Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Metode Problem Based Instruction
UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA
MELALUI METODE PROBLEM BASED INSTRUCTION
MATERI BANGUN DATAR DAN BANGUN RUANG KELAS II SEMESTER I SDN 1 SARIMULYO TAHUN PELAJARAN 2019/2020
Sri Lasminingsih
SD Negeri 1 Sarimulyo, Kec. Ngawen, Kab. Blora
ABSTRAK
Dalam melaksanakan proses pembelajaran Matematika banyak sekali siswa yang kurang minat terhadap pelajaran tersebut. Apalagi kalau metode yang digunakan hanya ceramah dan tanpa menggunakan alat peraga. Ketika guru memberikan satu soal dan meminta salah satu siswa mengerjakan di papan tulis hanya 9 siswa dari 22 siswa yang berani mengajungkan tangan untuk bertanya tergantung dari bagaimana memberikan stimulan guru dalam pembelajaran Pada akhir proses pembelajaran guru memberikan evaluasi ternyata hanya 12 siswa dari 22 siswa atau 55% yang mencapai tingkat ketuntasan.Pembelajaran menggunakan metode Problem Based Intruction yang diterapkan juga dapat meningkatkan proses pembelajaran, hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya aktifitas belajar siswa dan juga hasil belajar siswa yang ditunjukkan oleh hasil evaluasi siswa yaitu pada siklus II ketuntasan belajar siswa meningkat dari 17 siswa atau 77% meningkat menjadi 22 siswa atau 100%. Meningkatkan motivasi belajar siswa dan membangkitkan minat proses pembelajaran yang ditumbuhkan dari siswa yang inovatif.Pelaksanaan pembelajaran efektifitas meningkatkan hasil belajar IPA materi Mengenal Bangun Datar dan Bangun Ruang dengan metode Problem Based Intruction Kelas II Semester I, telah terjadi peningkatan hasil belajar. Dari target yang diinginkan yaitu ≥80% dari 22 siswa, yang memperoleh nilai ≥80 sebanyak 22 siswa atau 100%. Karena keefektifitasan sudah terbukti dan disajikan oleh peneliti secara langsung dalam tahapan 2 siklus
Kata Kunci: Problem Based Intruction, Bangun datar dan Bangun Ruang
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Lingkungan adalah merupakan salah satu tempat dimana anak bisa mengembangkan bisa kebahasaan melalui mengenali lingkungan,ada tiga yaitu lingkungan keluarga,sekolah dan,masyarakat, anak bisa belajar dengan mengenali lingkungan,anak yang pertama belajar dari lingkungan keluarga,yang mendidik dan melatih berbicara adalah orang tua didalan keluarga setelah usia sekolah anak menempuh pendidikan formal di sekolah disini anak mengenal lingkungan yang lebih luas dari lingkungan yang lebih luas anak untuk berbahasa, yang sangat penting peranannya dalam upaya melahirkan generasi masa depan yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya adalah keterampilan berbicara. Dengan menguasai keterampilan berbicara, peserta didik akan mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara cerdas sesuai konteks dan situasi pada saat dia sedang berbicara. Keterampilan berbicara juga akan mampu membentuk generasi masa depan yang kreatif sehingga mampu melahirkan tuturan atau ujaran yang komunikatif, jelas, runtut, dan mudah dipahami. Selain itu, keterampilan berbicara juga akan mampu melahirkan generasi masa depan yang kritis karena mereka memiliki kemampuan untuk mengekspresikan gagasan, pikiran, atau perasaan kepada orang lain secara runtut dan sistematis. Bahkan, keterampilan berbicara juga akan mampu melahirkan generasi masa depan yang berbudaya karena sudah terbiasa dan terlatih untuk berkomunikasi dengan pihak lain sesuai dengan konteks dan situasi tutur pada saat dia sedang berbicara.
Demikian juga keterampilan berbicara siswa kelas II di SDN 1 Sarimulyo Berdasarkan hasil observasi, hanya (20%) dari 22 siswa yang dinilai sudah terampil berbicara dalam situasi formal di depan kelas. Indikator yang digunakan untuk mengukur keterampilan siswa dalam berbicara, di antaranya kelancaran berbicara, ketepatan pilihan kata (diksi), struktur kalimat, kelogisan (penalaran), dan kontak mata. Paling tidak, ada dua faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat keterampilan siswa dalam berbicara, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Yang termasuk faktor eksternal, di antaranya pengaruh penggunaan Matematika di lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam proses komunikasi sehari-hari, banyak keluarga yang menggunakan bahasa ibu (bahasa daerah) sebagai bahasa percakapan di lingkungan keluarga. Demikian juga halnya dengan penggunaan Matematika di tengah-tengah masyarakat. Rata-rata bahasa ibulah yang digunakan sebagai sarana komunikasi. Kalau ada tokoh masyarakat yang menggunakan Matematika, pada umumnya belum memperhatikan kaidah-kaidah berbahasa secara baik dan benar. Akibatnya, siswa tidak terbiasa untuk berMatematika sesuai dengan konteks dan situasi tutur.
Tujuan utama pembelajaran bahasa yang dirumuskan sebagai ikhtisar untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi pembelajar, Paulston dan Bruder mendefinisikan istilah “kompetensi komunikatif. Kompetensi komunikatif hams meliputi tidak hanya bentuk linguistik dari sebuah bahasa tetapi juga pengetahuan kapan, bagaimana dan dengan siapa yang cocok untuk menggunakan bahasa itu.
Berdasarkan hasil penelitian hasil belajar pelajaran Matematika Kelas II Semester I SDN 1 Sarimulyo Kecamatan Ngawen Kabupaten Blora, menunjukkan bahwa hasil belajar siswa masih rendah dalam ulangan harian (nilai rata-rata pada Semester I tahun pelajaran 2019/2020 adalah 65 dengan ketuntasan 70%). Hasil penelitian ini diperoleh oleh penulis yang sekaligus sebagai guru kelas II SDN 1 Sarimulyo dan juga sebagai peneliti dalam laporan ini. Disamping hasil belajar siswa, pengamatan peneliti atau penulis menunjukkan bahwa kualitas proses belajar mengajar juga masih kurang memadai atau rendah. Beberapa indikator yang menunjukkan rendahnya kualitas proses belajar mengajar antara lain:
- Masih kurang memadainya sarana dan prasana tempat belajar, khususnya meja-meja dan kursi kelas II untuk belajar diskusi kelompok.
- Masih terbatasnya alat-alat praktikum.
- Masih rendahnya partisipasi siswa-siswa dalam proses belajar mengajar yang ditandai dengan kurang aktifnya siswa dalam setiap kegiatan pembelajaran.
- Motifasi siswa yang masih rendah, ditandai dengan masih banyaknya siswa yang masih terlambat, tidak mengerjakan tugas, bermain sendiri dalam kelas.
Penerapan metode Problem Based Instruction disekolah tersebut dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar (nilai rata-rata ulangan harian 77 dengan ketuntasan 80%). Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif berangsur-angsur terjadi peningkatan keaktifan dan partisipasi, minat belajar dalam proses pembelajaran baik secara individu maupun kelompok sehingga terwujud paradigma pembelajaran dari teacher centered menuju ke students centered.
Rumusan Masalah
Berdasarkan analisis tersebut guru belum memberdayakan seluruh metode maupun model pembelajaran yang ada. Dengan demikian penulis merumuskan masalah sebagai berikut “Apakah melalui metode Problem Based Instruction dapat meningkatkan hasil belajar siswa di SDN 1 Sarimulyo pada tahun pelajaran 2019/2020”
Tujuan Penelitian
- Tujuan Umum
Untuk meningkatkan hasil belajar mata pelajaran Matematika bagi siswa SD pada umumnya.
- Tujuan Khusus
Untuk meningkatkan hasil belajar dan kualitas proses belajar mata pelajaran Matematika pada materi Bangun Datar dan Bangun Ruang bagi kelas II Semester I SDN 1 Sarimulyo pada tahun pelajaran 2019/2020.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang meliputi:
- Manfaat untuk siswa adalah meningkatkan hasil belajar siswa kelas II SDN 1 Sarimulyo pada mata pelajaran Matematika materi Bangun Datar dan Bangun Ruang.
- Manfaat untuk guru adalah memperdalam pemahaman dan penggunaan tentang metode Problem Based Instruction dan menguasai teknik dalam pelaksanaanya.
- Manfaat untuk sekolah adalah meningkatkan pembelajaran karena adanya inovasi model pembelajaran dengan menggunakan metode Problem Based Instruction sehingga berdampak pada peningaktan kualitas out put dan out came sekolah.
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN
Kajian Teori
Teori Konstruktivisme
Teori Konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan menstrasformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan struktur kognitif yang sudah ada dan menyesuaikannya apabila tidak sesuai (Slavin, 1994). Bagi siswa agar benar-benar memahami dan menerapkan pengetahuan, maka mereka harus memecahkan masalah, menemukan sendiri segala sesuatu untuk dirinya, dan berusaha dengan ide-idenya.
Teori Mengajar
Mengajar, dapat diartikan sebagai penciptaan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan terdiri dari komponen-komponen yang saling mempengaruhi antara lain Kompetensi Dasar yang diinginkan atau dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang akan memainkan peran sertanya dalam hubungan sosial tertentu, bentuk kegiatan yang akan dilakukan, serta sarana dan prasarana yang tersedia. Komponen-komponen pada sistem ini saling mempengaruhi serta bervariasi sehingga setiap peristiwa belajar mengajar memiliki “profil” tertentu. Masing-masing profil sistem lingkungan belajar mengakibatkan tercapainya tujuan-tujuan belajar yang berbeda.
Pembelajaran Matematika
Matematika adalah terjemahan dari Mathematic. Namun arti atau definisi yang tepat dari Matematika dapat diterapkan secara eksask (pasti) dan singkat. James dan Jarnes (1976) dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa Matematika adalah “Ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lainnya dengan jumlah yang banyaknya terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri”.
John dan Rising (1972) mengatakan bahwa Matematika adalah pola pikir pola pengorganisasian pembuktian yang logis. Matematika adalah bahasa yang cemat, akurat, dan jelas, representasinya dengan simbol yang padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide (gagasan) dari pada mengenai bunyi.
Matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasikan sifat-sifat atau teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur-unsur yang didefinisikan, aksioma-aksioma, sifat-sifat, atau teori-teori yang telah dibuktikan kebenarannya.
Matematika adalah ilmu tentang pola, keteraturan pola atau ide. Dan matematika itu adalah suatu seni keindahannya terdapat pada keturunan dan keharmonisannya. Jadi menurut Johnson dan Rising jelas bahwa matematika adalah ilmu deduktif.
Biggs (1991) dalam pendahuluan Teaching for Leaning The View From Cognitif Psychology mendefinisikan belajar dalam tiga macam perumusan yaitu: rumusan kuantitatif, rumusan institusional, rumusan kualitatif.
Model Pembelajaran Problem Based Instruction
Problem-based instruction adalah model pembelajaran yang berlandaskan paham konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan masalah otentik (Arends et al., 2001). Dalam pemrolehan informasi dan pengembangan pemahaman tentang topik-topik, siswa belajar bagaimana mengkonstruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan menganalisis data, menyusun fakta, mengkonstruksi argumentasi mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual atau kolaborasi dalam pemecahan masalah.
METODELOGI PENELITIAN
Setting Penelitian
Waktu
Penelitian ini dilaksanakan dalam tahapan Pra siklus.dilaksanakan tanggal 19 September 2019 Siklus I dilaksanakan tanggal 3 Oktober 2019 dan Siklus II dilaksanakan tanggal 24 Oktober 2019.
Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kelas II Semester I SDN 1 Sarimulyo Kecamatan Ngawen Kabupaten Blora tahun pelajaran 2019/2020
Subyek Penelitian
Penelitian dilakukan di Kelas II dimana jumlah siswa terdiri dari 22 siswa dengan perbandingan 10 putri dan 12 putra dengan karakteristik siswa mayoritas kehidupan dari kalangan Petani dengan tingkat kemampuan ekonomi dan kepandaian siswa rata-rata kurang.
Sumber Data
Data Penelitian Tindakan Kelas II ini diambil atau dikumpulkan melalui guru kelas yaitu peneliti sendiri dan siswa Kelas II Semester I tahun 2019/2020 SDN 1 Sarimulyo Kecamatan Ngawen Kabupaten Blora.
Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui:
Tes tertulis
Tes tertulis ini dilaksanakan pada setiap akhir kegiatan pembelajaran. Pada setiap siklus. Nilai yang diperoleh pada ulangan inilah sebagai data yang akan dianalisis.
Observasi
Observasi dilakukan oleh teman sejawat sesame pendidik yang mengampu mata pelajaran matematika dan kepala sekolah. Observer dan kepala sekolah ikut masuk dalam ruangan kelas, untuk mengamati langsung kegiatan pembelajaran pada setiap siklusnya, sehingga selama kegiatan pembelajaran berlangsung dapat diikuti terus menerus baik dari sisi pendidiknya maupun dari sisi peserta didik. Hal-hal yang diobservasi adalah sikap, ucapan, gerakan dan tingkah laku peserta didik maupun langkah-langkah yang diambil oleh peserta didik selama pembelajaran berlangsung. Hasil observasi ini yang akan dijadikan bahan refleksi untuk perbaikan proses pembelajaran pada siklus berikutnya.
Hasil refleksi
Refleksi dari teman sejawat sesama pendidik yang mengajar mata pelajaran matematika dan kepala sekolah dilksanakan setelah proses pembelajaran selesai pada setiap siklus. Kekurangan yang terjadi pada setiap siklus baik dari perencanaan pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran didiskusikan untuk memperoleh perencanaan dan pelaksanaan yang lebih baik dari pada siklus sebelumnya.
Validasi Data
- Validasi hasil belajar peserta didik yang berbentuk nilai hasil tes tertulis yang dilaksanakan pada setiap akhir siklus pembelajaran. Instrumen soal mengacu pada materi pokok peluang dan berbentuk uraian.
- Validasi proses, yaitu memeriksa kelayakan data dari proses penyusunan, hasil observasi dan hasil refleksi melalui triangulasi, yakni melalui sumber data dan metode yang digunakan, baik dari peneliti, observer dan kepala sekolah.
Analisis Data
Pada penelitian tindakan kelas IIni analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis diskriptif, yaitu:
- Menganalisis hasil belajar siswa yang bentuknya nilai ulangan pada akhir setiap siklus. Nilai hasil ulangan (tes) pada setiap siklus dianalisis secara diskriptip komparatif, dengan cara membandingkan nilai ulangan (tes) pada setiap siklus dengan indikator kinerja.
- Menganalis observasi teman sejawat dan kepala sekolah dengan menggunakan analisis diskriptip berdasarkan hasil observasi dan fefleksi setiap siklus.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian Per Siklus
Pembelajaran Awal
Setelah melaksanakan proses pembelajaran Matematika pada pembelajaran awal materi Bangun Datar dan Bangun Ruang, hanya ada 12 siswa yang menguasai pelajaran dengan baik.
Siswa belum dapat memahami pelajaran karena materinya terlalu luas dan menggunakan metode diskusi kurang tepat ada 10 siswa.
Dalam Proses Pembelajaran Prasiklus, guru mengamati dan mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran. Dari pengamatan guru merefleksi diri ada beberapa hal yang muncul dalam pikiran. Mengapa setelah selesai pembelajaran siswa kurang memahami materi yang telah diberikan? Apa sebabnya! Guru lakukan agar siswa dapat memahami materi pembelajaran.
Masalah tersebut dari hasil evaluasi pada akhir pembelajaran. Penelitian ini penulis lakukan proses pembelajaran Prasiklus Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam kelas II Semester I SDN 1 Sarimulyo tentang Bangun Datar dan Bangun Ruang. Ternyata hasil evaluasi dari 22 siswa yang mendapatkan nilai 75-100 hanya siswa 12 atau 55% dari seluruh siswa.
Penulis menyimpulkan bahwa tingkat pemahaman siswa dalam pembelajaran Matematika masih rendah.
Berdasarkan hal-hal tersebut penulis selalu berdiskusi dengan teman sejawat dan guru yang lain selama penelitian hasil diskusi ada beberapa masalah yaitu:
- Siswa mengalami kesulitan materi pembelajaran
- Guru dalam menyampaikan materi tidak menggunakan bahasa yang komunikatif dengan siswa.
- Guru menggunakan alat peraga tidak mencukupi semua kelompok
- Siswa kurang berhasil untuk merespon pertanyaan guru.
Siklus I
Berdasarkan hasil tes kemampuan awal dengan hasil tes kemampuan siklus I dapat dilihat adanya pengurangan jumlah siswa yang masih dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal. Pada prasiklus jumlah siswa yang dibawah KKM sebanyak 10 siswa dan pada akhir siklus I berkurang menjadi 5 anak. Nilai rata-rata kelas meningkat dari 74 menjadi 84 jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan siklus I menjadi 77% dari sebelumnya yaitu hanya 55%.
Siklus II
Berdasarkan hasil tes siklus I dengan hasil tes siklus II dapat dilihat adanya pengurangan jumlah siswa yang masih dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal. Pada siklus I jumlah siswa yang dibawah KKM sebanyak 17 (77%) anak dan pada akhir siklus II berkurang menjadi 0 (0%) anak. Nilai rata-rata kelas meningkat dari 84 menjadi 92 jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan siklus II menjadi 100% dari sebelumnya yaitu hanya 77%.
Pembahasan Tiap Siklus dan Antar Siklus
Pra Siklus / Pembelajaran Awal
Pada awalnya siswa kelas II nilai rata-rata pelajaran Matematika sangat rendah khususnya khususnya dalam tentang bentuk bumi bulat menggunakan alat peraga gambar organ tubuh manusia pada kompetensi yang harus dikuasainya dan perlu daya ingat yang setia sehingga mampu menghafal dalam jangka waktu lama. Sebelum dilakukan tindakan guru memberi tes. Berdasarkan ketuntasan belajar siswa dari sejumlah 22 siswa terdapat 12 siswa atau 55% yang baru mencapai ketuntasan minimal sedangkan 10 siswa atau 45% belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang melibatkan tentang Bangun Datar dan Bangun Ruang yang menggunakan alat peraga yang telah ditentukan yaitu 75 sedangkan hasil nilai pra siklus terdapat nilai tertinggi 90 terendah 60 rata-rata kelas 75.
Dari hasil tes Pra siklus, menunjukkan bahwa hasil yang mencapai nilai A (sangat baik) adalah 2 siswa atau 9%, sedangkan yang mendapat nilai B (baik) 7 siswa atau (32%). Sedangkan yang mendapat nilai C (Cukup) 10 siswa atau (45%) sedangkan yang mendapat nilai D (Kurang) 3 siswa atau (14%) sedangkan yang mendapat nilai E (Sangat kurang) 0 siswa atau (0%).
Siklus 1
Dari hasil tes siklus I, menunjukkan bahwa hasil yang mencapai nilai A 12 siswa atau 55%, sedangkan yang mendapat nilai B siswa 5 (23%) sedangkan yang mendapat nilai C 5 siswa (23%) yang mendapat nilai D 0 siswa (0%) sedangkan yang mendapat nilai E 0 siswa atau 0%.
Berdasarkan ketuntasan siswa dari sejumlah 22 siswa terdapat 19 siswa atau 77% yang sudah mencapai ketuntasan belajar. Sedangkan 3 siswa atau 23%, belum mencapai ketuntasan. Adapun dari hasil nilai siklus I dapat dijelaskan bahwa perolehan nilai tertinggi adalah 100 nilai terendah 70 dengan nilai rata-rata kelas sebesar 77.
Siklus 2
Dari pelaksanaan tindakan siklus II dapat di ketahui bahwa yang mendapatkan nilai sangat baik (A) adalah 17 siswa (69%). Sedangkan yang mendapat nilai baik (B) adalah 4 siswa atau (31%) sedangkan yang mendapat nilai (C) adalah 0 siswa (0%) sedangkan yang mendapat nilai (D) adalah 0 siswa atau (0%) dan E tidak ada atau 0% sedangkan nilai rata-ratanya kelas adalah 92.
Berdasarkan ketuntasan siswa dari sejumlah 22 siswa terdapat 22 siswa atau 100% yang sudah mencapai ketuntasan belajar. Sedangkan 0 siswa atau 0%, belum mencapai ketuntasan. Adapun dari hasil nilai siklus I dapat dijelaskan bahwa perolehan nilai tertinggi adalah 100 nilai terendah 75 dengan nilai rata-rata kelas sebesar 88.
Pembahasan Penelitian
Tabel 4.16. Keberhasilan Pra Siklus, Siklus I, Siklus II
PRA SIKLUS | Siklus I | Siklus II | |||||||||
Nilai rata- rata | Jumlah siswa | Persen tase | Nilai rata- rata | Jumlah siswa | Persen tase | Nilai rata-rata | Jumlah siswa | Persen tase | |||
Tnts | Blm | Tnts | Blm | Tnts | Blm | ||||||
74 | 12 | 10 | 55% | 84 | 17 | 5 | 77% | 92 | 22 | 0 | 100% |
Dari tabel 4.16 di atas menunjukkan adanya peningkatan hasil tes formatif siswa. Pra Siklus nilai rata-rata hanya 74 Siklus I mengalami peningkatan menjadi 84 dan Siklus II mengalami peningkatan lagi menjadi 92. Ini menunjukkan hasil tes formatif yang maksimal. Demikian juga tingkat ketuntasan prestasi belajar dari Pra Siklus hanya 55%, Siklus I menjadi 77% dan Siklus II 100%. Ini menunjukkan bahwa setelah diadakan perbaikan pembelajaran siswa semakin memahami materi yang disampaikan oleh guru. Ini terbukti adanya peningkatan nilai hasil tes formatif, serta ketuntasan belajar siswa pada setiap siklusnya.
PENUTUP
Kesimpulan
- Penggunaan metode Problem Based Instruction dapat meningkatkan kualitas proses belajar mengajar pelajaran Matematika siswa kelas II Semester I SDN 1 Sarimulyo. Beberapa indikator terjadinya peningkatan kualitas proses belajar mengajar tersebut adalah:
- Keterlibatan siswa dalam diskusi kelompok maupun diskusi kelas.
- Peningkatan kerja sama dalam kelompok dan tidak tampak sikap individual.
- Penggunaan metode pembelajaran Problem Based Instruction dapat meningkatkan kualitas hasil belajar siswa kelas II Semester I SDN 1 Sarimulyo
- Pemberian lembar kerja tiap kelompok ternyata dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep materi Bangun Datar dan Bangun Ruang.
- Pujian atau penguatan ternyata mampu meningkatkan hasil belajar.
Saran
- Perlu dilakukan penelitian tindakan sejenis untuk materi/kosep mata pelajaran yang lain atau menerapkan model pembelajaran yang lain atau menerapkan model pembelajaran yang paling cocok untuk materi terkait.
- Guru lebih kreatif dalam memberikan latihan-latihan pada lembar kerja pada setiap proses kegiatan belajar mengajar.
- Dalam memberikan pujian atau penguatan, guru harus melihat situasi atau kondisi yang terjadi pada kegiatan belajar mengajar sehingga dapat menumbuhkan kompetensi antar siswa khususnya dalam prestasi.
Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian ini terbukti bahwa penggunaan model pembelajaran Problem Based Instruction dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran Matematika pada siswa kelas II SDN 1 Sarimulyo sehubungan dengan penelitian ini maka dikemukakan implikasi hasil penelitian sebagai berikut:
- Implikasi Teoritis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran Problem Based Instruction dapat meningkatkan hasil mata pelajaran Matematika pada siswa kelas II SDN 1 Sarimulyo Kecamatan Ngawen, Kabupaten Blora tahun ajaran 2019/2020. Hal ini menunjukkan bahwa secara teoritis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk menggunakan metode yang bervariasi dalam pembelajaran Matematika pada materi yang sesuai dari hasil penelitian, maka penggunaan model pembelajaran Problem Based Instruction dapat dioptimalkan untuk meningkatkan hasil belajar mata pelajaran Matematika.
- Implikasi Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi para guru dan calon guru dalam upaya meningkatkan motivasi dan hasil belajar mata pelajaran Matematika pada siswa dan kualitas pembelajaran dengan memperhatikan faktor yang mempengaruhi pembelajaran, yaitu penggunaan metode pembelajaran yang efektif, efesien dan menyenangkan.
Sejalan dengan hal tersebut model pembelajaran Problem Based Instruction merupakan salah satu metode pembelajaran inovatif yang telah terbukti dapat meningkatkan hasil belajar pembelajaran Matematika materi bagian-bagian tubuh. Keaktifan, partisipasi dan semangat siswa meningkat secara signifikan. Hal tersebut yang seharusnya mulai diperhatikan oleh guru maupun calon guru. Bahwa dengan bekerja sama, diskusi, saling menghargai pendapat merupakan hal penting dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Johson, D.W., dan Johnson, R.T., 1989. Cooperative and Competitive: Theory and Researc. Edina, WN: Interaction Book Co.
Lundgren, L., 1994. Cooperative Learning in the Science Classroom. New York: MC. Millan/MC. Graw – Hill.
Slavin, Robert E. 1995. Cooperative Learning. Masscochusets: Allyn and Bacon Publisher.
Sulistyorini, Sri. 1999. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada Mata pelajaran Matematika. Lembaran Ilmu Pengetahuan. No. 1- tahun XXVIII-1999-11-19. Semarang: IKIP Semarang.
Winata Putra, Udin. S. [et.al]. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.