dan Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Jakarta: Depdikbud