UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR

ILMU PENGETAHUAN SOSIAL DAN KEAKTIFAN SISWA

MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) MATERI PAJAK

DALAM SISTIM PEREKONOMIAN INDONESIA

PADA SISWA KELAS VIII B SEMESTER GENAP

SMP NEGERI 2 JAKENAN TAHUN PELAJARAN 2017/2018

 

Dwi Peni Sekti Hastuti

Guru Ilmu Pengetahuan Sosial SMP Negeri 2 Jakenan Pati

 

ABSTRAK

Melihat kenyataan bahwa sebagian besar siswa SMP mengalami kesulitan dalam mempelajari IPS, khususnya pada materi pajak dalam sistim perekonomian Indonesia kelas VIII B semester genap SMP Negeri 2 Jakenan. Sebagai guru yang mengajar IPS, peneliti merasa terpanggil untuk mencoba model pembelajaran yang tepat pada materi pajak dalam sistim perekonomian Indonesia .Dalam Penelitian Tindakan Kelas peneliti mengangkat permasalahan Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS dan Keaktifan Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) materi Pajak dalam sistim perekonomian Indonesia pada Siswa Kelas VIII B semester genap SMP Negeri 2 Jakenan Tahun Pelajaran 2017/2018 dilaksanakan dalam dua siklus. Siklus I dilaksanakan dua pertemuan, siklus II dilaksanakan dua pertemuan. Setiap siklus terdapat empat tahapan: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Setiap siklus dilaksanakan satu kali tes akhir siklus untuk mengukur tingkat pencapaian hasil belajar. Variabel yang diamati adalah peningkatan Hasil Belajar dan Keaktifan siswa. Data Hasil Belajar dan Keaktifan siswa diambil melalui ulangan Tes akhir siklus dan keaktifan siswa diambil dari lembar pengamatan siswa. Penelitian ini dilakukan pada semester genap Tahun Pelajaran 2017/2018. Dengan indikator keberhasilan untuk keaktifan siswa prosentase rata-rata meningkat dan hasil tes akhir siklus prosentase ketuntasan klasikal meningkat. Refleksi awal didapatkan sebagian anak tuntas, sebagian lagi belum tuntas (tuntas: 46 %, belum tuntas: 54%), bila pembelajaran menggunakan metode eksperimen dan diskusi. Dalam observasi siklus I dengan model Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) sudah ada peningkatan baik keaktifan maupun hasil belajar sudah di atas 73%. Pada siklus II anak-anak lebih antusias lagi belajar karena diberikan kebebasan untuk berargumentasi dalam diskusi kelompok dan diskusi kelas. Sehingga pada siklus II ini keaktifan dan hasil belajar (ketuntasan) menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan yaitu 88% dari 73% dimana refleksi siklus I yang tuntas 73% dan yang belum tuntas 27%. Kesimpulan dari Penilaian Tindakan Kelas ini adalah dengan pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI), keaktifan dan hasil belajar siswa kelas VIII B semester genap SMP Negeri 2 Jakenan dapat ditingkatkan.

Kata kunci:   Pajak Dalam Sistim Perekonomian Indonesia, Group Investigation, Keaktifan, Hasil Belajar.

 

PENDAHULUAN

Pembelajaran ilmu pengetahuan sosial di SMP Negeri 2 Jakenan khususnya di kelas VIII B semester genap masih rendah, guru masih menggunakan metode konvensional yaitu metode ceramah. Model pembelajaran cenderung berpusat pada guru sebagai sumber belajar. Guru kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran.

Siswa hanya duduk diam dan mendengarkan ceramah dari guru sehingga berdampak kurangnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Hal tersebut juga berdampak pada rendahnya prestasi belajar ilmu pengetahaun sosial. Sedangkan pembelajaran ilmu pengetahuan sosial seharusnya tidak lagi mengutamakan pada penyerapan melalui pencapaian informasi, tetapi lebih mengutamakan pada pengembangan kemampuan dan pemrosesan informasi. Permasalahan tersebut bisa diringkas berikut: aktivitas pembelajaran terpusat pada guru; peserta didik kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran IPS; peserta didik di kelas banyak berbuat gaduh saat proses pembelajaran berlangsung; peserta didik kurang berpartisipasi dalam menentukan topik, menyelidiki masalah, menyelesaikan masalah dan membuat keputusan; peserta didik pasif saat diberi kesempatan untuk bertanya pada saat pembelajaran di kelas; dan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM 75) sebanyak 54 %. Keadaan tersebut memerlukan partisipasi aktif dari siswa.

Untuk itu perlu ada metode pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran. Adapun metode yang dimaksud adalah metode pembelajaan kooperatif. Pembelajaran kooperatif lebih menekankan interaksi antar siswa. Dari sini siswa akan melakukan komunikasi aktif dengan sesama temannya. Dengan komunikasi tersebut diharapkan siswa dapat menguasai materi pelajaran dengan mudah karena “siswa lebih mudah memahami penjelasan dari kawannya dibanding penjelasan dari guru karena taraf pengetahuan serta pemikiran mereka lebih sejalan dan sepadan”. (Sulaiman dalam Wahyuni 2001: 2).

Hal tersebut diperlukan metode pembelajaran yang berguna untuk meningkatkan minat siswa secara optimal yaitu dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif model Group Investigation. Dengan metode ini, diharapkan proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami bukan transfer pengetahuan dari guru kesiswa (Nurhadi, 2002: 1).

Peneliti ingin mencoba melakukan penelitian dengan judul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS dan Keaktifan Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) Materi Pajak Dalam Sistim Perekonomian Indonesia Pada Siswa Kelas VIII B semester genap SMP Negeri 2 Jakenan Tahun Pelajaran 2017/2018”. Rumusan masalahnya adalah bagaimana penggunaan metode pembelajaran kooperatif model Group Investigation (GI) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII-B semester genap SMP Negeri 2 Jakenan Tahun Pelajaran 2017/2018 dan bagaimana penggunaan metode pembelajaran kooperatif model Group Investigation (GI) dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas VIII-B semester genap SMP Negeri 2 Jakenan Tahun Pelajaran 2017/2018?

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa setelah diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model Group Investigation pada siswa kelas VIII-B semester genap SMP Negeri 2 Jakenan Tahun Pelajaran 2017/2018; dan untuk mengetahui peningkatan keaktifan belajar siswa setelah diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model Group Investigation pada siswa kelas VIII-B semester genap SMP Negeri 2 Jakenan Tahun Pelajaran 2017/2018

Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi siswa dengan dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan belajar serta melatih sikap sosial untuk saling peduli terhadap keberhasilan siswa lain dalam mencapai tujuan belajar. Bagi guru, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan model pembelajaran yang dapat memberikan manfaat bagi siswa. Bagi sekolah, dengan tingginya motivasi dan aktivitas siswa maka mutu pembelajaran dan hasil pembelajaran dapat meningkat dan selanjutnya akan meningkatkan mutu sekolah. Bagi perpustakaan sekolah, dapat menambah referensi perpustakaan sekolah sehingga dapat digunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya.

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

Hakekat Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. (KBBI, 1996: 14).

Sependapat dengan pernyataan tersebut Sutomo (1993: 68) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar untuk melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Sedangkan belajar adalah suatu peoses yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisik, tetapi perubahan dalam kebiasaan, kecakapan, bertambah, berkembang daya pikir, sikap dan lain-lain.

Hakekat Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah suatu pengajaran yang melibatkan siswa bekerja dalam kelompok-kelompok untuk menetapkan tujuan bersama (Felder, 1994: 2). Tujuan dari Cooperatif Learning adalah pencapaian hasil belajar, penerimaan keberagaman,dan ketrampilan sosial (Arends, 2008: 313). Zakaria, Chin dan Daud (2010) yang mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan yang efektif dan dapat meningkatkan prestasi siswa dalam ilmu pengetahuan sosial dan sikap terhadap ilmu pengetahuan sosial, yang guru ilmu pengetahuan sosial perlu untuk memasukkan ke dalam pembelajaran mereka.

Pembelajaran kooperatif lebih menekankan interaksi antar siswa. Dari sini siswa akan melakukan komunikasi aktif dengan sesama temannya. Dengan komunikasi tersebut diharapkan siswa dapat menguasai materi pelajaran dengan mudah karena “siswa lebih mudah memahami penjelasan dari kawannya dibanding penjelasan dari guru karena taraf pengetahuan serta pemikiran mereka lebih sejalan dan sepadan”. (Sulaiman dalam Wahyuni 2001: 2).

Sependapat dengan pernyataan tersebut Setyaningsih (2001: 8) mengemukakan bahwa metode pembelajaran kooperatif memusatkan aktifitas di kelas pada siswa dengan cara pengelompokan siswa untuk bekerjasama dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif siswa tidak hanya sebagai objek belajar tetapi menjadi subjek belajar karena mereka dapat berkreasi secara maksimal dalam proses pembelajaran. Hal ini terjadi karena pembelajaran kooperatif merupakan metode alternatif dalam mendekati permasalahan, mampu mengerjakan tugas besar, meningkatkan keterampilan komunikasi dan sosial, serta perolehan kepercayaan diri. Dalam pembelajaran ini siswa saling mendorong untuk belajar, saling memperkuat upaya-upaya akademik dan menerapkan norma yang menunjang pencapaian hasil belajar yang tinggi. Dalam pembelajaran kooperatif lebih mengutamakan sikap sosial untuk mencapai tujuan pembelajaran yaitu dengan cara kerjasama.

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation

 Model Group Investigation seringkali disebut sebagai metode kooperatif yang paling kompleks. Hal ini disebabkan karena metode ini memadukan beberapa landasan pemikiran, yaitu berdasarkan pandangan konstruktivistik, democratis teaching, dan kelompok belajar kooperatif. Berdasarkan pandangan konstruktivistik, proses pembelajaran dengan model Group Investigation memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk terlibat secara langsung dan aktif dalam proses pembelajaran mulai dari perencanaan sampai cara mempelajari suatu topik melalui investigasi. 

Democratic teaching adalah proses pembelajaran yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi, yaitu penghargaan terhadap kemampuan, menjunjung keadilan, menerapkan persamaan kesempatan, dan memperhatikan keberagaman peserta didik (Budimansyah, 2007: 7). Group investigation adalah kelompok kecil untuk menuntun dan mendorong siswa dalam keterlibatan belajar. Metode ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok (group process skills). Eggen & Kauchak (dalam Maimunah, 2005: 21) mengemukakan Group investigation adalah strategi belajar kooperatif yang menempatkan siswa ke dalam kelompok untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa metode GI mempunyai fokus utama untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik atau khusus.

Berdasarkan pemaparan mengenai model pembelajaran Group Investigation tersebut, dapat dismpulkan bahwa model pembelajaran Group Investigation mendorong siswa untuk belajar lebih aktif dan lebih bermakna. Artinya siswa dituntut selalu berfikir tentang suatu persoalan dan mereka mencari sendiri cara penyelesaiannya. Dengan demikian mereka akan lebih terlatih untuk selalu menggunakan keterampilan pengetahuannya, sehingga pengetahuan dan pengalaman belajar mereka akan tertanam untuk jangka waktu yang cukup lama

Killen (Aunurrahman, 2010: 152) memaparkan ciri Group Investigation adalah para siswa bekerja pada kelompok kecil di bawah bimbingan guru; kegiatan siswa terfokus pada upaya menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan; dan kegiatan belajar siswa akan selalu mempersyaratkan mereka untuk mengumpulkan sejumlah data, menganalisisnya dan mencapai beberapa kesimpulan. Karakteristik Pembelajaran model GI (Kurniajanti 2012: 6) adalah tujuan kognitif untuk menginformasikan akademik tinggi dan ketrampilan inkuiri; kelas dibagi menjadi beberapa kelompok dengan anggota 4 atau 5 siswa yang heterogen dan dapat dibentuk berdasarkan pertimbangan persahabatan atau minat yang sama dalam topic tertentu; siswa terlibat langsung sejak perencanaan pembelajaran (menentukan topik dan cara investigasi) hingga akhir pembelajaran; diutamakan keterlibatan pertukaran pemikiran para siswa; adanya sifat demokrasi dalam kooperatif (keputusan yang dikembangkan atau diperkuat oleh pengalaman kelompok dalam konteks masalah yang diselidiki); dan guru dan murid memilki status yang sama dalam mengatasi masalah.

Pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation terdiri dari 6 tahap utama yang diawali dengan pemilihan topic oleh siswa dan diakhiri dengan presentasi hasil dan pemberian penghargaan.

Hasil belajar berasal dari kata “ hasil “ dan “belajar’ hasil berarti hasil yang telah dicapai Sedangkan pengertian belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu (Depdikbud, 1995: 14 ). Jadi, hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukan dengan nilai atau angka yang diberikan oleh guru. Hasil dalam penelitian yang dimaksudkan adalah nilai yang diperoleh oleh siswa pada mata pelajaran Ilmu pengetahuan sosial dalam bentuk nilai berupa angka yang diberikan oleh guru kelasnya setelah melaksanakan tugas yang diberikan padanya.

Hakikat Keaktifan Siswa

Aunurrahman (2009: 119) menyatakan keaktifan siswa dalam belajar merupakan persoalan penting dan mendasar yang harus dipahami, dan dikembangkan setiap guru dalam proses pembelajaran. Sehingga keaktifan siswa perlu digali dari potensi-potensinya, yang mereka aktualisasikan melalui aktifitasnya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Trinandita (2008) menyatakan bahwa, “Hal yang paling mendasar yang dituntut dalam proses pembelajaran adalah keaktifan siswa”. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa maupun dengan siswa itu sendiri. (http://ipotes.wordpress.com/2008/05/24/prestasi-belajar/)

Sriyono, dkk (Syafaruddin, 2005: 213) menyatakan bahwa keaktifan siswa adalah pada waktu guru mengajar, guru harus mengusahakan agar murid-muridnya aktif, jasmani maupun rohani. Belajar aktif ditunjukkan dengan adanya ketertiban intelektual dan emosional yang tinggi dalam proses belajar. Siswa diberikan kesempatan untuk berdiskusi mengemukakan pendapat dan idenya, melakukan ekslorasi terhadap materi yang sedang dipelajari serta menafsirkan hasilnya secara bersama-sama di dalam kelompok. Kegiatan tersebut memungkinkan siswa berinteraksi aktif dengan lingkungan dan kelompoknya, sebagai media untuk mengembangkan kemampuannya

Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir d iatas, maka hipotesis ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Diduga hasil belajar siswa pada pelajaran ilmu pengetahuan sosial akan semakin meningkat dengan menggunakan Pembelajaran Kooperatif Model Group Investigation;

2. Diduga keaktifan belajar siswa pada pelajaran ilmu pengetahuan sosial akan semakin meningkat dengan menggunakan Pembelajaran Kooperatif Model Group Investigation.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan yaitu bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2018. Penyusunan proposal mulai bulan Februari 2018. Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan sebanyak 2 siklus, setiap siklusnya 4 x 40 menit (2 x pertemuan). Pelaksanaan penelitian dirancang dalam 3 tahap meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan. Perencanaan dilaksanakan pada bulan April minggu 1 dan 2. Sedangkan pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulanApril minggu 3 dan 4, Pelaporan penelitian dilaksanakan pada bulan Mei minggu 1 dan 2.

Penelitian dilakukan di SMP Negeri 2 Jakenan pada kelas VIII B semester genap karena pada tahun pelajaran 2017/2018 peneliti mengajar di kelas VIII B SMP Negeri 2 Jakenan, yang siswanya berjumlah 26 orang yang terdiri dari laki-laki 14 siswa dan perempuan 12 siswa. Sumber data pada penelitian ini berasal dari subjek penelitian yang merupakan data primer yaitu nilai ulangan harian siswa. Sedangkan sumber data sekunder didapatkan dari sumber data non subjek yaitu observasi tentang keaktifan siswa.

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik penilaian tes tertulis dan non tes berupa penilaian unjuk kerja. Teknik penilaian tertulis dilakukan pada akhir pelajaran, siswa diminta mengerjakan soal tes. Teknik penilaian non tes berupa penilaian unjuk kerja dilakukan dengan teknik pengamatan atau observasi terhadap kektifan belajar siswa. dan penilaian terhadap laporan kerja. Observasi adalah suatu teknik evaluasi yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan (evaluasi).

Teknik analisis data yang dipakai menggunakan bentuk diskripsi kualitatif dan kuantitatif. Data yang diperoleh pada pelaksanaan tindakan dianalisis untuk memperoleh kesimpulan tentang kemajuan keaktifan siswa serta hasil belajar siswa. Siswa dikatakan berhasil jika memperoleh nilai ulangan harian mencapai KKM 75 atau telah tuntas klasikal 85 %. Siswa dikatakan aktif jika aktivitas belajarnya masuk kategori baik ( 76-88)

Kegiatan penelitian tindakan sekolah dilaksanakan melalui beberapa tahap, yang diuraikan sebagai berikut: (1) Persiapan: (a) meminta izin kepada kepala sekolah dalam Penelitian Tindakan Kelas, (b) melakukan observasi di lapangan, dan (c) melakukan wawancara terhadap siswa dan guru (observer); dan (2) Tahap pelaksanaan tindakan ada 2 siklus, langkah-langkah kegiatan pada setiap siklus adalah sebagai berikut: 1) Perencanaan (Planning), 2) Pelaksanaan Tindakan (Action), 3) Pengamatan (Observation), dan 4) Refleksi (Reflection).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Kondisi Awal (Pra Siklus)

Proses Pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Jakenan khususnya di kelas VIII B semester genap, guru masih menggunakan metode konvensional yaitu metode ceramah. Model pembelajaran cenderung berpusat pada guru sebagai sumber belajar. Guru kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran.

Tabel Hasil Belajar Siswa pada Tes Awal (Pra Siklus)

Berdasarkan tabel di atas dapat ketahui bahwa sebanyak 11,54% siswa atau 3 siswa mendapatkan nilai < 41 dalam menjawab tes tertulis. Sebanyak 26,92 % atau 7 siswa mendapatkan nilai 41-55. Sebanyak 15,39 % siswa atau 4 siswa mendapatkan nilai 56-70. Sebanyak 46,15 % atau 12 siswa mendapatkan nilai 71-85. Sedangkan hanya 0 % atau tidak satupun siswa yang mendapatkan nilai 86-100. Nilai ideal yang diharapkan adalah 75. Jadi apabila di persentase secara klasikal, maka pembelajaran pra siklus hanya mencapai 46 % siswa yang tuntas, sedangkan yang 54 % tidak mencapai KKM 75 seperti yang diharapkan, sehingga kegiatan pembelajaran perlu diperbaiki untuk mendapatkan nilai ketuntasan minimal maupun ketuntasan secara klasikal seperti yang diharapkan yaitu 85% siswa secara klasikal mendapat nilai lebih dari 75.

Pengukuran kompetensi dasar pra siklus juga mengenai keaktifan siswa pada pembelajaran. Berdasarkan observasi awal, maka keaktifan siswa masih rendah, hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Berdasarkan tabel tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa keaktifan siswa masih sangat kurang yaitu mencapai 42,32 % atau sebanyak 11 siswa memiliki kategori keaktifan sangat kurang pada pembelajaran, dan sebanyak 19,28 % siswa memiliki kategori keaktifan baik pada pembelajaran. Sehingga perlu perbaikan dalam metode pembelajaran selanjutnya agar dapat meningkatkan keaktifan siswa.

Siklus I

Data tentang Hasil Belajar Siswa

Tabel Hasil Belajar Siswa Siklus I

Berdasarkan tabel di atas sudah terjadi peningkatan nilai belajar siswa yaitu sebanyak 19,23% siswa atau 5 siswa mendapatkan nilai 56-70. Sebanyak 53,85 % atau 14 siswa mendapatkan nilai 71-85. Sedangkan hanya 19,23% atau 5 siswa yang mendapatkan nilai 86-100. Nilai ideal yang diharapkan adalah 75. Jadi, apabila di persentase secara klasikal, maka pembelajaran siklus I mencapai 73 % siswa yang tuntas, sedangkan yang 27 % tidak mencapai KKM 75 seperti yang diharapkan, sehingga kegiatan pembelajaran perlu diperbaiki pada siklus II untuk mendapatkan nilai ketuntasan minimal maupun ketuntasan secara klasikal seperti yang diharapkan yaitu 85% siswa secara klasikal mendapat nilai lebih dari 75.

Selain itu, pengamatan juga dilakukan untuk melihat keaktifan siswa, yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Berdasarkan tabel tersebut diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa keaktifan siswa sudah cukup baik yaitu mencapai 38,46 % atau sebanyak 10 siswa memiliki kategori keaktifan sedang pada pembelajaran, dan sebanyak 23.08% siswa memiliki kategori keaktifan baik pada pembelajaran, dan 11,54% siswa memiliki kategori sangat baik pada pembelajaran. Sehingga perlu perbaikan dalam metode pembelajaran siklus II agar dapat meningkatkan keaktifan siswa.

Secara keseluruhan, tindakan siklus I belum berjalan secara baik. Hal tersebut dikarenakan siswa tidak terbiasa belajar IPS dengan lembar kegiatan siswa. Berdasarkan hasil pengamatan pada pembelajaran siklus I, terdapat beberapa kelemahan yaitu awal pembelajaran siswa duduknya masih belum berkelompok; apabila menemukan kesulitan siswa langsung bertanya kepada guru; masih adabeberapa kelompok yang anggotanya bekerja sendiri-sendiri; guru terlalu lama membimbing pada kelompok tertentu, ada beberapa kelompok yang tidak teramati oleh guru; kurang adanya kerjasama antar anggota kelompok, hanya sebagian siswa yang aktiftampil di depan kelas; dan guru masih kesulitan dalam membagi waktu.

Siklus II

1.    Data Hasil Belajar

Berdasarkan tabel di atas sudah terjadi peningkatan nilai belajar siswa yang cukup signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan sebanyak 11,54% siswa atau 3 siswa mendapatkan nilai 56-70. Sebanyak 57,69 % atau 15 siswa mendapatkan nilai 71-85. Sedangkan 30,77 % atau 8 siswa yang mendapatkan nilai 86-100. Nilai ideal yang diharapkan adalah 75. Jadi apabila di persentase secara klasikal, maka pembelajaran siklus II mencapai 88 % siswa yang tuntas, sedangkan yang 12 % tidak mencapai KKM 75 seperti yang diharapkan, sehingga kegiatan pembelajaran sudah mencapai ketuntasan klasikal seperti yang diharapkan yaitu 85% siswa secara klasikal mendapat nilai lebih dari 75.

Selain itu, pengamatan juga dilakukan untuk melihat keaktifan siswa, yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Berdasarkan tabel tersebut diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa keaktifan siswa mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Hal ini terlihat dari banyaknya siswa yang mencapai kategori keaktifan sedang pada pembelajaran yaitu sebanyak 15,38 % atau sebanyak 4 siswa, sebanyak 57,69% atau 15 siswa memiliki kategori keaktifan baik pada pembelajaran. Bahkan ada 26,92% siswa atau sebanyak 7 siswa yang memiliki kategori keaktifan sangat baik. Sehingga keaktifan siswa sudah mencapai hasil yang diharapkan.

Refleksi siklus II adalah hasil belajar sudah mencapai indikator kinerja penelitian yaitu sebesar 88%; keaktifan siswa sudah termasuk kategori keaktifan baik; siswa sudah sangat puas dengan pembelajaran yang dilakukan; kriteria kinerja guru sangat baik, tetapi masih ada hal-hal yang perlu diperbaiki yaitu guru lebih tegas dalam menunjuk siswa, sehingga dalam diskusi kelas tidak hanya didominasi oleh siswa yang pandai dan guru lebih memotivasi siswa yang kurang aktif, dengan memberikan pertanyaan kepada siswa tersebut.

PEMBAHASAN

Hasil tes tertulis awal yang diperoleh siswa pada pra siklus masih sangat rendah. Pembelajaran pada pra siklus belum menerapkan model pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran masih menggunakan metode konvensional yaitu ceramah, dimana guru menjadi satu-satunya sumber belajar. Dilihat dari segi taksonomi tujuan pengajaran, ceramah hanya mampu mengembangkan kemampuan siswa pada tingkat pengetahuan sampai pemahaman (Gulo, 2008). Siswa hanya duduk, diam, mendengarkan ceramah dari guru tanpa berani bertanya ataupun menjawab pertanyaan. Sehingga siswa sangat pasif. Jumlah siswa yang mencapai nilai diatas KKM hanya 12 siswa atau 46 %.

Pembelajaran pada siklus I sudah menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Langkah awal yang dilakukan guru adalah melakukan perencanaan yang meliputi kegiatan mengidentifikasi masalah dan mencari cara penyelesaian masalah tersebut. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SMP Negeri 2 Jakenan, didapatkan permasalahan yaitu aktivitas dan hasil belajar siswa kelas VIII B semester genap di SMP Negeri 2 Jakenan paling rendah dibanding kelas-kelas yang lain. Akar dari permasalahan tersebut yaitu siswa masih suka bermain sendiri pada waktu pembelajaran.

Pada tahap perencanaan ini dilakukan pembuatan silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, menyiapkan media, membuat Lembar Kerja Siswa serta menyiapkan alat evaluasi. Pada tahap pelaksanaan siklus I Siswa saling bekerjasama dalam kelompok, memecahkan dan menyelesaikan masalah yang dihadapkan padanya melalui lembar kerja siswa yang sudah diberikan oleh guru, siswa memecahkan masalah dengan mengeksplorasi berbagai sumber belajar. Siswa diberikan kesempatan untuk bertanya, menjawab pertanyaan maupun mempresentasikan hasil diskusi bersama kelompoknya. Suasana pembelajaran lebih santai dan menyenangkan bagi siswa. Namun siswa masih belum dapat beradaptasi dengan pembelajaran ini. Hal ini tampak pada sikap siswa yang masih malu-malu dalam bertanya, menjawab pertanyaan maupun presentasi di depan kelas.

Hasil refleksi siklus I yaitu hasil belajar siswa belum mencapai indikator kinerja penelitian. Hasil belajar pada siklus I, menunjukkan persentase jumlah siswa yang berhasil mencapai ketuntasan belajar mencapai 73%. Artinya jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 ada 19 siswa dari 26 siswa secara keseluruhan. Persentase hasil belajar tersebut belum memenuhi target ketuntasan belajar sesuai yang telah dijelaskan dalam indikator kinerja. Apabila dibandingkan dengan hasil belajar tes awal yang dilakukan, hasil belajar siklus I ini menunjukkan adanya kenaikan nilai hasil belajar siswa. Rata-rata hasil belajar siswa berdasarkan data pada tes awal yaitu 66,07 dan ada 14 siswa yang belum tuntas belajar. Pada penelitian siklus I, rata-rata hasil belajar yaitu 74,2 dan ada 7 siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar. Peningkatan rata-rata hasil belajar yang sebesar 74,2 disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain siswa masih bingung dengan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI), sehingga siswa yang pandai lebih mendominasi dalam diskusi kelompok dan diskusi kelas, siswa masih takut bertanya kepada guru apabila ada hal yang belum dimengerti dan siswa belum terbiasa dengan pembelajaran yang dilakukan.

Pembelajaran pada siklus II hampir sama dengan pada siklus I. Namun pembelajaran ini sudah merupakan perbaikan dari siklus I. Hal ini ditunjukkan pada aktivitas guru yang selalu memotivasi siswa dalam pemecahan masalah maupun keaktifan siswa. Sehingga siswa sudah mulai percaya diri, tidak malu untuk bertanya, menjawab pertanyaan maupun presentasi di depan kelas dengan percaya diri. Siswa mulai fokus pada pembelajaran. Meskipun masih ada yang belum aktif, namun jumlahnya sedikit. Pembelajaran mulai kondusif dan siswa sudah mengetahui apa yang harus dilakukan.

Hasil refleksi dari siklus II yaitu hasil belajar sudah mencapai indikator kinerja penelitian. Pada siklus II, persentase siswa yang memperoleh nilai ≥ 75mencapai 88% dengan jumlah siswa sebanyak 23 siswa. Hasil ini menunjukan adanya peningkatan jumlah siswa yang berhasil mencapai ketuntasan belajar sebesar 73% dari siklus I. Persentase hasil belajar ini sudah mencapai target ketuntasan belajar dalam indikator keberhasilan penelitian, sehingga tidak perlu dilakukan perbaikan-perbaikan pembelajaran.

 

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada kondisi awal, siklus I, dan siklus II menunjukkan bahwa terdapat peningkatan nilai belajar siswa. Bahkan kenaikannya cukup signifikan, seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut:


Berdasarkan hasil penelitian tersebut, melalui pengamatan Siklus II menunjukkan peningkatan nilai belajar siswa. Pada Siklus II, dari 26 siswa terdapat 23 siswa yang telah mencapai nilai >75, yaitu di atas skor ideal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa 88% siswa telah mencapai ketuntasan klasikal.

Ketuntasan siswa meningkat pada siklus I yang mencapai nilai tuntas 19 siswa atau sebesar 73%, sedangkan pada siklus II terdapat 23 siswa atau 88% yang mencapai ketuntasan klasikal. Hal ini berarti peningkatan hasil belajar yang cukup menggembirakan dan sesuai yang diharapkan.

Keaktifan Siswa

Persentase keaktifan siswa pada siklus I yaitu 23,08 % dengan kategori sedang dan sebanyak 11,54% dengan kategori keaktifan baik. keaktifan siswa pada siklus I belum mencapai indiktor kinerja penelitian karena siswa sudah terbiasa mendapatkan materi pelajaran dengan metode ceramah. Metode ceramah cenderung menempatkan posisi siswa sebagai pendengar (Gulo 2008). Akibatnya, kemampuan siswa pada tingkat aplikasi, analisis dan sintesis masih belum berkembang. Hal inilah yang menyebabkan diskusi lebih didominasi oleh siswa yang pandai dalam kelompok. Pembelajaran yang masih didominasi oleh siswa yang pandai dalam kelompok membuat siswa merasa tidak puas dengan pembelajaran yang dilakukan.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut diatas, melalui pengamatan pada siklus I menunjukkan peningkatan keaktifan pada siklus II. Pada hasil observasi siklus II sebanyak 22 siswa telah aktif. Hal ini lebih meningkat dibandingkan siklus I yang hanya 9 siswa aktif.

Keaktifan siswa meningkat dari 5 siswa yang aktif pada pra siklus, menjadi 9 siswa aktif pada siklus I dan menjadi 22 siswa aktif pada siklus II.

Model Group Investigation (GI) dapat meningkatkan kompetensi (kemampuan siswa), hal ini dapat dilihat dari perkembangan keaktifan siswa dari banyaknya siswa yang pasif waktu sebelum tindakan menjadi lebih aktif setelah diberikan tindakan pada siklus I dengan model pembelajaran kooperatif Group Investigation (GI). Demikian pula pada tindakan siklus II seluruh siswa sudah aktif dan bahkan ada 7 orang siswa yang sangat aktif.

Tindakan yang dilaksanakan dengan model kooperatif tipe Group Investigation (GI) dapat meningkatkan kemampuan konstruktivisme siswa, dan siswa menjadi biasa untuk bekerja bersama/berkelompok (learning community), siswa memiliki kemampuan (kompetensi) sehingga mereka bisa menyesuaikan diri dan berkompetensi dimanapun mereka berada. Dalam pendidikan model Group Investigation (GI) dapat mendidik siswa menjadi mandiri, jujur, dan bertanggung jawab. Selanjutnya siswa mampu untuk berinovasi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.

Dengan demikian berarti pelaksanaan tindakan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI)dapat dikatakan berhasil meningkatkan keaktifan serta hasil belajar siswa kelas VIII B semester genap SMP Negeri 2 Jakenan tahun pelajaran 2017/2018.

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan pada dua siklus dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) dalam pembelajaran Ilmu Pengetahaun Sosial pada siswa kelas VIII B semester genap SMP Negeri 2 Jakenan dapat disimpulkan bahwa dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) dapat meningkatkan hasil belajar ilmu pengetahuan sosial siswa kelas VIII B. Menurut Winataputra, (1992:39), model GI atau Investigasi Kelompok telah digunakan dalam berbagai situasi dan dalam berbagai bidang studi dan berbagai tingkat usia. Pada dasarnya model ini dirancang untuk membimbing para siswa mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai cakrawala mengenai masalah itu, mengumpulkan data yang relevan, mengembangkan dan mengetes hipotesis.

Hasil penelitian tindakan kelas dengan menggunakan dua siklus ternyata hipotesis yang dirumuskan telah terbukti kebenarannya. Artinya bahwa dengan menerapkan Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) dalam pembelajaran Ilmu Pengetahaun Sosial ternyata dapat meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahaun Sosial siswa kelas VIII-B semester genap SMP Negeri 2 Jakenan Tahun Pelajaran 2017/2018. Hal ini ditunjukkan hasil belajar siswa pada akhir siklus II ,dengan banyaknya siswa yang tuntas mencapai 88 % . Sedangkan indikator kinerja penelitian yang peneliti tetapkan adalah sekurang-kurangnya 85 % siswa mendapat nilai hasil belajar Ilmu Pengetahaun sosial lebih dari atau sama dengan 75 (tujuhpuluh lima) dan sekurang-kurangnya 75 nilai rata-rata kelas dalam pembelajaran Ilmu Pengetahaun Sosial. Dengan demikian indikator tersebut telah tercapai.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation(GI) dapat dilaksanakan untuk meningkatkan praktik-praktik pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di kelas VIII B semester genap sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa serta menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif dan efektif serta menyenangkan.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka ada beberapa saran yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan, dan sekaligus sebagai bahan uraian penutup laporan ini, antara lain:

1. Bagi Sekolah

a.   Penelitian dengan pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) membantu anak meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah.

b.   Usahakan sekolah ada laboratorium Ilmu Pengetahaun Sosial walaupun wujudnya sederhana

2. Bagi Guru dan Siswa

a.     Diharapkan guru ilmu pengetahuan sosial sebaiknya menggunakan metode pembelajaran yang bervariatif ,efektif dan tidak monoton sehingga dalam kegiatan pembelajaran siswa ikut aktif dan dapat meningkatkan prestasi belajar ilmu pengetahuan sosial.

b.     Hasil penelitian ini hendaknya dapat digunakan sebagai refleksi bagi guru dan kepala sekolah.

c.     Dengan diterapkannya model pembelajaran Group Investigation (GI) ini seyogyanya sekolah dalam hal ini kepala sekolah memberi kesempatan kepada guru untuk mengadakan MGMP ( Musyawarah Guru Mata Pelajaran ) antar sesama guru semapel dalam satu sekolah untuk menentukan metode yang tepat dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.

d.     Bagi Siswa hendaknya ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran, selalu mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru, dan meningkatkan usaha belajar sehingga dapat memperoleh hasil yang optimal.

e.     Siswa dapat mengaplikasikan hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Arends, Richard. 2008. Learning To Teach (Fourth Editing). Boston: Mc. Graw Hill Co.

Darsono M. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.

Depdiknas. 2004. Materi Pelatihan Terintegrasi IPS. Jakarta.

Depdiknas. 2004. Buku Siswa Pelajaran Pengetahuan Sosial VIII. Jakarta.

Huda, Miftahul. 2011. Cooperatif Learning (Metode, Teknik, Struktur, dan Model Penerapan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Joyce, Bruce and Weil, Marsha. 1996. Models of Teaching. Boston: Allyn and Bacon.

Karwadi. 2005. “Upaya Guru Dalam Menumbuhkan Motivasi Belajar Siswa di Sekolah”. Jurnal Pendidikan Agama Islam/Vol. 1, No. 1, pp. 41-52.

Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Saffat, Idri. 2009. Optimized Learning Strategy. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Sharah, Sholomo, 1999. Handbook of Cooperative learning: Inovesi Pengajaran dan Pembelajaran untuk Memacu Keberhasilan Siswa di Kelas. Imperium. Jakarta.

Sutama. 2007. “Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation untuk Pengembangan Kreativitas Mahasiswa”. Varidika/Vol. 19, No. 1, pp. 1-14.

Sutama. 2011. Penelitian Tindakan Teori dan Praktek dalam PTK, PTS, dan PTBK. Surakarta: Citra Mandiri Utama.

Sutama. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, PTK, R & D. Surakarta: Fairuz Media.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik: Konsep Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher

Gulo W. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo.

Hamalik O. 2002. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Hamzah, B. Uno. 2007. Profesi Kependidikan: Jakarta: Bumi Aksara

Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

            . 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Slavin, E. Robert. 2010. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktek. Bandung: Nusa Media