UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL TALKING STICK PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 7 SALATIGA SEMESTER I TAHUN 2015/2016

Jilla Arum Kusumastuti, Tri Widiarto, Sunardi

Pendidikan Sejarah Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

 

ABSTRACT

The purpose of study to help students with difficulties learning model uses Talking Stick. Talking Stick is learning models that is used to improve the learning achievement of student. The model is applied to make it easier to absorb those materials mostly rote. Learning model Talking Stick examined patterns of interaction of students in the improvment of learning outcomes. Type of the reseacrhis a class act. The research was conducted in SMP Negeri 7 Salatiga with discourse subject studies are class VIII H in academic year 2015/2016. Classification result of students learning observations taken with qualitative descriptive methods. Is turn a data which had we have assamble it since prasiclus, first siclus, second siclus, than compare them, so we show increase level or a successful learning that we had done. From  the research that, there is an increase of the average prasiclus classical 69 in first siclus increase to 73 and in second siclus increase to 78 after using the learning Talking Stick. Classical learning completeness percentage increased by 91,67%.

Key Word: Learning Achievement, Talking Stick, Interaction.

 

PENDAHULUAN

Di dalam dunia pendidikan, guru adalah seorang pendidik, pembimbing, pelatih, dan pengembang kurikulum yang dapat menciptakan kondisi dan suasana belajar yang kondusif, yaitu suasana belajar menyenangkan, menarik, memberi rasa aman, memberi ruang pada siswa untuk berfikir aktif, kreatif, dan inovatif dalam mengekplorasi dan mengelaborasi kemampuannya. Oleh sebab itu, guru merupakan faktor penentu proses pendidikan yang berkualitas (Rusman, 2012:19). Pembelajaran tidak mungkin dilakukan dengan menggunakan teknik yang sama dalam setiap generasinya, tentu dibutuhkan model-model pemebelajaran yang lebih kreatif dan inovatif untuk membangun serta meningkatkan semangat belajar siswa. Ada tiga aspek terkait dengan kemampuan siswa dalam belajar, yaitu: aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik. Aspek kognitif adalah kemampuan yang pada hakikatnya adalah hasil belajar yang diinginkan, mencakup kemampuan intelektual. Aspek afektif adalah sikap siswa untuk mampu menerima atau menolak yang berhubungan dengan materi yang guru sampaikan dikelas. Aspek psikomotorik adalah kemampuan yang dimiliki siswa untuk bertindak dalam melakukan tugas. Kemampuan siswa untuk dapat menerima pelajaran yang telah diberikan merupakan tolak ukur kiprah pendidikan yang menjadi landasan dasar terbentuknya suatu karakter dan insan yang bermutu sebagai generasi penerus bangsa.

Minat sebagai keseluruhan adalah daya penggerak yang ada di dalam diri siswa yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehinngga tujuan yang dikehendaki siswa dapat tercapai. Minat belajar siswa yang rendah akan menjadi hambatan yang sangat berarti dalam proses pembelajaran, karena dapat mengakibatkan hasil belajar siswa rendah. Oleh karena itu guru diharapkan dapat meningkatkan minat belajar siswa untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Berdasarkan penelitian awal pada nilai ulangan harian kelas VIII di SMP Negeri 7 Salatiga dan wawancara dengan guru mata pelajaran IPS, didapatkan hasil bahwa 14 dari 24 siswanya kurang memahami pelajaran IPS. Hal ini dapat dilihat dari nilai tes IPS yang kurang dari Kriteria Ketuntasan Minimal sekolah adalah 7,1.

Guru sudah baik dalam menjalankan proses belajar mengajar, namun siswa beranggapan bahwa mata pelajaran IPS adalah mata pelajaran yang membosankan dan syarat dengan hafalan telah menjadikan minat belajar mata pelajaran IPS kurang menarik, bahkan siswa menganggap bahwa mata pelajaran IPS merupakan mata pelajaran yang tidak terlalu penting. Selain itu proses pembelajaran antara siswa dengan guru hanya searah, sehingga masih terpusat pada guru. Guru hanya menjelaskan dan siswa kurang diberi kesempatan untuk berdiskusi dengan teman sekelas, selain itu guru kurang kreatif dalam menggunakan metode pembelajaran.

Hal ini ditunjukkan dengan sikap siswa yang cenderung ramai sendiri, mengobrol dengan teman sebangku, tidur dikelas, ada yang sedang mengerjakan pekerjaan rumah mata pelajaran lain dikelas, tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh gurunya, dan kurang memperhatikan pembelajaran ketika guru sedang menjelaskan materi pelajaran. Apabila siswa diberikan tugas untuk mengerjakan soal latihan yang agak sulit, siswa tidak mengerjakan soal tersebut dan tidak berusaha untuk mencari jawaban dari soal tersebut. Hal ini disebabkan karena siswa kurang diberikan kesempatan untuk bertanya dan menyampaikan pendapat.

Menyadari hal diatas perlu diadakan tindakan untuk mengatasinya dengan cara membenahi pendekatan maupun metode pembelajarannya. Tanpa ada pemebenahan di khawatirkan proses pembelajaran akan berjalan monoton serta pencapaian hasil belajarnya akan tetap rendah. Disini guru membutuhkan keaktifan siswanya untuk menjadi bagian dari materi pembelajaran agar siswa dapat lebih menguasai materi pembelajaran yaitu dengan pembelajaran menggunakan metode Talking Stick. Pembelajaran model Talking Stick yaitu pembelajaran kooperatif dimana  pembelajaran menggunakan sebuah tongkat sebagai alat penunjuk giliran. Siswa yang mendapat tongkat akan diberi pertanyaan dan harus menjawabnya. Kemudian secara estafet tongkat tersebut berpindah ke tangan siswa lainnya secara bergiliran. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat tongkat dan pertanyaan. Dengan demikian siwa akan lebih aktif, serta lebih memahami materi pembelajaran karena proses belajar mengajar dilakukan dengan cara yang menyenangkan. Metode Talking Stick juga diharapkan menjadi satu solusi dalam mengatasi kendala siswa saat belajar mata pelajaran IPS.

KAJIAN PUSTAKA

Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya, dan lain-lain aspek yang ada pada individu. Oleh sebab itu belajar adalah proses yang aktif, belajar adalah proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah proses yang diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar adalah proses melihat, mengamati, memahami sesuatu (Nana Sudjana, 1988: 28)

Kesimpulannya, belajar diartikan sebagai perubahan yang terjadi pada diri individu melalui perubahan tingkah laku individu melalui pengalaman, bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Proses belajar terjadi melalui banyak cara baik disengaja maupun tidak disengaja sepanjang waktu dan menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar. Perubahan yang dimaksud adalah pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang baru diperoleh individu. Jadi belajar adalah proses perubahan individu dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang terampil menjadi lebih terampil, dan dari kebiasaan buruk menjadi kebiasaan yang lebih baik, serta bermanfaat bagi individu itu sendiri dan lingkungan.

Pengertian Prestasi Belajar

Tulus Tu’u (2004:75) mengungkapkan bahwa prestasi merupakan hasil yang dicapai oleh seseorang ketika mengerjakan tugas atau kegiatan tertentu. Prestasi dalam bidang akademik adalah hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran di sekolah yang bersifat kognitif dan biasaanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian. Sementara prestasi belajar adalah penguasaan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.

Model PAKEM (Partisipatif Aktif Kreatif Efektif Menyenangkan)

PAKEM merupakan model pembelajaran dan menjadi pedoman dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan pelaksanaan pembelajaran PAKEM, diharapkan berkembangnya berbagai macam inovasi kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang partisipatif, aktif, kreatif, dan menyenangkan. Pembelajaran merupakan implementasi kurikulum di sekolah dari kurikulum yang sudah dirancang dan menuntut aktivitas dan kreativitas guru dan siswa sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan secara efektif dan menyenangkan.

Pembelajaran PAKEM adalah pembelajaran yang dikembangkan dengan cara membantu siswa membangun keterkaitan antara pengetahuan baru dengan pengalaman yang telah dimilikinya. Siswa diajarkan bagaimana mereka mempelajari konsep dan mengaplikasikan konsep tersebut di luar kelas. Dalam pembelajaran PAKEM siswa diperkenankan bekerja secara kooperatif. Pada praktiknya, pembelajaran PAKEM membutuhkan kemampuan teritik dan praktik. Kemampuan teoritik meliputi arti belajar, dukungan teoritik, model pembelajaran, dan pembelajaran kontekstual. Sedangkan kemampuan praktik adalah mampu mempraktikkan metode-metode pembelajaran PAKEM. Dalam pembelajaran PAKEM terdapat berbagai model-model pembelajaran seperti model Talking Stick.

Model Pembelajaran Talking Stick

Model pembelajaran Talking Stick berkembang dari penelitian belajar kooperatif oleh Slavin Pada tahun 1995. Model ini merupakan suatu cara yang efektif untuk melaksanakan pembelajaran yang mampu mengaktifkan siswa. Dalam model pembelajaran ini siswa dituntut mandiri sehingga tidak bergantung pada siswa yang lainnya. Sehingga siswa harus mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan siswa juga harus percaya diri dan yakin dalam menyelesaikan masalah.

Model pembelajaran Talking Stick adalah suatu model pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat, kelompok yang memegang tongkat terlebih dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya, selanjutnya kegiatan tersebut diulang terus-menerus sampai semua kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru.

Mata Pelajaran IPS

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SMP mata pelajaran IPS mempelajari materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan terdiri dari 2 siklus. Model PTK yang digunakan dalam penelitian ini adalah model penelitian yang dikembangkan oleh Kemmisdan Mc. Taggart dalam Sunardi (2011: 29). Prosedur PTK terdiri dari 2 siklus masing-masing siklus terdiri dari tiga tahap. Setiap siklus tindakan meliputi:

1. Perencanaan (Planning)

2. Aksi atau tindakan (Acting)

3. Observasi (Observing)

4. Refleksi (Reflecting)

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data tes belajar siswa dianalisis menggunakan cara deskriptif komparatif. Klasifikasi hasil observasi siswa diambil secara deskriptif kualitatif. Data yang sudah terkumpul dianalisis dengan teknik deskriptif komparatif, yaitu mengolah data yang terkumpul mulai pra siklus, siklus I. siklus II, kemudian membandingkannya, sehingga tampak peningkatan atau keberhasilan pembelajaran yang dilaksanakan.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil prasiklus yang diambil dan dilaksanakan pada tanggal 22 Oktober 2015, perlu diketahui terlebih dahulu skor tes yang diperoleh dari hasil penilaian yang dilakukan oleh guru dengan pembelajaran didalam kelas atau model pembelajaran secara konvensional. Hal ini ditunjukkan dengan perbedaan skor tes terendah sebesar 48 dan skor tes tertinggi sebesar 82. Sedangkan skror rata-rata kelas yang diperoleh sebesar 69. Ketuntasan belajar siswa yang dicapai hanya sebesar 41,67% dari jumlah seluruh siswa (24 siswa) yang belum sesuai dengan rata-rata kelas 71.

Hasil Penelitian Siklus I

Berdasarkan penelitian pada siklus I ini, subjek yang mengikuti proses belajar mengajar sebanyak 24 siswa dari 24 siswa keseluruhan di kelas VIII H. Hasil belajar siswa pada siklus I tampak adanya peningkatan dibandingkan dengan hasil belajar pra siklus. Pada siklus I ini keseluruhan siswa mengalami peningkatan nilai hasil belajar, namun masih ada 6 siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM=71).

Pelaksanaan proses belajar mengajar pada siklus I dengan tema Keunggulan Lokasi Terhadap Kolonialisme, sudah menggunakan model pembelajaran Talking Stick. Hasil belajar pada siklus I sudah menunjukkan adanya peningkatan dalam hasil belajar. Pada Prs siklus nilai rata-rata klasikal 69 mengalami peningkatan rata-rata klasikal pada siklus I yaitu menjadi 73. Presentase ketuntasan pada Pra siklus hanya 41,67% dan pada siklus I naik menjadi 75% dengan peningkatan 33,33%.

Hasil Pelaksanaan Siklus II

Berdasarkan penelitian pada siklus II ini, subjek yang mengikuti proses belajar mengajar sebanyak 24 siswa dari 24 keseluruhan siswa yang ada di kelas VIII H. Hasil belajar siswa pada siklus II tampak adanya peningkatan dibandingkan dengan siklus I.  Pada siklus ini dari total keseluruhan siswa nilainya mengalami peningkatan dibandingkan pada siklus I.

Dari      siklus II ini diperoleh hasil belajar siswa dengan nilai rata-rata klasikal 78 terdapat peningkatan 5 dibandingkan pada siklus I yaitu 73. Presentase ketuntasan siklus II  91,67%  naik 16,67% dari presentase kentutasan pada siklus I yaitu 75%. Dari 24 siswa di kelas VIII H ada 2 siswa yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM=71).

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Pemahaman siswa pada mata pelajaran IPS mengalami peningkatan setelah siswa mengikuti kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model Talking Stick. Hal ini dapat ditunjukkan dengan nilai rata-rata klasikalnya pada prasiklus 69 (tanpa menggunakan model pembelajaran Talking Stick) menjadi 73 (siklus I) dan 78 (siklus II) setelah menggunakan model pemebelajaran Talking Stick. Pada presentase ketuntasan klasikal juga mengalami peningkatan sebesar 91,67% (siklus II) dari 41,67% (pra siklus). Dalam penelitian ini masih ada dua siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM=71).

DAFTAR PUSTAKA

Ali Muhammad. 1993.Strategi penelitian pendidikan. Bandung: Angkasa.

Daryanto, 2011. Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Tindakan Sekolah.Yogyakarta : Gramedia.

Direktorat pendidikan dan kebudayaan 2013.Pemendikbud No 81

Kunandar. 2011. Guru Profesional. Jakarta: Rajawali Perss.

Mulyasa, E. 2006. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatifdan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nana Sudjana. 1987.Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru            Algensido.

Nasution.1996. MetodeResearch. Jakarta: Bumi Aksara.

Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran (Mengembangkan Profesionalisme). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sa’adun Akbar, dkk. 2010.Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Yogyakarta: Cipta Media.

Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tulus Tu’u. 2004. Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta: Grasindo.

Winkel. W.S. 1991. Psikologi Pengajaran.Jakarta : Gramedia.

Zainal Arifin. 2011.Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

http://www.e-jurnal.com/2015/10/pengaruh-talking-stick-terhadap.html (Diakses tanggal 26 april 2016, Pukul 11.08 wib)

 

 

Â