UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA

PADA SISWA KELAS V SDN 4 TANGGUNG

KECAMATAN TANGGUNGHARJO KABUPATEN GROBOGAN SEMESTER 2 TAHUN PELAJARAN 2015/2016

 

Moh. Edy Santoso

SDN 4 Tanggung Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan

 

ABSTRAK

PTK ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPA dengan media obejek benda nyata pada siswa kelas V SDN 4 Tanggung Grobogan. Data hasil pembelajaran dideskripsikan dengan teknik deskriptif komparatif. Pembelajaran menggunakan media obejek benda nyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Perolehan nilai prasiklus yaitu sebesar 25,9% disebabkan belum menggunakan media gambar. Setelah dilaksanakan pembelajaran dengan media gambar perolehan nilai siklus I, yaitu sebesar 59,3%. Meningkat 33,4% dari prasiklus. Perolehan nilai siklus II, yaitu sebesar 96,3%. Meningkat 37% dari nilai siklus I.

Kata kunci: hasil belajar IPA

 

Latar Belakang

IPA berasal dari bahasa asing “science” berasal dari kata lain “scientia” yang berarti saya tahu. Kata science sebenarnya semula berarti ilmu pengetahuan yang meliputi baik ilmu pengetahuan sosial (social science) maupun ilmu pengetahuan alam (natural science). Lama kelamaan, bila seseorang mengatakan “science” maka yang dimaksud adalah “natural science” atau dalam bahasa Indonesia disebut Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). IPA sendiri terdiri dari ilmu-ilmu fisik (physical science) yang antara lain adalah ilmu kimia, ilmu fisika, ilmu astronomi dan geofisika, serta ilmu-ilmu biologi (life science).

Untuk mengidentifikasi IPA dengan kata-kata atau kalimat yang singkat tidak mudah, karena sering kurang dapat menggambarkan secara lengkap pengertian IPA tersebut. Menurut H. W. Fowler “IPA adalah pengetahuan alam yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi”. Menurut Robert B. Sund “IPA adalah sekumpulan pengetahuan dan juga suatu proses”, dalam definisi ini IPA mengandung dua unsur yaitu sebagai sekumpulan pengetahuan dan sebagai suatu proses untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan tersebut. Dari definisi tersebut syarat-syarat IPA adalah obyektif, sistematik, mengandung metode tertentu yaitu metode ilmiah.

 Dalam perkembangan jaman yang semakin pesat ini, pembelajaran IPA sangat penting karena pada hakikatnya IPA adalah produk proses dan penerapannya (teknologi), termasuk sikap dan nilai yang terdapat didalamnya. Banyak orang berpendapat bahwa menguasai IPA sangat penting, karena dalam pembelajaran IPA siswa diberi kesempatan dan bekal untuk memproses IPA dan menerapkannya dalam kehidupan sehari –hari melalui cara – cara yang benar dan mengikuti etika keilmuan dan etika yang berlaku dalam masyarakat.

 Sejalan dengan adanya upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, dalam kurikulum 1994 proses dan konsep IPA diintegrasikan dalam setiap rumusan tujuan pembelajaran (umum) yang harus diukur pencapaiannya. Oleh karena itu guru diharapkan untuk dapat mengambil keputusan, baik ketika merencanakan maupun ketika melaksanakan pembelajaran, termasuk memecahkan masalah – masalah yang ditemukan dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Dalam melaksanakan pembelajaran unsur terpenting adalah merangsang dan mengarahkan siswa untuk belajar. Mengajar tidak lebih dari sekedar menolong para siswa untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan, sikap, serta idealisme dan apresiasi yang menjurus kepada perubahan tingkah laku dan pertumbuhan siswa.

 Dalam pembelajaran IPA di SD, mengajar yang baik menurut Gagne meliputi delapan langkah yang sering disebut kejadian – kejadian instruksional (instruksional events) meliputi mengaktifkan siswa, memberitahu pelajar tentang tujuan-tujuan belajar, mengarahkan perhatian, merangsang ingatan, menyediakan bimbingan belajar, meningkatkan retensi, membantu transfer belajar, mengeluarkan pendapat, memberi umpan balik.

Dengan langkah – langkah tersebut diharapkan kualitas dan kuantitas kegiatan belajar mengajar lebih meningkat. Bagi kita kalangan pendidikan untuk dapat menyiapkan generasi masyarakat yang bermodal literasi (melek) sains, yaitu masyarakat yang mampu membuka kepekaan diri, mencermati, menyaring, mengaplikasikan, serta turut serta berkontribusi bagi perkembangan sains (teknologi) itu sendiri untuk peningkatan kesejahteraan dan kemaslahatan masyarakat. Literasi sains amat penting bagi kehidupan saat ini. Sains dengan karakteristik dan metodologi keilmuannya bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menjadi peradaban modern. Menurut Carin (1997), masyarakat yang bermodal literasi sains dan teknologi mesti memiliki pemahaman terhadap aspek-aspek sains dan teknologi yang berarti dan sesuai dengan perkembangan mental kognitif mereka, dapat menemukan sains secara menyenangkan dan menghargainya, menggunakan pengetahuan sains dan teknologi untuk memenuhi dan menikmati kehidupannya.

 Jadi, betapa pentingnya peran guru dalam proses pembelajaran untuk memperoleh prestasi yang baik dan dalam kehidupan bermasyarakat yang dipenuhi dengan munculnya teknologi-teknologi modern. Prestasi belajar siswa sangat dipengaruhi peran guru. Menurut pendapat Suryadi dan Tilar bahwa prestasi belajar dipengaruhi beberapa faktor yang ditemukan sangat ampuh didalam memberikan efek terhadap prestasi belajar. Menurut beberapa studi di Indonesia (Moegjadi, 1974; Ace Suryadi, 1932; Nuh. Nasution, 1980; Shaefer, 1980) faktor yang berpengaruh adalah faktor guru, buku pelajaran, managemen sekolah, besarnya kelas, dan faktor keluarga. Faktor-faktor tersebut termasuk permasalahan yang sering terjadi dalam pembelajaran.

 Sedangkan masalah yang dialami penulis dalam pembelajarannya walaupun sudah berusaha sebaik- baiknya ternyata hasilnya belum memuaskan, hal ini terlihat dalam tes yang diberikan guru pada materi pokok pesawat sederhana artinya pembelajaran yang penulis laksanakan belum tuntas. Oleh sebab itu perlu diadakan perbaikan.

 Perbaikan pembelajaran mengupayakan jalan keluar untuk perbaikan pembelajaran IPA yang diwujudkan dalam kegiatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan diberi judul â€œUpaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Media Objek Nyata Siswa Kelas V Semester 2 SDN 4 Tanggung Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2015/2016”.

Hakikat Pembelajaran IPA

Dalam berbagai sumber dinyatakan bahwa hakikat sains adalah produk, proses, dan penerapannya (teknologi), termasuk sikap dan nilai yang terdapat didalamnya. Produk sains yang terdiri dari fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori dapat dicapai melalui penggunaan proses sains, yaitu melalui metode-metode sains (scientific methods), bekerja ilmiah (scientific inquiry). Joni mengutip Marzano (1992) bahwa titik pusat hakikat belajar, pengetahuan pemahaman terwujud dalam bentuk pemberian makna oleh siswa kepada pengalaman melalui berbagai keterampilan kognitif di dalam mengolah informasi yang diperolehnya melalui alat indera.

Banyak orang berpendapat bahwa sains memberikan kesempatan bagi orang yang mau belajar berbuat, berpikir dan bertindak seperti ilmuwan. Dengan demikian, belajar memproses sains dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari melalui cara-cara yang benar dan mengikuti etika keilmuwan dan etika yang berlaku dalam masyarakat.

Pada hakikatnya Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) sangat bermanfaat dalam kehidupan masyarakat melalui teknologi, karena teknologi sangat erat hubungannya dengan bekerja ilmiah. Bekerja ilmiah sesungguhnya adalah perluasan dari metode ilmiah. Di Indonesia metode ilmiah sudah ditekankan dalam IPA sejak kurikulum 1975. Selanjutnya dalam kurikulum 1994, lingkup proses dan konsep diintegrasikan dalam setiap rumusan tujuan pembelajaran (umum) yang harus diukur pencapaiannya.

Pengertian IPA

Menurut Fowler “IPA adalah pengetahuan alam yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi”. Menurut Sund “IPA adalah sekumpulan pengetahuan dan juga suatu proses”.

Pendidikan IPA di sekolah dasar bertujuan agar siswa menguasai pengetahuan, fakta, siswa dalam mempelajari diri dan alam sekitar. Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mencari tahu dan berbuat sehingga mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.

Filosofi IPA sebagai cara untuk mencari tahu yang berdasarkan pada observasi. Dengan demikian, pengetahuan dalam IPA merupakan hasil observasi. Kebenaran harus dibuktikan secara empiris berdasarkan observasi atau eksperimen. Pengembangan pembelajaran IPA yang menarik, menyenangkan, layak, sesuai konteks, serta didukung oleh ketersediaan waktu, keahlian, sarana dan prasarana merupakan kegiatan yang tidak mudah untuk dilaksanakan. Seorang guru dituntut memiliki kemampuan dan kreativitas yang cukup agar pembelajaran dimiliki seorang guru adalah tentang pemahaman dan penguasaan terhadap pendekatan pembelajaran. Menurut Susilo (1998) pendekatan bersifat aksiomatis yang menyatakan pendirian, filosofi, dan keyakinan yang berkaitan dengan serangkaian asumsi.

Berdasarkan kurikulum 2004, IPA seharusnya dibelajarkan secara inkuiri ilmiah (scientivic inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup.

Media dalam Pembelajaran IPA

1. Pengertian Media

Menurut Heinich dkk. (1996), media (jamak)/medium (tunggal) secara umum adalah saluran komunikasi, yaitu segala sesuatu yang membawa informasi dari sumber informasi untuk disampaikan kepada penerima informasi. Contohnya adalah film, televisi, diagram, materi pembelajaran, komputer, dan instruktur. Media dipandang sebagai media instruksional apabila membawa pesan yang mengandung tujuan instruksional.

Sedangkan tujuan penggunaan media secara umum adalah untuk memfasilitasi komunikasi. Dalam pembelajaran tujuan penggunaan media antara lain untuk meningkatkan kualitas dan efektifitas pembelajaran, memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran, memberikan arahan tentang tujuan yang akan dicapai, menyediakan evaluasi mandiri, member rangsangan kepada guru untuk kreatif, menyampaikan materi pembelajaran, membantu pelajar yang memiliki kekhususan tertentu.

2. Prinsip Pemilihan dan Penggunaan Media Pembelajaran

Menurut Heinich dkk. (1996), dalam merencanakan dan menyelenggarakan pembelajaran perlu melakukan hal berikut, yaitu memahami karakteristik siswa, menentukan tujuan pembelajaran, menentukan jembatan atau penghubung antara pengetahuan, keterampilan, dan perilaku siswa dengan tujuan yang akan dicapai melalui pembelajaran, menentukan metode dan format media yang cocok atau tepat, menggunakan media, melibatkan siswa untuk berpartisipasi dalam pembelajaran, melakukan evaluasi dan revisi terhadap pembelajaran.

Format media adalah bentuk fisik yang berisi pesan untuk disampaikan atau ditunjukkan, misalnya berupa clip charts, slide, audio, film, video, atau komputer multi media, yang dapat bersifat visual tidak bergerak, visual bergerak, kata-kata yang tercetak, atau kata-kata yang disampaikan secara lisan.

3. Manfaat Media Pembelajaran

Media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pembelajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Adapun manfaat media pembelajaran antara lain: a) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar; b) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pembelajaran yang lebih baik; c) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran; d) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.

 

 

4. Jenis Media Pembelajaran

Ada beberapa jenis media pembelajaran menurut Heinich yang biasa digunakan dalam proses pembelajaran antara lain: a) Media tidak diproyeksikan (non projected media) seperti objek nyata, model, bahan tercetak, bahan ilustrasi; b) Media diproyeksikan (projected viual) seperti transparansi, slide; c) Media audio seperti kaset, rekaman fonograf, compact disk, audio cards; d) Media gerak seperti film atau video; e) Komputer; f) Media radio.

Dalam laporan ini, penulis dalam melakukan perbaikan pembelajaran menggunakan media nyata untuk memperjelas pemahaman siswa. Media nyata digunakan supaya pembelajaran terencana dalam membina pengetahuan sikap dan keterampilan siswa melalui interaksi siswa dengan lingkungan belajar yang diatur guru pada hakikatnya mempelajari alat dilingkungan sekitar, agar diperoleh makna yang terkandung didalamnya. Alat tersebut sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Klasifikasi Hasil Belajar

Dalam sistem pendidikan nasional rumusan hasil belajar banyak menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.

Ranah Kognitif

a. Tipe Hasil Belajar Pengetahuan

Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata knowledge dalam taksonomi Bloom. Sekalipun demikian, maknanya tidak sepenuhnya tepat sebab dalam istilah tersebut termasuk pula pengetahuan faktual di samping pengetahuan hafalan atau untuk diingat seperti rumus, batasan, definisi, istilah, pasal dalam undang-undang, nama-nama tokoh, nama-nama kota dll. Dilihat dari segi proses belajar, istilah-istilah tersebut memang perlu dihafal dan diingat agar dapat dikuasainya sebagai dasar bagi pengetahuan atau pemahaman konsep-konsep lainnya. Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah yang paling rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasarat bagi tipe hasil belajar berikutnya. Hafalan menjadi prasarat bagi pemahaman. Hal ini berlaku bagi semua bidang ilmu, baik IPA, pengetahuan alam, ilmu sosial, maupun bahasa.

b. Tipe Hasil Belajar Pemahaman

Tipe hasil balajar yang lebih tinggi dari pada pengetahuan adalah pemahaman. Dalam taksonomi Bloom, kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi dari pada pengetahuan. Namun, tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak perlu ditanyakan sebab, untuk dapat memahami, perlu terlebih dahulu mengetahui atau mengenal. Pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga kategori.Tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya, pemahaman mengartikan Bhineka Tunggal Ika, mengartikan merah putih. Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang bukan pokok. Pemahaman tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi.. Meskipun pemahaman dapat dipilahkan menjadi tiga tingkatan di atas, perlu disadari bahwa menarik garis yang tegas antara ketiganya tidaklah mudah. Penyusun tes dapat membedakan soal yang susunannya termasuk subkategori tersebut, tetapi tidak perlu berlarut-larut mempersalahkan ketiga perbedaan itu. Sejauh dengan mudah dapat dibedakan antara pemahaman terjemahan, pemanfsiran, dan ekstrapolasi, bedakanlah untuk kepentingan penyususunan soal tes hasil belajar.

c. Tipe Hasil Belajar Aplikasi

Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, rumus, hukum, prinsip, generalisasi dan pedoman atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi. Aplikasi yang berulangkali dilakukan pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan. Suatu situasi akan tetap dilihat sebagai situasi baru bila terjadi proses pemecahan masalah. Situasi bersifat lokal dan mungkin pula subjektif sehingga tidak mustahil bahwa sesuatu itu baru bagi banyak orang, tetapi sesuatu yang sudah dikenal bagi beberapa orang tertentu.

d. Tipe Hasil Belajar Analisis

Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan susunannya. Analisis merupakan suatu kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe hasil belajar sebelumnya. Dengan kemampuan analisis diharapkan siswa mempunyai pemahaman yang komprehensif tentang sesuatu dan dapat memilah atau memecahnya menjadi bagian-bagian yang terpadu baik dalam hal prosesnya, cara bekerjanya, maupun dalam hal sistematikanya. Bila kecakapan analisis telah dikuasai siswa maka siswa akan dapat mengaplikasikannya pada situasi baru secara kreatif.

e. Tipe Hasil Belajar Sintesis

Penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian kedalam bentuk menyeluruh disebut sintesis. Berpikir berdasar pengetahuan hafalan, berpikir pemahaman, berpikir aplikasi, dan berpikir analisis dapat dipandang sebagai berpikir konvergen yang satu tingkat lebih rendah daipada berpikir devergen. Dalam berpikir konvergen, pemecahan masalah atau jawabannya akan mudah diketahui berdasarkan yang sudah dikenalnya. Berpikir sintesis adalah berpikir divergen. Dalam berpikir divergen pemecahan masalah atau jawabannya belum dapat dipastikan. Mensintesiskan unit-unit tersebar tidak sama dengan mengumpulkannya kedalam satu kelompok besar. Kalau analisis memecah integritas menjadi bagian-bagian, sebaliknya sintesis adalah menyatukan unsur-unsur menjadi suatu integritas yang mempunyai arti. Berpikir sintesis merupakan sarana untuk dapat mengembangkan berpikir kreatif. Seseorang yang kreatif sering menemukan atau menciptakan sesuatu. Kreatifitas juga beroperasi dengan cara berpikir divergen. Dengan kemampuan sintesis, siswa dimungkinkan untuk menemukan hubungan kausal, urutan tertentu, astraksi dari suatu fenomena dll.

f. Tipe Hasil Belajar Evaluasi

Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode, materi, dll. Oleh karena itu maka dalam evaluasi perlu adanya suatu kriteria atau stándar tertentu. Dalam tes esai, stándar atau kriteria tersebut muncul dalam bentuk frase ”menurut pendapat saudara” atau “menurut teori tertentu”. Frase yang pertama sukar diuji mutunya, setidak-tidaknya sukar diperbandingkan sebab variasi kriterianya sangat luas. Frase yang kedua lebih jelas standarnya. Untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam evaluasi, maka soal-soal yang dibuat harus menyebutkan kriterianya secara eksplisit.. Kemampuan evaluasi memerlukan kemampuan dalam pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis. Artinya tipe hasil belajar evaluasi mensaratkan dikuasainya tipe hasil belajar sebelumnya.

Ranah Afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil belajar afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Dalam menilai hasil belajar siswa para guru lebih banyak mengukur siswa dalam penguasaan aspek kognitif. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motVasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. Sekalipun bahan pengajaran berisi ranah kognitif, ranah efektif harus menjadi bagian integral dari bahan tsb dan harus tampak dalam proses belajar dan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Hasil belajar ranah efektif terdiri atas lima kategori sebagai berikut:

a.   Reciving/attending, yakni kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, untuk menerima stimulus, keinginan untuk melakukan kontrol dan seleksi terhadap rangsangan dari luar.

b.   Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketetapan reaksi, kedalaman perasaan, kepuasan merespon, tanggung jawab dalam memberikan respon terhadap stimulus dari luar yang datang pada dirinya.

c.    Valuing berkenaan dengan nilai atau kepercayaan terhadap gejala atau stimulus yang diterimanya. Dalam hal ini termasuk kesediaan menerima nilai, latar belakang atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.

d.   Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.

e.   Internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.

Ranah Psikomotor

Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni:

a.     Gerak refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar), artinya gerakan refleks adalah basis semua perilaku bergerak, respons terhadap stimulus tanpa sadar. Misalnya melompat, menunduk, berjalan, menggerakkan leher dan kepala, menggenggam, memegang.

b.   Keterampilan pada gerakan dasar, Artinya gerakan ini muncul tanpa latihan tapi dapat diperhalus melalui praktik gerakan ini terpola dan dapat ditebak. Contoh kegiatan belajar:

1)    Contoh gerakan tak berpindah: bergoyang, membungkuk, merentang, mendorong, menarik, memeluk, berputar

2)    Contoh gerakan berpindah: merangkak, maju perlahan-lahan, muluncur, berjalan, berlari, meloncat-loncat, berputar mengitari, memanjat.

3)    Contoh gerakan manipulasi: menyusun balok/blok, menggunting, menggambar dengan krayon, memegang dan melepas objek, blok atau mainan.

4)    Keterampilan gerak tangan dan jari-jari: memainkan bola, menggambar

c.     Gerakan persepsi Artinya Gerakan sudah lebih meningkat karena dibantu kemampuan perceptual. Contoh kegiatan belajar:

1)    Melompat dari satu petak ke petak lain dengan 1 kali sambil menjaga keseimbangan.

2)    Memilih satu objek kecil dari sekelompok objek yang ukurannya bervariasi.

3)    Menulis alphabet.

4)    Membedakan berbagai tekstur dengan meraba.

d.     Gerakan kemampuan fisik artinya gerak lebih efisien, berkembang melalui kematangan dan belajar.Contoh kegiatan belajar:

1)    Menggerakkan otot dengan waktu tertentu.

2)    Mengangkat beban.

3)    Melakukan senam

e.     Gerak-gerak skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks. Dapat menngontrol berbagai tingkat gerak, terampil, tangkas, cekatan melalui gerakan yang rumit dan kompleks.

Contoh kegiatan belajar:

1)    Mengetik

2)    Membuat kerajinan tangan

3)    Melakukan gerakan terampil

f.      Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursVe seperti gerakan estetik dan kreatif. Mengkomunikasikan perasaan melalui gerakan, gerak estetik adalah gerakan terampil yang efisien dan indah. Gerak kreatif adalah gerakan pada tingkat tertinggi untuk mengkomunikasikan peran.

Contoh kegiatan belajar:

1)    Bermain drama (acting)

2)    Kerja seni yang bermutu (membuat patung, melukis)

Hasil belajar yang dikemukakan di atas sebenarnya tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan satu sama lain, bahkan ada dalam kebersamaan. Seseorang yang berubah tingkat kognisinya sebenarnya dalam kadar tertentu telah berubah pula sikap dan perilakunya.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar   

Untuk mencapai hasil belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain:

1)    Faktor intern

Fakor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri. Adapun yang dapat di golongkan ke dalam faktor intren yaitu kecerdasan/intelegensi, bakat,minat dan motovasi”. Slameto (1995:56) mengatakan bahwa “tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah. Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan pembawaan. Ungkapan ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Purwanto (1986:28) bahwa “bakat dalam hal ini lebih dekat pengertiannya dengan kata aptitude yang berarti kecakapan, yaitu mengenai kesanggupan-kesanggupan tertentu. Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenai beberapa kegiatan. Kegiatan yang dimiliki seseorang diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa sayang. Menurut Winkel (1996:24) minat adalah “kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada bidang/hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu. Nasution (1995:73) mengatakan motVasi adalah “segala daya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.” Sedangkan Sardiman (1992:77) mengatakan bahwa “motVasi adalah menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu.”

2)    Faktor ekstren

Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar yang sifatnya di luar diri siswa, yaitu beberapa pengalaman –pengalaman ,keadaan keluarga,lingkungan sekitarnya dan sebagainya.pengaruh lingkungan ini pada umumnya bersifat positif dan tidak memberikan paksaan kepada indVidu. Dalam hal ini Hasbullah (1994:46) mengatakan: “Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan pendidikan dan bimbingan, sedangkan tugas utama dalam keluarga bagi pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan.” Menurut Kartono (1995:6) mengemukakan “guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, dan memiliki tingkah laku yang tepat dalam mengajar.” Oleh sebab itu, guru harus dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan, dan memiliki metode yang tepat dalam mengajar.

Dalam hal ini Kartono (1995:5) berpendapat: lingkungan masyarakat dapat menimbulkan kesukaran belajar anak, terutama anak-anak yang sebayanya. Apabila anak-anak yang sebaya merupakan anak-anak yang rajin belajar, maka anak akan terangsang untuk mengikuti jejak mereka. Sebaliknya bila anak-anak di sekitarnya merupakan kumpulan anak-anak nakal yang berkeliaran tiada menentukan anakpun dapat terpengaruh pula.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas, penelitian ini dilakukan pada semester II tahun pelajaran 2015/2016 di SDN 4 Tanggung Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan. Subyeknya siswa kelas V dengan jumlah siswa 13. Materi pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Kelas V Semester II tahun pelajaran 2015/2016 adalah “Pesawat Sederhana”.

Kegiatan penelitian direncanakan 3 siklus mencakup 4 tahapan yaitu: 1) Melakukan perencanaan (planning); 2) Melakukan tindakan (acting); 3) Mengamati (observasi); 4) Refleksi (reflecting). Hasil refleksi dijadikan pedoman untuk melakukan perbaikan selanjutnya, jika tindakan yang dilakukan dianggap belum berhasil. Perbaikan dilaksanakan sampai pembelajaran tercapai dengan baik dan hasilnya meningkat.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian

Prasiklus

Dari 13 siswa ternyata terdapat 10 siswa yang penguasaan materinya masih di bawah 70%, maka perlu diadakan perbaikan untuk siklus ke I. Berikut data nilai prasiklus yang diperoleh siswa:

Tabel 1: Nilai Prasiklus

No

Nilai

Prasiklus

Prasiklus

1

40 – 49

16

23

2

50 – 59

7

3

60 – 69

4

70 – 79

2

4

5

80 – 89

1

6

90 -100

1

JUMLAH

27

27

 

Dari analisa dan prestasi belajar yang dicapai oleh siswa pada pelaksanaan pembelajaran prasiklus, diketahui bahwa nilai yang dicapai siswa adalah sebagai berikut:

– Nilai terendah: 40

– Nilai tertinggi: 100

– Nilai Rata-rata: 55,56

– Ketuntasan belajar mencapai: 27%

Dengan demikian masih sangat perlu dilaksanakan perbaikan pembelajaran siklus I.

Siklus I

                  Perbaikan pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus I dengan menekankan pada penggunaan metode diskusi dengan menggunakan benda nyata “Pesawat Sederhana”. yang sesuai dengan materi pelajaran sudah ada kemanjuan, akan tetapi karena belum dapat menuntaskan hasil belajar, maka perlu dilanjutkan perbaikan pembelajaran pada siklus II.

Perbaikan pembelajaran Siklus I dilaksanakan pada tanggal 6 April 2016 pada kelas V SD Negeri 4 Tanggung Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan. Adapun hasilnya sebagai berikut:

 

 

 

Tabel 2: Nilai Siklus I

No

Nilai

Jumlah siswa

KKM 70

1

40 – 49

9

14

2

50 – 59

2

3

60 – 69

3

4

70 – 69

7

13

5

80 – 89

4

6

90 -100

2

JUMLAH

27

27

 

Berdasarkan tabel di atas dapat disajikan pada diagram sebagai berikut:

Dari analisa dan prestasi belajar yang dicapai oleh siswa pada pelaksanaan pembelajaran siklus I, diketahui bahwa nilai yang dicapai siswa adalah sebagai berikut:

– Nilai terendah                    : 40

– Nilai tertinggi                     : 95

– Nilai Rata-rata                   : 66,67

– Ketuntasan belajar mencapai: 59,26%

Penggunaan metode pembelajaran diskusi membuat siswa aktif selama proses pembelajaran. Hal ini terbukti setelah diadakan tesformatif, terdapat 59,26% siswa yang mencapai nilai di atas KKM. Penggunaan media obyek benda nyata sudah berjalan dengan baik, tetapi perlu ditingkatkan. Hal itu dapat dijadikan sebagai bahan untuk ditindak lanjuti pada perbaikan pembelajaran siklus II yang akan dilaksanakan berikutnya. Dengan demikian perlu dilaksanakan perbaikan pembelajaran siklus II.

Siklus II

Perbaikan pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus II dengan menekankan pada penggunaan media obyek benda nyata.

Perbaikan pembelajaran Siklus II dilaksanakan pada tanggal 18 April 2016 kelas V SDN Tanggung 4 Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan. Adapun hasilnya sebagai berikut:

Tabel 3: Nilai Siklus II

No

Nilai

Jumlah siswa

KKM 70

1

40 – 49

1

2

50 – 59

3

60 – 69

1

4

70 – 69

14

26

5

80 – 89

7

6

90 -100

5

JUMLAH

27

27

 

Dari analisa dan prestasi belajar yang dicapai oleh siswa pada pelaksanaan pembelajaran siklus II, diketahui bahwa nilai yang dicapai siswa adalah sebagai berikut:

– Nilai terendah: 65

– Nilai tertinggi: 100

– Nilai Rata-rata: 82,2

– Ketuntasan belajar mencapai: 96,3%

Dengan demikian tidak perlu dilaksanakan perbaikan pembelajaran.

Pembahasan

Setelah melakukan Kegiatan Belajar Mengajar IPA dengan kompetensi Dasar “Mengidentifikasi Pesawat Sederhana”, sebagian besar siswa menunjukkan peningkatan pemahaman yang cukup signifikan. Hal ini terbukti setelah diadakan tes formatif pada siklus I dan II. Sebagian siswa menunujukkan prestasinya yang meningkat.

Untuk mengetahui perbandingan perolehan nilai keseluruhan, maka dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4: Nilai Prasiklus, Siklus I, Siklus II

No

Nilai

Prasiklus

Siklus I

Siklus II

1

40 – 49

 16

9

2

50 – 59

7

2

3

60 – 69

3

1

4

70 – 69

2

7

14

5

80 – 89

1

4

7

6

90 -100

1

2

5

JUMLAH

27

27

27

 

Dari analisa dan prestasi belajar yang dicapai oleh siswa pada pelaksanaan pembelajaran prasiklus, masih rendah. Hal itu disebabkan karena dalam menyampaikan materi pelajaran media yang digunakan kurang lengkap. Dengan demikian pembelajaran pada prasiklus masih sangat perlu diadakan perbaikan pembelajaran.

Dari analisa dan prestasi belajar yang dicapai oleh siswa pada pelaksanaan pembelajaran siklus I, diketahui sudah ada peningkatan. Dari analisis data hasil nilai prestasi belajar yang seperti tersebut di atas, diketahui bahwa ada kenaikan sebesar 25,96% dari perolehan nilai pada pra siklus. Hal ini dikarenakan dalam pelaksanaan perbaikan sudah menggunakan media yang memadai. Akan tetapi masih ada siswa yang belum berhasil, maka dilanjutkan pada siklus II.

Dari analisa dan prestasi belajar yang dicapai oleh siswa pada pelaksanaan pembelajaran siklus II, diketahui bahwa nilai yang dicapai siswa mencapai ketuntasan belajar 96,3%.

Simpulan

Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa, perolehan nilai prasiklus yaitu sebesar 25,9% disebabkan belum menggunakan media gambar. Setelah dilaksanakan pembelajaran dengan media gambar perolehan nilai siklus I, yaitu sebesar 59,3%. Meningkat 33,4% dari prasiklus. Perolehan nilai siklus II, yaitu sebesar 96,3%. Meningkat 37% dari nilai siklus I.

Berdasarkan perolehan nilai yang selalu meningkat tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan media obyek nyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V Semester II SDN 4 Tanggungharjo Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2015/ 2016.

Saran

Untuk keberhasilan pembelajaran IPA terutama meningkatkan penguasaan materi oleh siswa, maka sebaiknya:

Bagi guru

Sebaiknya guru mau menggunakan media gambar serta menggunakan model pembelajaran sesuai dengan materi pelajaran.

Bagi siswa

Sebaiknya siswa dalam mengikuti pelajaran harus lebih efektif, demi meningkatkan pemahaman terhadap materi pelajaran.

Bagi sekolah

Sebaiknya sekolah lebih mengembangkan sarana dan prasarana pembelajaran supaya dapat meningkatkan mutu pembelajaran serta lulusan yang berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA

Haryanto, 2004. Sains untuk SD Kelas V. Penerbit: Erlangga Jakarta: PT Glora Aksara Pratama.

Sumardi, Yosep, dkk. 2008. Konsep Dasar IPA di SD. Jakarta: UnVersitas Terbuka.

Rustaman, Nuryani. 2011. Materi dan Pembelajaran IPA SD. Jakarta: UnVersitas Terbuka.

Sapriyati. Amalia. 2008. Pembelajaran IPA di SD. Jakarta:UnVersitas Terbuka

Wardhani IGAK, dkk. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: UnVersitas Terbuka.

Sudjana, Nana. 2009. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algersindo.

Sudjana, Nana. 2003. Teknologi Pengajaran. Bandung:Sinar Baru Algersindo.

Hamalik, Oemar. 2010. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung:Sinar Baru Algersindo.