WAWASAN EKOLOGIS GLOBAL GURU-GURU

SEKOLAH DASAR DITINJAU DARI PENGETAHUAN

ISU LINGKUNGAN HIDUP DAN LOKUS KONTROL

(SURVEI DI KECAMATAN COLOMADU, KARANGANYAR) TAHUN 2013

Heribertus Soegiyanto

Guru Besar PGSD dan Program Magister Pendidikan FKIP – UNS

ABSTRACT

The general aim of this research is to find out some variables having ecological view influence upon Elementary School teachers in the subdistrict of Colomadu, Karanganyar. The more specific goals are to find out the following particulars: (1) ecological world view differences among groups of teachers whose knowledge on life circle issues is high and low, (2) ecological world view differences among groups of teachers whose knowledge of life circle issues is high and low, whereas among those having locus control is high, (3) ecological world view differences among groups of teachers with high and low lige circle issues and among those having low locus control level, (4) the interaction impact between life circle issues knowledge level and locus control level in influencing ecological world view. The result of this research indicates the following conclusions: (1) as a whole, the ecological world view of teacher groups having high life circle issue knowledge level is better than those with lower level of life circle issue knowledge, (2) there is no difference between groups of teachers with high and low ecological world view knowledge level and those having high locus control, (3) within the groups of teachers with lower level of life circle issue knowledge, those having ecological world view with higher locus control are batter than those who have lower level of locus control, (4) there is no interaction impact between life circle issue knowledge level variable and that of locus control upon ecological world view level. Consequently, teachers’ life circle issue knowledge level must be continuously upgraded while investigating other variables related to personality aspects, besides locus control and demographic aspects.

Kata kunci: wawasan ekologis, pengetahuan isu lingkungan hidup, lokus kontrol, dan sekolah dasar.


PENDAHULUAN

Perhatian terhadap masalah ling-kungan hidup di Indonesia diawali oleh seminar tentang “Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan Sosial” di Univer-sitas Pajajaran tahun 1972, dan kemudian Pemerintah Indonesia secara resmi menge-nalkan masalah lingkungan hidup sejak mengikuti sidang khusus PBB tentang lingkungan hidup di Stockholm pada 5 Juni 1972 (Valentinus Darsono, 1995: 20 – 21). Usaha pertama untuk mengatasi krisis lingkungan adalah dengan upaya penurun-an angka kelahiran. Hal ini untuk menyela-raskan keseimbangan antara jumlah pen-duduk dan lingkungan (Kantor Meneg. LH, 1996: 3 – 5).

Menurut Chiras (1991: 458), keru-sakan lingkungan bersumber dari tabiat dasar manusia sebagai imperalis biologis dimana memerlukan makan dan berkem-bang biak tanpa kendali. Padahal sumber daya alam yang terbatas dalam menye-diakan kebutuhan hidup manusia dari generasi ke generasi (Leopold dalam A.Sonny Keraf, 2002: 105). Dasar dan tujuan pendidikan adalah untuk menghar-gai kehidupan. Salah satu konsep yang terkait dengan penanaman kesadaran ling-kungan hidup adalah wawasan ekologis global (ecological world view). Konsep ini terkait dengan pandangan seseorang terhadap kehidupan ini termasuk nilai dan perilaku yang bertanggung jawab terhadap dinamika system ekologis dunia (Blaikie, 1998 dalam Sri Hayati, 1999: 6). Konsep ini berhubungan dengan pandangan manu-sia tentang keberadaannya di muka bumi ini, baik keberadaannya terhadap sumber alam, pertumbuhan ekonomi, keberlanjut-an lingkungan, dan keberadaannya dalam hal kerjasama antara manusia dengan makhluk lainnya demi kesejahteraan manusia.

Apabila seseorang memiliki wawas-an ekologis global yang cenderung meng-arah pada dirinya sendiri, maka ia akan cenderung pula mengeksploitasi lingkung-an dalam semena-mena, kurang atau bahkan tidak memperhatikan kepentingan hidup keturunan yang akan datang. Akan tetapi sebaliknya apabila seseorang ber-orientasi pada kehidupan yang berkelan-jutan, maka ia memiliki pandangan bahwa ia sebagai bagian dari lingkungan alam, dank arena itu ia turut serta memikirkan bagaimana keberlanjutan lingkungan alam untuk generasi yang akan datang. Dengan demikian wawasan ekologis global seseorang akan dipengaruhi atau diwarnai oleh pengetahuan tentang isu-isu lingkung-an hidup dan faktor-faktor kepribadiannya, khususnya lokus kontrol (locus of control in personality).

Guru sekolah dasar memiliki pe-ranan stategis dalam menanamkan konsep wawasan ekologis global kepada peserta didik melalui mata pelajaran IPS dan IPA dan mata pelajaran lain di mana materi Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) dise-maikan. Atas dasar pemikiran di atas, maka perlu kajian tentang pemahaman lingkungan hidup melalui wawasan ekolo-gis global dan faktor psikologis (kepribadi-an) lokus kontrol dan pengetahuan tentang isu-isu lingkungan hidup global dan khususnya yang terjadi di Indonesia.

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan umum untuk memperoleh gambaran mengenai variabel-variabel yang mendasari wawasan ekologis global yang dimiliki oleh guru-guru sekolah dasar di Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar dengan cara menggali variabel-variabel yang mem-pengaruhi. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) perbedaan wawasan ekologis global antara kelompok guru yang memiliki pengetahuan isu lingkungan hidup tinggi dan rendah, (2) perbedaan wawasan ekologis global antara guru-guru yang berpengatahuan isu lingkungan hidup tinggi dan rendah, pada kelompok guru dengan tingkat lokus kontrol tinggi, (3) perbedaan wawasan ekologis global antara guru yang berpengetahuan isu lingkungan hidup tinggi dan rendah, pada kelompok guru dengan kadar lokus kontrol rendah, (4) pengaruh interaksi antara tingkat pengetahuan isu lingkungan hidup dan tingkat lokus kontrol dalam mempengaruhi wawasan ekologis global.

METODE PENELITIAN DAN HIPOTE-SIS

Metode penelitian yang digunakan adalah metode expost facto, dengan populasi penelitian guru sekolah dasar negeri di Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah sebanyak 183 orang guru. Kemudian sebagai sampel penelitian adalah 135 orang guru atau 73,77%, ditarik secara stratified propor-tional random sampling, berdasarkan guru kelas tinggi dan guru kelas rendah.

Data dikumpulkan melalui instru-ment berbentuk kuesioner dengan teknik wawancara terstruktur. Instrumen yang digunakan terdiri dari instrumen pengukur wawasan ekologis global, instrument lokus kontrol. Ketiga instrumen tersebut sebe-lumnya telah diujicobakan kepada 20 orang guru dengan cara tanya jawab dan diskusi kelompok untuk memperoleh pertanyaan-pertanyaan yang dapat dan mudah dipa-hami. Desain penelitian yang digunakan adalah desain faktorial (2×2). Pengujian dilakukan dengan cara mencari harga F untuk pengaruh setiap variable dan interaksinya.

Hipotesis penelitian yang diuji mencakup empat (4) hal, yaitu: (1) secara keseluruhan, tingkat wawasan ekologis global dari kelompok guru dengan tingkat pengetahuan isu lingkungan hidup tinggi, lebih baik daripada kelompok guru dengan tingkat pengatahuan isu lingkungan hidup rendah; (2) pada kelompok guru dengan tingkat pengatahuan isu lingkungan hidup tinggi, tingkat wawasan ekologis global yang ber-lokus kontrol tinggi lebih baik daripada kelompok guru yang ber-lokus kontrol rendah; (3) pada kelompok guru dengan tingkat pengetahuan isu lingkung-an hidup rendah, tingkat wawasan ekologis global yang berlokus kontrol tinggi lebih baik daripada kelompok guru yang ber-lokus kontrol rendah; dan (4) terdapat pengaruh interaksi antara variabel pengetahuan isu lingkungan hidup dan lokus kontrol terhadap wawasan ekologis global.

HASIL ANALISIS PENELITIAN

Hasil analisis menunjukkan sebagai berikut. Pertama, bahwa secara keselu-ruhan tingkat wawasan ekologis global dari kelompok guru berpengetahuan isu lingkungan hidup tinggi, lebih baik daripada kelompok guru berpengetahuan isu ling-kungan hidup rendah. Hal ini dapat diketahui dari perolehan Fa = 9,254 > F(0,95: 1 ; 131) = 3.840 dengan taraf signify-kansi 0,05. Dengan demikian Ho ditolak dan H­1 diterima. Kedua, pada kelompok guru dengan tingkat pengetahuan isu ling-kungan hidup tinggi, tingkat wawasan ekologis global yang ber-lokus kontrol tinggi tidak lebih baik daripada kelompok guru yang berlokus kontrol rendah. Hal ini dapat diketahui dari hasil uji Scheffe sebagai berikut: Fnk = (k × 1) (F(0,95: 1 ; 131) = 3,840 dan hasil perhitungan Shceffe value = 0,790. Karena 0,790 < (Fnk) yaitu 3,840, maka hipotesis kedua tidak didukung oleh data empiris. Dengan kata lain, kelompok guru berpengetahuan isu lingkungan hidup tinggi, tidak ada perbedaan tingkat wawasan ekologis globalnya antara guru yang berlokus kontrol tinggi dan yang ber-lokus kontrol rendah. Dengan demikian Ho diterima dan H1 ditolak. Ketiga, pada kelompok guru dengan tingkat pengetahuan isu lingkungan hidup rendah, tingkat wawasan ekologis global yang berlokus kontrol tinggi lebih baik daripada kelompok guru yang ber-lokus kontrol rendah. Hal ini dapat diketahui dari hasil uji Scheffe diperoleh 7,358 > F(nk) = 3,840. Keempat, bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi antara variable pengetahuan isu lingkungan hidup dan lokus kontrol terhadap wawasan ekologis global. Hal ini dapat diketahui dari hasil Fab = 1,081 < F(0,95 = 1 ; 131) = 3,840, dengan taraf signifikansi 0,05. Dengan demikian Ho diterima dan H1 ditolak.

HASIL PENELITIAN

1. Secara keseluruhan, tingkat wawasan ekologis global dari kelompok guru de-ngan tingkat pengetahuan isu ling-kungan hidup tinggi (> 24,40) lebih baik daripada kelompok guru dengan tingkat pengetahuan isu lingkungan hidup rendah (< 24,40).

2. Pada kelompok guru dengan tingkat pengetahuan isu lingkungan hidup tinggi (< 24,40), tingkat wawasan ekologis global yang berlokus kontrol tinggi (> 61,32), tidak lebih baik daripada kelompok guru yang berlokus kontrol rendah (< 61,32). Dengan kata lain, kelompok guru dengan tingkat pengetahuan isu lingkungan hidup tinggi, tidak ada perbedaan tingkat wawasan ekologis global antara guru yang berlokus kontrol tinggi dan yang berlokus kontrol rendah.

3. Pada kelompok guru dengan tingkat pengetahuan isu lingkungan hidup rendah (< 24,40) tingkat wawasan ekologis global yang berlokus kontrol tinggi (> 61,32) lebih baik daripada kelompok guru yang lokus kontrol rendah (< 61,32).

4. Bahwa tidak terdapat pengaruh inter-aksi antara variabel pengetahuan isu lingkungan hidup dan lokus kontrol terhadap wawasan ekologis global.

IMPLIKASI HASIL PENELITIAN

Implikasi penelitian pertama adalah upaya peningkatan pengetahuan isu ling-kungan hidup guru sekolah dasar agar terjadi peningkatan wawasan ekologis global. Maka dari itu pengabdian kepada masyarakat guru sekolah dasar tentang pendidikan lingkungan hidup perlu diselenggarakan. Perubahan norma, etika, dan nilai yang merupakan komponen wawasan ekologis global memerlukan perubahan pengetahuan yang dimiliki sehingga pembelajaran sebagai proses me-rupakan dasar dalam peningkatan pengeta-huan yang berlanjut pada kesadaran sistem ekologis dunia dan perubahan tingkah laku yang bertanggung jawab.

Implikasi penelitian berikutnya, perlu digali variabel-variabel pengaruh lain yang mendasari tingkat wawasan ekologis global dunia, misalnya karakteristik demo-grafis para guru. Hal ini penting karena ada keterikatan yang erat antara bidang lingkungan hidup dan bidang kependu-dukan.

Berikutnya perlu dicari strategi peningkatan peran masyarakat guru seko-lah dasar melalui peningkatan pengetahuan isu lingkungan hidup yang mengacu kepada proses pengembangan struktur kognitif. Struktur pengembangan kognitif tersebut terdiri dari tiga kategori, yaitu (1) adanya informasi, (2) transformasi, dan penggunaan interaksi antara individu de-ngan lingkungan hidup akan terus berlang-sung sejalan dengan adanya pengetahuan baru mengenai lingkungan yang dimak-sudkan. Dalam hal ini isu lingkungan hidup memberikan sumbangan terhadap proses pembentukan struktur kognitif. Karena itu, peningkatan peran yang dilakukan selalu ditekankan kepada interaksi masyarakat guru dengan informasi dan fakta yang terdapat di lingkungan tempat tinggal dan lingkungan sekolah. Sehingga diharapkan ide, konsep, dan generalisasi yang disampaikan akan adopsi dengan baik dan mampu membangun struktur kognitif masyarakat guru sekolah dasar kearah peningkatan wawasan ekologis global.

Strategis peningkatan peran ma-syarakat guru ini dilakukan dengan cara penyebarluasan konsep melalui media massa penyuluhan, pelatihan atau aplikasi pengetahuan, pembuatan buku pedoman guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran, serta pemantauan pengelolaan lingkungan hidup setempat atau sekolah. Pemantauan pengelolaan lingkungan hidup yang berbasis masyara-kat sekolah (School community base management), merupakan pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat sekolah (guru dan peserta didik) bekerja bersama-sama dengan pemerintah desa setempat dan lembaga yang terkait. Terdapat tiga komponen dalam pemantauan ini yakni masyarakat sekolah, LSM dan pemerintah desa setempat.

Strategi lain yang dapat dilakukan adalah pembuatan buku berseri yang berpedoman dengan isu lingkungan hidup. Buku ini dapat dibuat sebagai pedoman para guru dan peserta didik dalam melakukan aktivitas pembelajaran di sekolah sehari-hari agar lebih berorientasi kepada lingkungan hidup. Buku seri inipun merupakan sebuah ide yang dapat membukan wawasan guru dan peserta didik dalam memandang bekerjanya ekosistem dunia. Dengan demikian, lebih lanjut diharapkan wawasan ekologis global masyarakat dapat lebih berorientasi kepada kehidupan (life centered word view) daripada kepada manusia (human-centered world view). Pokok-pokok materi yang terkandung dalam buku seri ini seyogyanya minimal terdiri dari hal-hal, yaitu: (1) masalah kependudukan, (2) kemiskinan, (3) pola konsumsi, (4) kesehatan masya-rakat, (5) pemukiman, (6) pencemaran atmosfir, (7) pencemaran B3, (8) sumber daya air, dan (9) sumber daya kehutanan. Kesembilan materi pokok tersebut secara serial dapat dituangkan ke dalam tema-tema sebagai berikut: (1) pemanfaatan sumber daya alam, (2) konservasi ling-kungan alam, (3) dampak pengembangan ilmu dan teknologi, (4) konservasi sumber daya alam, (5) etika lingkungan, dan (6) pembangunan berkelanjutan.

Selama ini, kurikulum pendidikan lingkungan hidup disatukan dengan materi kependudukan dengan nama Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH). Tujuan dari pembelajaran PKLH adalah membina dan mengembangkan pe-serta didik agar memiliki sikap dan tingkah laku kependudukan dan pengelolaan ling-kungan hidup secara rasional. Di samping itu, untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam rangka memelihara keseim-bangan sistem lingkungan dan penggunaan sumber daya alam secara bijaksana demi tercapainya peningkatan kesejahteraan hidup. Dalam pelaksanaannya selama ini materi PKLH di integrasikan/disemaikan ke dalam beberapa mata pelajaran yang relevan, seperti IPA, Bahasa Indonesia, dan IPS, PKn, Pendidikan Agama, dan mata pelajaran muatan lokal yang monolitik. Ruang lingkup materi yang diberikan masih sebatas penanaman konsep yang sifatnya material saja, belum sampai kepada bagaimana seharusnya bertindak terhadap lingkungan berdasarkan pemahaman wa-wasan ekologis global. Karena itu materi atau sub pokok bahasan wawasan ekologis global perlu dimasukkan dalam PKLH. Jika konsep wawasan ekologis global ini dima-sukkan dalam pengembangan kurikulum, PKLH terintegrasi, diharapkan terjadi per-ubahan paragidma berpikir pada masyara-kat sekolah untuk lebih arif dalam pengelolaan lingkungan. Strategi pembela-jaran movatif berupa PAIKEM, problem solving, inqueri dan discovery serta model-model pembelajaran inovatif dengan suasa-na yang dapat menyenangkan peserta didik merupakan hal yang direkomen-dasikan untuk di aplikasikan.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan implikasi penelitian tersebut, maka diaju-kan beberapa saran sebagai berikut: (1) Adanya upaya peningkatan pengetahuan isu lingkungan melalui program peningkat-an peran masyarakat sekolah dan perlunya intervensi konsep wawasan ekologis global dalam pengembangan kurikulum pendidik-an lingkungan hidup pada jenjang pendi-dikan dasar merupakan saran utama dalam penelitian ini, (2) dalam pelakasnaan peningkatan peran masyarakat sekolah, semua unsur dilibatkan sejak awal, sehingga mereka masing-masing menjadi bagian penting dari sistem. Lebih jauh masyarakat sekolah akan lebih mudah menerima ide dan konsep mengenai isu lingkungan hidup yang diberikan, (3) masyarakat sekolah sebagai subyek dalam peningkatan wawasan ekologis global, perlu diberikan peranan yang proporsional, dan diberikan peluang untuk mempertim-bangkan keputusan yang akan diambil, pada akhirnya akan ada internalisasi pada diri masyarakat sekolah dalam membangun strategi yang efektif untuk berperan serta dalam mengembangkan kependudukan dan pengelolaan lingkungan hidup, sehing-ga tidak terjebak lagi pada upaya eksploitasi sumber daya alam yang sewenang-wenang dengan dalih pening-katan kesejahteraan, (4) perlu adanya tata aturan hukum yang dapat menjamin hak dan kewenangan masyarakat sekolah dalam pengolahan sumber daya alam demi keberlanjutan sistem lingkungan hidup, (5) perlu dilakukan penelitian lanjutan yang mengkaji wawasan ekologis global ditinjau dari faktor-faktor demografis dan psikologis lain di luar pengetahuan isu lingkungan hidup dan lokus kontrol.

DAFTAR PUSTAKA

Ary Donald, Lucy Chesar Jacobs, dan Asghar Razainch. 2005. Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan Terjemahan Arif Furehan. Surabaya: Usaha Nasional.

Asmaun Sahlan & Angga Teguh Prastyo. 2012. Desain Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Bloom, Benyamin S. 1956. Taxonomy of Educational Objective: Book I Cognitive Domai. N.Y.: Longman Inc.n

Chiras, Daniel. D. 1991. Environmental Science: Action for a Sustainable Future. California: The Benjamin/Cummings Pub.Co. Inc.

Cross, L.H. & Cross, G.M. 11981. Teachers ‘Evaluative Comments and Pupil Perseption of Control. Journal of Experimental Education 49(2).

Feldman, Robert S. 1985. Social Psychology: Theories, Research, and Applications. N.Y.: McGraw – Hill Co.

Gagne, N.L. & Berliner, D.C. 1984. Educational Psycology. Dallas: Haughton Miffin Co.

Good, Thomas L. & Brophy, Jere E. 1990. Educational Psycchology. N.Y.: Longman.

Golley, Frank B. 1977. “Deep Ecology from the Perspective of Ecological Science”. An Interdisciplinary Journal Dedicated to the Philosophical Aspect of Environmental Problems. p.45.

Hanns Seidee Foundation. t.th. Materi Pendidikan Lingkungan Hidup. Jakarta: Menara Cakrawala.

Jerry Phares, E. 1976. Locus of Control in Personality. Canada: Silver Burdett Companny.

Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. 1996 – Agenda 21 Indonesia. Jakarta.

Kerlinger, Fred. N. 1983. Foundation of Behavioral Research. New York: Holt, Rinechart dan Winston Inc.

MacDonald, A.P.1993. Internal-External Locus of Control Dalam J. Robinson & P.R. Shaver (eds). Measure of Social Psychological Athitudes. Michign: Survey Research Center Intitut for Social Research.

Mohammad Soerjani. 1992. ”Ekologi Sebagai Dasar Pemahaman Tengang Lingkungan Hidup”. Serasi: Warta Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.24 Supplement.

Purba, Jonny (Peny). 2002. Pengelolaan Lingkungan Sosial. Jakarta: Kantor Menteri Lingkungan Hidup dan Yayasan Obor Indonesia.

Rotter, Julian B. 1966. “Generalized Expectancies for Internal External Control of Reinforcement”. Psychological Monographs: General and Applied Vol 80. No. 1 Whole No.609.

Sardiman A.M. 1992. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi (ed). 2004. Metode Penelitian Survei. Jakarta LP3ES dan LK. UGM.

Sri Hayati. 1999. “Wawasan Ekologis Global: Survei di Kota Bandung (1999)”. Disertasi. Jakarta: Program Pascasarjana UNJ.

Sonny Keraf. 2005. Etika Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Suharsimi Arikunto. 2002. Manajemen Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Todaro, Michael. p.2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Terjemahan edisi keempat. Jakarta: Bumi Aksara.

Valentinus Darsono. 1995. Pengantar Ilmu Lingkungan. Yogyakarta: Andi Offset.

Vogel, John L. 1986. Thingking About Psychology. Chicago: Nelson – Hall Inc.

World Commission on Environment and Development. 1995. hari Depan Kita Bersama. Terjemahan dari Our Common Future. Jakarta: PT. Gramedia.