UPAYA PENINGKATAN KREATIVITAS DAN HASIL BELAJAR

PESERTA DIDIK MELALUI MODEL PEMBELAJARAN ROLE PLAYING

PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS VII H SMPN 1 SURUH

 

Hanik Murtafiah

SMP Negeri 1 Suruh

 

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah metode pembelajaran Role Playing dapat meningkatkan kreativitas dan hasil belajar peserta didik kelas VII H SMP Negeri 1 Suruh. Subyek penelitian adalah peserta didik kelas VII H yang berjumlah 33 siswa terdiri dari 17 peserta didik laki-laki dan 16 peserta didik permpuan. Teknik pengambilan data dengan tes, nontes, dan observasi. Hasil analisis data menunjukkan pada siklus I penerapan model pembelajaran Role Playing dapat meningkatkan kreativitas peserta didik dari 60,27% pada siklus I meningkat menjadi 77,78% pada siklus II. Hasil belajar peserta didik meningkat dari 69,8 menjadi 83,73. Ketuntasan belajar meningkat dari 45,45% menjadi 81,82%. Rata-rata hasil belajar meningkat menjadi 90,30 dengan ketuntasan klasikal 93,94%.

Kata Kunci: Kreativitas, Hasil Belajar, Pembelajaran IPS, Role Playing.

 

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan suatu usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya melalui proses pembelajaran di dalam dan di luar sekolah. Setiap manusia memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Pendidikan sangat penting bagi kehidupan. Melalui pendidikan manusia dapat memperoleh pengalaman yang bermakna bagi dirinya, masyarakat, atau pembangunan bangsa.

Terkait dengan pelaksanaan program pendidikan di Indonesia, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara menyeluruh. Tidak hanya pemerintah, seluruh komponen bangsa wajib berpartisipasi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 yang menyatakan:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, peran guru sangat penting. Guru sebagai ujung tombak agen pembelajaran di kelas. Keberhasilan pembelajaran di kelas sangat ditentukan oleh guru, sehingga guru dituntut untuk aktif dan kreatif untuk mewujudkan keberhasilan pendidikan di Indonesia.

Banyak peserta didik menganggap bahwa mata pelajaran IPS kurang penting, mereka kurang berminat dalam mengikuti pelajaran. Peserta didik kurang kreatif dalam kegiatan pembelajaran, apalagi kalau model pembelajaran dengan metoda ceramah yang menyebabkan siswa pasif hanya menerima materi dari guru saja tanpa bisa mengembangkan ide maupun gagasan.

Meskipun peserta didik sudah pernah mendapat materi “ Perubahan dan Kesinambungan Masyarakat Indonesia masa Hindu Budha “ mulai dari tingkat SD, namun data dari pengalaman penulis selama 2 tahun mengajar yaitu pada tahun pelajaran 2016/2017 menunjukkan nilai nilai rata-rata ulangan harian 70,05 dan pada tahun pelajaran 2017/2018 nilai rata-ratanya 69,7. Hal ini sebagai gambaran bahwa perolehan hasil belajar peserta didik masih dibawah KKM yang ditetapka oleh sekolah yaitu 75. Demikian juga nilai rata-rata pretes kelas VII H pada submateri “Kerajaan Hindu Budha di Indonesia memperoleh nilai rata-rata 69,8. Selain itu penggunaan model ceramah maupun diskusi dalam pembelajaran materi kerajaan Hindu Budha peserta didik tidak kreatif, mereka hanya mendengarkan penjelasan dari guru dan mencatat hal-hal yang penting.

LANDASAN DAN KAJIAN TEORI PENELITIAN

Kreativitas

Kreativitas adalah hasil interaksi antara individu dan lingkungannya seorang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia berada dengan demikian baik berubah di dalam lingkungan dapat menunjang atau dapat menghambat upaya kreatif (Munandar 2009: 12). Kreativitas juga di artikan sebagai kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan dengan apa yang telah ada sebelumnya (Supriyadi 2003: 7). Secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. “belajar juga adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya” (Slameto, 2003: 2). Jadi kreativitas belajar dapat diartikan sebagai kemampuan siswa menciptakan siswa menciptakan hal-hal baru dalam belajarnya baik berupa kemampuan mengembangkan kemampuan formasi yang diperoleh dari guru dalam proses belajar mengajar yang berupa pengetahuan sehingga dapat membuat kombinasi yang baru dalam belajarnya.

Menurut Refinger (1980: 9-13) dalam Semiawan (1990:37-38) ada empat alasan mengapa belajar kreatif itu penting, yaitu: a) Belajar kreatif membantu anak menjadi berhasil guna jika kita tidak bersama mereka. Belajar kreatif adalah aspek penting dalam upaya kita membawa siswa agar mereka lebih mampu menangani dan mengarahkan belajar bagi mereka sendiri. b) Belajar kreatif menciptakan kemungkinan-kemungkinan untuk memecahkan masalah-masalah yang tidak mampu kita ramalkan yang timbul di masa depan. c) Belajar kreatif dapat menimbulkan akibat yang besar dalam kehidupan kita. Banyak pengalaman kreatif yang lebih dari pada sekedar hobi atau hiburan bagi kita. Kita makin menyadari bahwa belajar kreatif dapat mempengaruhi, bahkan mengubah karir dan kehidupan prinadi kita. d) Belajar kreatif dapat menimbulkan kepuasaan dan kesenangan yang besar. Sebagaimana halnya dengan pengalaman belajar yang sangat menyenangkan, pada belajar kreatif kita lihat secara aktif serta ingin medalami bahan yang dipelajari.

Dalam proses belajar secara kreatif digunakan proses berpikir divergen (proses berfikir ke macam-macam arah dan menghasilkan banyak alternatif penyelesaian) dengan proses berpikir konvergen (proses berpikir yang mencari jawaban tunggal yang paling tepat) berpikir kritis. Untuk hal tersebut diperluakan: a) Menciptakan lingkungan di dalam kelas yang merangsang belajar kreatif. b) Memberikan Pemanasan Sebelum memulai dengan kegiatan yang menuntut perilaku kreatif siswa sesuai dengan rencana pelajaran lebih dahulu diusahakan sikap menerima (reseptif) di kalangan siswa,terutama berlaku apabila siswa sebelumnya baru saja terlibat dalam satu penugasan. c) Pengaturan Fisik Membagi siswa dalam kelompok untuk mengadakan diskusi kelompok. Kesibukan Dalam Kelas cara kreatif sering menuntut lebih banyak kegiatan fisik, dan diskusi antar siswa oleh karena itu guru hendaknya agak tenggang rasa dan dalam menuntut ketenangan dan sebagai siswa tetap duduk pada tempatnya. d) Guru sebagai Fasilitator Guru dan anak yang berbakat lebih berperan sebagai fasilitator dari pada sebagai pengarah yang menentukan segalanya bagi siswa sebagai fasilitator guru mendorong siswa (memotivator) untuk bergabungkan insiatif dalam menjaki tugas-tugas baru.

Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai peserta didik setelah mengalami proses belajar mengajar dalam waktu tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk dapat menentukan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dilakukan usaha untuk menilai hasil belajar. Penilaian ini bertujuan untuk melihat kemajuan peserta didik dalam menguasai materi yang telah dipelajari dan ditetapkan (Arikunto, 2009: 97).

Hasil belajar memiliki peran penting dalam proses pembelajaran. Penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan peserta didik dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui berbagai kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan peserta didik lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. Menurut Sudjana (2002: 22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa hasil belajar merupakan hasil yang akan dicapai manusia dari pengalaman belajar.

Dalam setiap kegiatan yang dilakukan manusia selalu berusaha untuk mencapai keberhasilan. Begitu pula dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, peserta didik melakukan kegiatan belajar mengajar selalu menginginkan keberhasilan didalam belajarnya. Dalam dunia pendidikan keberhasilan belajar disebut hasil belajar. Pendapat Winkel (1996: 226) bahwa hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai seseorang. Maka hasil belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar.

Hasil belajar dibidang pendidikan adalah hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi factor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrument tes atau instrument yang relevan. Jadi hasil belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap peserta didik pada periode tertentu.Sedang yang dimaksud hasil belajar dalam penelitian ini adalah aspek pengetahuan atau kognitif yang diukur melalui teknik tes dengan instrument lembar soal ulangan harian.

Pengertian Model Pembelajaran Role Playing

Model pembelajaran sangat erat kaitannya dengan gaya belajar peserta didik dan gaya mengajar guru. Melalui model pembelajaran, guru dapat membantu peserta didik untuk mendapatkan informasi, keterampilan, cara berfikir dan mengekspresikan idenya. Prastowo (2013: 68) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah acuan pembelajaran yang secara sistematis dilaksanakan berdasarkan pola-pola pelajaran tertentu. Model pembelajaran tersusun atas beberapa komponen yaitu fokus, sintaks, sistem sosial, dan sistem pendukung.

Merurut Kurniasih & Sani (2013: 89) model pembelajaran adalah kerangka konseptual berupa pola prosedur sistematik yang dikembangkan berdasarkan teori dan digunakan dalam mengorganisasikan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan belajar. Lebih lanjut, Suprihatiningrum (2013: 145) mengemukakan bahwa model pembelajaran merupakan suatu rancangan yang didalamnya menggambarkan sebuah proses pembelajaran yang dapat dilaksanakan oleh guru dalam mentransfer pengetahuan maupun nilai-nilai kepada peserta didik.

Trianto (2013: 22) mengungkapkan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran yang termasuk didalamnya buku-buku, film-film, komputer, kurikulum dan lain-lain. Pola dari suatu model pembelajaran adalah pola yang menggambarkan urutan alur tahap-tahap keseluruhan yang pada umumnya disertai dengan serangkain kegiatan pembelajaran (Trianto, 2013: 24). Pola dari suatu model pembelajaran menunjukkan kegiatan-kegiatan apa yang harus dilakukan oleh guru atau peserta didik.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa model pemebelajaran adalah suatu pola pembelajaran yang tergambar dari awal hingga akhir kegiatan pembelajaran yang tersusun secara sistematis dan digunakan sebagai pedoman untuk merencanakan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Ciri utama dari model pembelajaran adalah adanya tahapan atau sintaks pembelajaran.

Menurut Kurniasih & Sani (2015: 68) model pembelajaran role Playing merupakan cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa terhadap materi. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Dalam pelaksanaannya model ini dilakukan lebih dari satu orang, semua bergantung kepada apa yang diperankan.

Lebih lanjut Kurniasih menjelaskan bahwa tujuan model pembelajaran ini adalah untuk menerangkan suatu peristiwa yang didalamnya menyangkut orang banyak, dan berdasarkan pertimbangan didaktik lebih baik didramatisasikan daripada diceritakan, karena akan lebih jelas dan dapat dihayati oleh peserta didik. Selain itu model ini akan melatih peserta didik agar mereka mampu menyelesaikan masalah-masalah sosial-psikologis serta dapat melatih peserta didik agar mereka dapat bergaul dan member kemungkinan bagi pemahaman terhadap orang lain beserta masalahnya.

Model pembelajaran role playing ini sangat bermanfaat, role playing dapat memberikan semacam hidden practice, dimana peserta didik tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan terhadap materi yang telah dan sedang mereka pelajari. Role playing melibatkan jumlah murid yang cukup banyak, sesuai untuk kelas besar. Dan selanjutnya role playing memberikan peserti didik kesenangan karena pada dasarnya adalah permainan.

METODOLOGI PENELITIAN

Setting Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII H SMPN 1 Suruh. Jumlah peserta didik 33 orang yang terdiri dari 15 peserta didik laki-laki dan 18. Penelitian dilakukan bulan Maret – Mei 2019.

Desain Penelitian

Penelitian dilaksanakan 2 siklus. Setiap siklus mengikuti alur perencanaan (planning), pelaksanaan (akting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Siklus I dilaksanakan untuk mendapatkan hasil sebagai pijakan melanjutkan ke siklus II. Siklus akan berakhir apabila perbaikan kinerja siswa dan guru mengalami peningkatan.

Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Pengumpulan dilakukan dengan teknik tes, dan nontes. Hasil tes dan nontes dianalisis dengan teknik deskriptif komparatif. Yaitu dengan mendeskripsikan hasil tes kemudian membandingkan pada kondisi awal dengan hasil belajar siklus 1 dan hasil belajar siklus 2. Selanjutnya dianalisis untuk diklasifikasikan menjadi klasifikasi tinggi, sedang dan rendah. Setelah itu diadakan refleksi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Deskrepsi Kondisi Awal

Kreativitas peserta didik sebelum dilakukan tindakan belum terukur disebabkan penggunaan metoda ceramah belum bisa mengukur tingkat kreativitas peserta didik dalam bermain peran. Hasil pembelajaran IPS materi Kerajaan-kerajaan Hindu Budha di Indonesia sebelum dilakukan tindakan menunjukkan hasil yang rendah yaitu rata-rata ulangan harian sebesar 69,8. Sebanyak 15 pesera didik (45,45%) tuntas KKM, 18 peserta didik (54,54%) belum tuntas karena KKM sekolah 75.

Hasil penelitian Siklus I

Pelaksanaan siklus I dilakukan setelah persiapan minggu keempat bulan Maret 2019. Pada tahapan ini kegiatan pembelajaran dilakukan secara klasikal dan kelompok. Tahapan tindakan terdiri dari pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Pada tahap pendahuluan guru memberikan apersepsi dan menyampaikan tujuan pembelajaran seperti yang tertulis dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Pada kegiatan inti guru menggunakan model Role Playing atau bermain peran dilanjutkan model diskusi. Pada tahap bermain peran masing-masing kelompok secara bergantian menampilkan adegan sesuai pembagian masing-masing kerajaan, ada adegan kerajaan Kutai, Tarumanegara, Mataram Hindu dan Majapahit. Apabila ada kelompok yang sedang memerankan adegan maka kelompok lain mengamati dan mencatat hasil pengamatannya pada lembar pengamatan yang sudah dipersiapkan guru. Guru mengadakan penilaian kreativitas dengan menggunakan rubrik. Bila semua kelompok sudah mendapatkan giliran memerankan adegan kegiatan dilanjutkan dengan diskusi, masing-masing ketua kelompok pengamat membacakan hasil pengamatan dan ditanggapi oleh kelompok lain. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat di rencana pelaksanaan pembelajaran.

Selama pembelajaran di kelas maka pada saat peserta didik beraktivitas baik secara individu maupun kelompok mulai dari persiapan bermain peran, saat bermain peran dan diskusi hasil pengamatan kelompok, guru bersama teman sejawat (observer) yaitu Ibu Dra. Bety Tulaeni menyiapkan alat untuk pengamatan mulai dari pendahuluan, inti dan penutup. Hasil observasi siklus I, kreativitas peserta didik dalam Role Playing kemampuan peserta didik dalam memerankan adegan, kemampuan memerankan gaya sesuai tokoh yang diperankan maupun kemampuan dalam mendeskrepsikan dalam bentuk lisan masih tergolong katagori cukup.

Pada indikator kemampuan dalam melakukan akting dengan semangat dicapai kreativitas 59,5%.Pada indikakator menampilkan gaya sesuai cerita tingkat kreativitasnya 63,6% dan pada indicator mendeskrepsikan dalam bentuk lisan yang sesuai 56,5%. Hasil tes peserta didik mengalami peningkatan dibanding pada prasiklus. Hasil yang diperoleh peserta didik pada siklus I telah mengalami peningkatan sebesar 12 peserta didik atau 36,36% yang tuntas KKM yaitu dari 45,45% menjadi 81,82%. Nilai rata-rata yang diperoleh peserta didik pada akhir siklus I mencapai 83,03 dari 33 peserta didik dikelas VII H SMP Negeri 1 Suruh, terdapat 27 peserta didik (81,82%) yang sudah mencapai KKM, dan ada 6 peserta didik (18,18%) yang belum tuntas. Berarti belum mencapai target tuntas klasikal yang diharapkan yaitu 85%.

Hasil pengamatan pada siklus I didapatkan temuan-temuan baik itu kelemahan maupun kelebihan yang menjadi catatan penulis untuk ditindaklanjuti pada pertemuan berikutnya. Kelemahan yang ditemui sebagai berikut: 1) Kegiatan memerankan tokoh maupun penampilan ada yang belum serius, penampilan masih terlihat malu-malu. 2) Kelompok yang tidak tampil sibuk mempersiapkan diri sendiri untuk persiapan tampil sehingga tidak melakukan pengamatan. 3) Peserta didik banyak yang masih membaca naskah dialoh 4) kondisi kelas ramai karena masing-masing siswa sibuk dalam kegiatan persiapan. 5) Kegiatan diskusi belum terarah. 5) Interaksi siswa cenderung untuk kepentingan kelompoknya sendiri-sendiri. 6) Volume suara pemain belum maksimal.7) Para pemain kurang mempersiapkan alat-alat pendukung permainan. Sedangkan kelebihan yang ditemukan dalam pelaksanaan pembelajaran siklus I selain tuntasnya penguasaan hasil belajar peserta didik juga terlihat kelebihan-kelebihan dalam proses belajar, seperti: 1) Peserta didik hadir tepat waktu. 2) Tiap kelompok mampu menyusun teks drama sendiri.3) Peserta didik antusias dalam mengikuti pelajaran. 4) Tidak ada peserta didik yang mengantuk. 5) Komunikasi antar peserta didik tidak terbatas hanya pada teman sebangkunya saja.

Hasil dari siklus I belum dapat meningkatkan ketuntasan klasikal sebesar 85% hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran IPS serta kreativitas peserta didik dalam Role Playing masih tergolong cukup yaitu kemampuan melakukan akting dengan semangat 59,5%, kemampuan menampilkan gaya sesuai cerita 63,6% dan kemampuan mengekpresikan dalam bentuk lisan yang sesuai 56,5%, serta rata-rata kreativitas peserta didik 60,27%. Target penulis perolehan tingkat kreativitas minimal baik (rata-rata tingkat kreativitas dalam Role Playing sama atau lebih dari 75%). Hasil belajar mencapai minimal KKM 75 tiap peserta didik dan ketuntasannya mencapai lebih dari 85% secara klasikal. Dengan demikian siklus I belum berhasil karena masih ada 6 peserta didik yang nilainya dibawah KKM 75 dan ketuntasan secara klasikal 81,82%, sehingga penulis memperbaiki pada siklus II dengan melakukan langkah-langkah perbaikan pembelajaran pada materi kerajaan-kerajaan Hindu Budha yang lainnya di Indonesia dengan model pembelajaran role playing.

Hasil Penelitian Siklus II

Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan tindakan siklus I perlu dilakukan perbaikan untuk pelaksanaan tindakan pada siklus II. Perbaikan yang direncanakan tidak menyeluruh, hanya pada bagian-bagian tertentu yang dipandang oleh peneliti kurang mendukung keberhasilan pembelajaran. Perbaikan pembelajaran yang dilakukan pada tindakan siklus II ini adalah lebih ditekankan pada pelaksanaan peragaan peran, agar peserta didik tidak malu-malu dalam memperagakan tokoh yang diperankan, agar peserta didik menghafalkan dialog yang akan dimainkan, peserta didik lebih mempersiapkan alat-alat yang dikenakan untuk mendukung gaya sesuai tokoh yang diperankan serta melatih intonasi dan suaranya. Untuk membangkitkan minat peserta didik dalam mengamati kelompok yang sedang memperagakan adegan maka perlu dipersiapkan kartu yang harus diisi tiap siswa untuk memilih pemain terbaik dari masing-masing kelompok (yuri fotlock), dan dihitung setelah tiap kelompok tampil. Pemain terbaik/favorit dari penilaian teman lain berdasarkan suara terbanyak akan mendapat reward atau hadiah. Demikian juga untuk siswa yang seharusnya mengamati adegan kelompok lain sering menimbulkan kegaduhan diberi hukuman. Selain itu tiap kelompok harus mengadakan pengamatan secara klasikal dengan mengisi lembar pengamatan yang berisi ringkasan nama-nama tokoh, masa kejayaan kerajaan yang tampil, bukti-bukti kejayaan dan sebab-sebab kemunduran dari kerajaan tersebut. Perbaikan tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan kreativitas dan hasil belajar peserta didik materi kerajaan-kerajaan Hindu Budha di Indonesia.

Dari hasil evaluasi pada pelaksanaan tindakan siklus I yang belum optimal, penulis merencanakan tindakan siklus II. Pada minggu pertama 2019 siklus II dilaksanakan. Jadi pelaksanaan siklus II merupakan langkah lanjutan yang dilakukan peneliti setelah memahami masalah-masalah yang dihadapi peserta didik dan hasil tes siklus I materi kerajaan-kerajaan Hindu Budha (Kutai,Tarumanegara, Majapahit, Mataram).

Perbaikan kegiatan pembelajaran yang penulis lakukan adalah dengan memberikan kartu pemilihan pemain terbaik untuk tiap siswa yang sedang mengamati adegan kelompok lain tanpa diberi identitas untuk menjada kerahasiaan pengamat. Kriteria pemain terbaik diumumkan terelbih dahulu yaitu: 1) Menghayati dengan sungguh-sungguh peran yang dibawaakan 2) Bersuara jelas dan bisa didengar oleh semua siswa, 3) serius dan tidak malu-malu, 4) Hafal dialog, 5) Memakai alat-alat pendukung sesuai tokoh yang diperankan. Hal ini bertujuan agar pengamatan peragaan adegan bisa maksimal dan siswa tidak rebut sendiri. Dan bila salah satu kelompok yang sudah selesai memerankan adegan, kartu yang sudah diisi oleh pengamat dikumpulkan dan dihitung secara bersama untuk memilih pemeran terbaik dari kelompok tersebut. Demikian seterusnya sampai semua kelompok maju mendapatkan giliran. Bila semua kelompok sudah menampilakn adegannya maka para pemain terbaik tiap-tiap kelompok untuk tampil di depan mendapatkan hadiah.

Kegiatan diskusi yang belum maksimal pada siklus I, penulis selain menuntun siswa untuk berdiskusi lebih optimal lagi juga mewajibkan tiap siswa untuk membuat ringkasan individu tentang materi yang didiskusikan yaitu dari hasil pengamatan tiap-tiap kelompok yang sedang memerankan adegan yang meliputi tokoh-tokoh, raja yang memerintah pada masa kejayaan, bukti kejayaan dan seba-sebab kemunduran kerajaan-kerajaan Singasari, Sriwijaya, Medang dan Kalingga.

Pada kegiatan penutup, guru melakukan refleksi bersama peserta didik. Dari hasil refleksi diketahui bahwa pembelajaran materi kerajaan-kerajaan Hindu Budha di Indonesia dengan model role playing cukup efektif. Kreatifitas peserta didik dalam pembelajaran meningkat, ditandai dengan aktivitas pada tiap-tiap adegan makin optimal, peserta didik sudah lebih percaya diri, akting dengan lsemangat dan sudah hafal dialog yang dibawakan. Kelengkapan yang dipakai untuk mendudkung penampilan agar sesuai tokoh yang diperankan semakin lengkap. Suara pemain terlihat jelas dan intonasi yang benar.Suasana kelas juga tidak ribut karena sebagian peserta didik serius mengamati karena peserta didik selain sebagai pengamat juga sebagai penilai temannya (yuri fotlock).

Hasil observasi materi kerajaan-kerajaan Singasari, Sriwijaya, Medang dan Kalingga dengan model pembelajaran role playing pada siklus II telah berhasil meningkatkan kreativitas peserta didik dalam Role Playing, yaitu pada Indikator mampu melakukan akting dengan semangat mengalami peningkatan 19,3% yaitu dari 59,5% menjadi 78,8%. Indikator mampu menampilkan gaya sesuai cerita mengalami peningkatan 14,2% yaitu dari 63,6% menjadi 77,8%. Sedang pada kemampuan mengekspresikan dalam bentuk lisan yang sesuai mengalami peningkatan 20,3% yaitu dari 56,5% menjadi 76,8%.Rata-rata kreativitas meningkat 17,51 yaitu dari 60,27% menjadi 77,78%.

Hasil belajar peserta didik juga meningkat,hal ini terlihat dari hasil tes yang diperoleh peserta didik pada tes akhir siklus II mengalami peningkatan sebesar 4 pesera didik atau (12,12%) yang tuntas KKM yaitu dari 81,82% menjadi 93,94%. Nilai rata-rata yang diperoleh peserta didik pada tes akhir siklus II mencapai 90,30. Dari sebanyak 33 peserta didik di kelas VII H SMP Negeri 1 Suruh, terdapat 31 peserta didik (93,93%) yang sudah melampaui KKM dan ada 2 peserta didik (6,06%) yang belum tercapai. Berarti sudah mencapai target tuntas klasikal yang diharapkan yaitu 85%.

Guru berdiskusi dengan teman observer untuk melakukan analisis hasil observasi pelaksanaan pembelajaran. Refleksi pada siklus II ini untuk mengetahui apakah proses pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran dan gambaran hasil belajar peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan metoda role playing.Hasil refleksi pada siklus II adalah: a) Telah meningkatkan kreativitas. b) Terdapat peningkatan hasil belajar. c) Telah menunjukkan keberhasilan tindakan. d) Tidak diperlukan tindakan pada pertemuan selanjutnya.

Pembahasan Tiap Siklus dan Antar siklus

Pembahasan Siklus I

Kreativitas peserta didik pada siklus I dalam kemampuan melakukan akting dengan semangat mencapai 59,5%, hal ini bisa diamati sebagian besar masih malu-malu melakukan adegan dan masih membawa naskan dialog dan banyak yang belum lancar. Dalam kemampuan menampilkan gaya sesuai cerita tingkat kreatifitas sebesar 63,6% hal ini terlihat minimnya perlengkapan yang dipakai sebagai penambah penampilan sesuai dengan karakter tokoh yang diperankan. pada kemampuan mengekspresikan dalam bentuk lisan yang sesuai tingkat kreatifitasnya 56,5% hal ini dapat diamati dari volume suara peserta didik kurang keras, berdialog seperti membaca buku dan intonasi yang tidak jelas.

Hasil tes menjelaskan materi kerajaan Kutai, Tarumanegara, Majapahit dan mataram dari 33 peserta didik kelas VII H diperoleh data: nilai rata- rata sebesar 83,03 dengan ketuntasan 81,82. Dengan kata lain, sebanyak 81,82% peserta didik mendapat nilai diatas KKM sebesar 75. Sehingga telah terjadi peningkatan hasil belajar peserta didik. Ketuntasan klasikal sebelum tindakan sebesar 45,45% meningkat menjadi 81,82%. Peningkatan hasil belajar juga bisa dilihat dari nilai rata-rata ulangan. Rata-rata ulangan harian meningkat dari 69,8 menjadi 83,03.

Meskipun telah terjadi peningkatan hasil belajar, akan tetapi sesuai indikator kinerja pada Bab III yang diharapkan terjadi peningkatan hasil belajar sekurang-kurangnya 85% peserta didik kelas VII H SMP Negeri 1 Suruh mendapat nilai ulangan harian menjelaskan materi kerajaan-kerajaan Hindu Budha di Indonesia sama atau lebih dari KKM belum tercapai. Oleh karena itu, penelitian ini belum berhasil, maka perlu dilanjutkan pada siklus kedua.

Siklus II

kreativitas

Pada indikator mampu melakukan akting dengan semangat mengalami peningkatan 19,3% yaitu dari 59,5% menjadi 78,8%. Indikator mampu menampilkan gaya sesuai cerita mengalami peningkatan 14,2% yaitu dari 63,6% menjadi 77,8%. Sedang pada kemampuan mengekspresikan dalam bentuk lisan yang sesuai mengalami peningkatan 20,3% yaitu dari 56,5% menjadi 76,8%.Rata-rata kreativitas meningkat 17,51 yaitu dari 60,27% menjadi 77,78%.

Hasil tes

Pada hasil tes kerajaan-kerajaan Singasari, Sriwijaya, Medang dan Kalingga dari 33 peserta didik kelas VII H diperoleh data: nilai rata-rata sebesar 90,30 dengan ketuntasan klasikal 93,94%. Dengan kata lain, sebanyak 93,94% peserta didik mendapat nilai diatas KKM sebesar 75. Sehingga telah terjadi peningkatan hasil belajar peserta didik. Ketuntasan pada siklus I 81,82% meningkat menjadi 90,30%. Peningkatan hasil belajar juga dapat dilihat dari rata-rata ulangan. Rata-rata ulangan harian meningkat dari 83,03 menjadi 90,30.

Hasil dari tindakan pada siklus I dan siklus II menunjukkan telah terjadi peningkatan kreativitas dari katagori cukup ke katagori baik dan peningkatan hasil belajar, maka sesuai indikator kinerja pada Bab III yang diharapkan terjadi peningkatan hasil belajar sekurang-kurangnya 85% peserta didik kelas VII H SMP Negeri 1 Suruh mendapat nilai ulangan harian menjelaskan materi kerajaaan Hindu Budha di Indonesia sama atau lebih KKM telah tercapai. Oleh karena itu, penelitian ini dianggap telah berhasil, sehingga tidak perlu dilanjutkan ke siklus III.

Pembahasan Antar Siklus

Hasil tes awal menunjukkan bahwa peserta didik yang mencapai KKM 75 sebanyak 15 siswa. Kesulitan yang dialami peserta didik secara rata-rata adalah memahami bukti-bukti kejayaan dan sebab-sebab kemunduran kerajaan-kerajaan Hindu Budha di Indonesia. Materi ini memang materi yang menuntut daya ingat siswa, mungkin siswa banyak yang lupa atau tidak paham karena materi kerajaan-kerajaan Hindu Budha di Indonesia sudah diberikan di SD.

Dalam pelaksanaan pembelajaran siklus I memiliki kelebihan, hal ini terlihat dari tuntasnya penguasaan hasil belajar yang diperoleh peserta didik dan dapat dilihat juga saat proses belajar mengajar seperti: 1) Siswa hadir tepat waktu, 2) Peserta didik antusias mengikuti pelajaran, 3) Tidak ada peserta didik yang mengantuk di kelas, 4) Semua anak aktif dan berani tampil.

Materi penting sesuai tujuan pembelajaran bisa disampaikan guru diawal kegiatan sebelum peserta didik menyusun teks drama kerajaan-kerajaan Hindu Budha di Indonesia. Setelah naskah drama selesai disusun oleh siswa perlu diperiksa dahulu apakah materi-materi penting sudah termuat atau belum. Sehingga siswa bisa mengembangkan kreatifitasnya baik dalam berakting dengan semangat, menampilkan gaya sesuai tokoh yang diperankan maupun mengekspresikan dialog dengan suara dan intonasi yang sesuai tanpa meninggalkan cerita inti sesuai tujuan pembelajaran. Siswa yang mengamati bisa mengenal tokoh-tokoh kerajaan Hindu Budha melalui Role Playing dan mendengarkan dan menyaksikan adegan peristiwa dari kerajaan-kerajaan Hindu Budha di Indonesia tersebut.

Hasil dari siklus I belum dapat meningkatkan ketuntasan klasikal sebesar 85% hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran IPS materi kerajaan-kerajaan Hindu Budha di Indonesia. Target penulis perolehan hasil belajar mencapai minimal KKM 75 tiap peserta didik dan ketuntasannya mencapai lebih dari 85% secara klasikal. Dengan demikian siklus I belum berhasil karena masih ada 6 peserta didik yang nilainya dibawah KKM 75 dan ketuntasan secara klasikal 81,82%, sehingga penulis memperbaiki pada siklus II.

Pada siklus II, hasil tes mengalami peningkatan sangat baik. Dari hasil tes dapat diketahui bahwa 93,94% peserta didik kelas VII H sudah mencapai KKM 75. Rata-rata nilai memahami kerajaan Singasari, Sriwijaya, Medang dan Majapahit adalah 90,30.

Penerapan Variabel Bebas Terhadap Variabel Terikat

Penerapan model pembelajaran role playing materi memahami kerajaan-kerajaan Hindu Budha di Indonesia memberikan dampak terjadinya peningkatan kreativitas hasil belajar peserta didik. Sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut:

 

Perbandingan Kreativitas dan Hasil Belajar Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II

No Variabel Terikat Indikator Prasiklus Siklus I Siklus II
 

 

1

 

 

 

Kreativitas

 

1.             Mampu melakukan akting dengan semangat 0 59,5% 78,8%
2.             Menampilkan gaya sesuai cerita 0 63,6% 77,8%
3.             Mengekpresikan dalam bentuk lisan yang sesuai 0

 

56,5% 76,8%
2 Hasil belajar Prosentase peserta didik yang tuntas KKM 45,45% 81,82% 93,94%

 

Dari tabel 4.6 dapat diperoleh keterangan sebagai berikut.

  1. Krativitas dalam mampu melakukan akting dengan semangat dari kondisi pra siklus belum terukur, pada silkus I tingkat kreativitasnya 59,5% dan pada siklus II meningkat menjadi 78,8%.
  2. Kreativitas menampilkan gaya sesuai cerita dari kondisi pra siklus belum terukur, pada siklus I tingkat kreativitasnya 63,6% dan pada siklus II meningkat menjadi 77,8%.
  3. Kreativitas mendeskrepsikan dalam bentuk lisan yang sesuai dari kondisi pra siklus belum terukur, pada siklus I tingkat kreativitasnya 56,5% dan pada siklus II meningkat menjadi 76,8%
  4. Pada siklus I, angka ketuntasan naik 36,37% (dari 45,45% meningkat menjadi 81,82%)
  5. Pada siklus II, angka ketuntasan peserta didik naik 12,12% (dari 81,82% menjadi 93,94%)

Sesuai kajian teori belajar Reigeluth sebagaimana dikutip Keller dalam Hamzah B Uno (2007: 137) menyebutkan bahwa hasil belajar adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan suatu metode dibawah kondisi yang berbeda. Efek ini bisa berupa efek yang sengaja dirancang, sehingga merupakan efek yang diinginkan dan bisa juga berupa efek nyata sebagai hasil penggunaan metode pengajaran tertentu. Dapat dikatakan bahwa peserta didik kelas VII H semester 2 Tahun Pelajaran 2018/2019 SMP Negeri 1 Suruh melalui penggunaan metode role playing dapat meningkatkan kreativitas dan hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran IPS.

Berdasarkan peneletian yang dilakukan Mannar Lelawati, 2013. Penerapan metode bermain peran (role playing) dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPS kelas VIII F SMP Negeri 1 Kutilang. Dan Muhamad Nukha Murtadlo, 2015. Penerapan metode role playing dapat meningkatkan hasil belajar pada Standar Kompetensi memahami Kegiatan Pelaku Ekonomi di Masyarakat Mata Pelajaran IPS Ekonomi Kelas VII SMP 4 Kudus. Dapat dikatakan bahwa dengan metode role playing dapat meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas VII H SMP N 1 Suruh semester 2 tahun Pelajaran 2018/2019 sesuai dengan hasil kedua penelitian di atas.

 

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan pembahasan dan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa: “Penggunaan metode pembelajaran role playing materi memahami kerajaan-kerajaan Hindu Budha Di Indonesia mata pelajaran IPS Kelas VII H Semester 2 Tahun pelajaran 2018/2019 SMP Negeri 1 Suruh, dapat meningkatkan kreativitas hasil belajar peserta didik. Berdasarkan pengamatan, tingkat kreativitas peserta didik dalam Role Playing meliputi mampu melakukan akting dengan semangat 59,5% pada siklus I meningkat menjadi 78,8% pada siklus II. Pada indikator mampu menampilkan gaya sesuai cerita tingkat kreativitas pada siklus I 63,6% dan meningkat menjadi 77,8% pada siklus II. Pada indikator mampu mendkeskrepsikan dalam bentuk lisan yang sesuai tingkat kreativitas pada siklus I 56,5% meningkat menjadi 76,8% pada siklus II.

Hasil test pada siklus II, rata-rata nilai peserta didik 83,03 meningkat dibandingkan sebelum diberi tindakan yaitu 69,8. Siklus II rata-rata nilai peserta didik meningkat menjadi 90,30 sehingga telah melampaui KKM 75. Sedangkan jumlah peserta didik yang telah tuntas pada siklus I sebanyak 27 siswa (81,82%), pada siklus II meningkat menjadi 31 siswa (93,94%) maka telah melampaui ketuntasan klasikal sebesar 85% sehingga siklus II dapat dihentikan.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas ini dikemukakan beberapa saran antara lain:

  1. Bagi peserta didik, mengikuti pembelajaran dengan metode role playing dengan sungguh-sungguh supaya dapat meningkatkan hasil belajar.
  2. Bagi guru IPS di SMP Negeri 1 Suruh dapat menggunakan metode pembelajaran role playing untuk mempelajari materi kerajaan –kerajaan Hindu Budha maupun kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.
  3. Bagi sekolah, dapat diambil kebijakan pengembangan pembelajaran untuk meningkatkan mutu sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Kokasih Djahiri 1979. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial, Bandung: LPPPIPS.

Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Cipta. Slameto, 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta.

Conny R. Semawan, dkk. 1990. Bakat dan Kreativitas Siswa. Jakarta: Gramedia.

Hasanudin.1996. Drama Karya Dalam Dua Dimensi. Bandung: Angkasa

Nur’aeni. 2008. “Ada Apa dengan Kreativitas?”. Islamadina. Vol. 7. No. 3 hal. 74-84.

Munandar, Utami. 2004. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka

Prastowo, Andi.2013. Pengembangan Bahan Ajar Tematik. Yogyakarta: Diva Press.